*Api di Kerajaan Jintamani (Akarmani)*
Sekitar dua puluh murid Perguruan Pisau Merah mengawal Prabu Marapata dan Permaisuri Palilin untuk keluar dari Istana lewat lorong rahasia. Para pengawal itu mengikuti jejak yang telah dibuat untuk keluar dari lorong yang panjang dan berliku.
Sementara itu, Ratu Warna Mekararum dan Sudigatra melanjutkan misinya untuk melakukan serangan atau mengamankan anggota Keluarga Kerajaan yang berada dalam penjagaan pasukan Istana.
Kini orang yang berada di kamar pribadi Prabu Marapata adalah Ratu Warna Mekararum, Sudigatra, dan sepuluh murid perguruan, termasuk tiga murid yang berseragam prajurit.
Klek!
Tiba-tiba pintu besar kamar pribadi Prabu Marapata dibuka dari dalam, sedikit mengejutkan para prajurit yang berjaga karena muncul seorang prajurit yang tidak mereka kenal. Setahu mereka, tidak ada prajurit yang berada di dalam kamar sang prabu. Ada enam orang yang berjaga tepat di depan pintu.
“Kalian semua diminta masuk oleh Gusti Prabu,” ujar prajurit yang berdiri di ambang pintu.
Awalnya, keenam prajurit jaga itu saling pandang karena sepertinya ada yang janggal. Namun, masing-masing menduga bahwa memang ada prajurit yang ditempatkan di dalam kamar dari divisi lain karena model seragamnya agak berbeda, meski sama-sama warna biru gelap.
Akhirnya, mereka saling mengangguk, sepakat untuk masuk. Pertimbangan bahwa yang memanggil adalah raja mereka.
Keenam prajurit itu lalu berjalan masuk. Sementara sejumlah prajurit lain yang posisinya cukup terpisah, hanya memandangi.
Ketika mereka berenam masuk, mereka melihat Prabu Marapata sedang berdiri dengan jubah sutera warna putih dan membelakangi arah pintu.
Prajurit yang memanggil masuk kembali menutup pintu.
Tidak jauh dari posisi Prabu Marapata, ada sebuah rak besar yang menampung banyak barang hias seperti guci atau sekedar patung-patung seni. Di balik rak itulah ada sepuluh murid Perguruan Pisau Merah bersembunyi.
“Hormat sembah kami, Gusti Prabu!” ucap keenam prajurit itu turun berlutut dan menghormat sembah satu tombak di belakang Prabu Marapata.
“Hek! Hek! Hek!” pekik tertahan keenam prajurit itu ketika tiba-tiba leher mereka dicekik oleh lengan-lengan orang yang menyergap dari belakang.
Krek krek krek ...!
Setelah mencekik dengan tangan kanan, para penyergap memelintir kepala para prajurit itu sehingga patah semua dan mati semua.
Saat Prabu Marapata menengok ke belakang melihat keributan yang terjadi, ternyata sosok itu bukan Prabu Mata, tetapi Sudigatra yang memakai jubah sang prabu.
Sementara itu, sosok Ratu Tua muncul sedikit di balik rak yang lain untuk melihat keberhasilan kerja pasukannya.
Singkat cerita, pakaian keenam prajurit itu dilucuti dan kemudian dipakai oleh enam murid Perguruan Pisau Merah. Sementara keenam mayat itu diturunkan ke dalam lubang agar kamar itu kembali steril dari mayat.
Kini, ada sembilan murid yang mengenakan seragam prajurit Kerajaan Jintamani, tetapi mereka tetap berbekal pisau-pisau merah yang menjadi senjata utamanya.
Setelah pembunuhan itu, Ratu Tua dan Sudigatra memilih diam menunggu bersama pasukannya. Jumlah murid berpakaian merah yang naik ke kamar ditambah.
“Biarkan para prajurit itu datang sendiri, sambil menunggu malam,” kata Ratu Warna Mekararum.
Memang benar dugaan Ratu Tua. Tidak keluarnya rekan-rekan mereka dari dalam kamar raja, membuat para prajurit yang berjaga di depan jadi penasaran.
Dua orang prajurit mendatangi pintu kamar yang kosong dari penjagaan, sementara delapan prajurit lainnya memantau dari jauh.
Dog dog!
Salah satu prajurit mengetuk pintu besar itu dengan gagang pedangnya.
“Siapa?” tanya satu suara lelaki dari balik pintu.
“Hamba prajurit jaga!” jawab prajurit itu tanpa menyebut “Gusti Prabu” karena dia tahu itu bukan suara sang prabu.
Cklek!
Ternyata pintu dibuka dari dalam. Mereka melihat satu prajurit yang tidak mereka kenal wajahnya. Hal itu membuat mereka memandang dengan curiga kepada prajurit tersebut.
Sementara prajurit yang membuka pintu diam-diam memberi kode dua jari kepada rekan-rekannya yang ternyata bersembunyi di balik daun pintu yang dibuka separuh.
Kedua prajurit itu lalu memandang ke dalam kamar, tetapi jangkauan pandangan mereka masih terhalangi oleh daun pintu.
“Jika kalian ingin ikut masuk, Gusti Prabu mengizinkan,” kata prajurit palsu itu.
Karena penasaran, kedua prajurit itu maju lebih dalam ke ambang pintu. Namun tiba-tiba, dari balik daun pintu muncul dua orang berpakaian prajurit yang langsung menarik masuk tubuh kedua prajurit tersebut.
“Ak!” jerit salah satu prajurit yang ditarik masuk tiba-tiba.
Sementara prajurit palsu cepat menutup rapat pintu tersebut. Terdengar suara gaduh yang sebentar saat kedua prajurit itu dilumpuhkan.
Beberapa prajurit yang berjaga jauh dari pintu kamar terkejut melihat dua rekan mereka masuk ke dalam kamar seperti ditarik paksa, apalagi pintu langsung ditutup rapat. Itu hal yang sangat mencurigakan.
“Terjadi sesuatu di kamar Gusti Prabu. Ayo!” seru satu prajurit kepada ketujuh rekannya. Dia lebih dulu berlari ke depan pintu.
Dog dog dog!
“Buka pintunya!” teriak prajurit pelopor itu setelah menggedor pintu dengan gagang pedangnya.
“Siapa itu?” tanya satu suara dari balik pintu.
“Pasukan Pelindung Raja! Buka pintunya, atau kami dobrak!” teriak si prajurit.
Cklek!
Pintu ternyata cepat dibuka. Kedelapan prajurit itu serentak mendobrak pintu ketika pintu baru terbuka sedikit. Namun, para prajurit itu langsung disergap oleh lebih sepuluh orang berpakaian prajurit dan berseragam merah-merah.
Bak bek bik! Bik bok buk!
“Akk! Akh!” jerit beberapa prajurit Pasukan Pelindung Raja saat mereka disergap dari belakang lalu dihajar dan juga dieksekusi dengan pisau merah.
“Cepat cari bantuan! Akk!” teriak satu prajurit yang tersungkur di lantai. Lalu dia pun menjerit ketika satu pisau menikam punggungnya.
Satu prajurit berhasil lepas dari sergapan dan berlari keluar.
Set! Tseb!
“Aak!”
Namun, satu pisau terbang warna merah melesat cepat dan menancap tepat di tengkuk prajurit itu. Ia jatuh tersungkur dengan leher bersimbah darah dan nyawa cepat melayang.
Untung, sudah tidak ada prajurit jaga di ruangan besar itu. Dua orang murid perguruan segera pergi menjemput si mayat dan mengangkatnya dengan menjaga darahnya agar tidak menetes.
Maka, pasukan pimpinan Sudigatra itu sukses menghabisi para prajurit Pasukan Pelindung Raja yang berjaga di ruang depan kamar sang prabu.
Setelah menghabisi para prajurit penjaga di ruang depan kamar raja, Ratu Tua dan pasukannya memancing masuk semua prajurit yang berjaga di ruangan lain hingga yang berjaga di depan Istana Keprabuan.
Setelah berhasil memancing masuk semua prajurit jaga dan membunuhnya, para murid Perguruan Pisau Merah segera menyalin seragam. Hasilnya, sekitar empat puluh murid menyamar dengan seragam prajurit.
Semua mayat prajurit asli dikirim masuk ke ruang bawah. Kemudian hanya enam orang murid yang diposisikan di depan Istana Keprabuan untuk sekedar mengecoh.
Sementara itu, malam mulai datang menyelimuti Kerajaan.
Di dalam Istana Keprabuan, Ratu Tua menyusun rencana baru. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
tuh kan kecekik🤕🤕🤕
2023-08-30
3
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
waduh jebakan ternyata 🚶♀️
2023-08-30
3
Senajudifa
jebakan ya
2023-07-22
1