*Api di Kerajaan Jintamani (Akarmani)*
Penasihat Banggal Tawe, Menteri Kerakyatan Raden Capang dan Menteri Perdagangan Tindik Benik berjalan beriringan memasuki Pendapa Agung Sejagad.
Di dalam pendapa itu sudah ada sejumlah pejabat yang berkumpul menghadap kepada seseorang yang berdiri di depan tahta sang raja.
Orang itu adalah lelaki separuh baya lebih tiga tahun berperawakan gagah dengan otot-otot yang kekar bersembulan. Hanya bagian pinggang ke bawah yang berpakaian. Sedangkan badannya hanya ditutupi kain selempangan sutera warna merah. Selebihnya adalah perhiasan dari emas yang ada di leher, lengan hingga kepala yang menunjukkan ketinggian jabatannya. Di pinggang belakangnya terselip sebuah keris bagus berwarna putih keputih-putihan, tapi bukan keputihan. Lelaki berkumis berwajah tegas itulah yang bernama Senopati Gending Suro, orang yang dituding oleh Ratu Warna Mekararum sebagai tokoh utama pemberontak di dalam kerajaan.
“Pastikan Gusti Prabu dan Gusti Permaisuri tetap berada di dalam Istana Keprabuan. Jangan biarkan Gusti Prabu dan Gusti Permaisuri keluar demi keselamatan. Jaga semua jalan rahasia yang ada di dalam Istana Keprabuan!” perintah Senopati Gending Suro.
“Baik, Gusti!” ucap seorang punggawa prajurit yang menyandang dua pedang di pinggang dan punggungnya. Dia adalah Komandan Buto Sisik, Kepala Pasukan Pelindung Raja.
“Panglima Rakean, pastikan Keluarga Kerajaan semuanya tetap berada di dalam benteng kerajaan, tidak ada yang pergi keluar. Beri pengawalan kepada setiap anggota Keluarga Kerajaan!” perintah Senopati Gending Suro lagi.
“Baik, Gusti,” ucap Panglima Rakean, Kepala Pasukan Keamanan Istana. Dia adalah seorang lelaki berbadan sedang tapi gagah. Ia menyandang sebatang tongkat besi tanpa ujung yang lancip.
“Untuk menghindari terjadinya perang saudara, tangkap sementara Komandan Gebuk Sewu dan lucuti senjata Pasukan Keluarga Kerajaan!” perintah Senopati lagi.
Terkejut Panglima Rakean mendengar perintah itu, tetapi kemudian dia berkeyakinan bahwa perintah itu demi kestabilan kondisi kerajaan, yang sedang dilanda kebingungan karena munculnya orang yang mengaku sebagai Ratu Warna Mekararum.
“Baik, Gusti!” jawab Panglima Rakean akhirnya.
“Senopati Gending Suro!” teriak Penasihat Banggal Tawe dengan wajah yang marah. Lelaki tua itu telah tiba bersama kedua menteri.
Senopati Gending Suro hanya memandang kepada penasihat berusia separuh abad lebih seperempat abad itu. Para pejabat yang telah hadir lebih dulu di Pendapa Agung Sejagad jadi alihkan perhatian kepada ketiga tokoh yang baru datang.
“Bagaimana seorang senopati bertindak layaknya pemimpin tertinggi di kerajaan?” tanya Penasihat dengan nada yang masih tinggi.
“Selagi belum ada orang yang menggantikan kedudukan mendiang Mahapatih Brotoaji, maka akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan kerajaan ini dan rakyatnya, termasuk keselamatan kalian bertiga, Gusti Penasihat,” jawab Senopati Gending Suro tegas.
“Senopati!” panggil Raden Capang dengan kasar pula. Sama seperti Panasihat Banggal Tawe, lelaki berusia separuh abad lebih lima belas tahun itu menunjukkan wajah marah. “Kau adalah orang pertama yang mengumumkan kematian Gusti Ratu Warna Mekararum, tapi kenapa sekarang ada pasukan Gusti Ratu yang menantang perang dan benteng timur Ibu Kota kini dikepung oleh pasukan aliansi kadipaten?”
“Apakah kau menuduhku melakukan makar busuk, Gusti Pangeran? Semua keluarga kerajaan waktu itu melihat langsung mayat Gusti Ratu dan tidak diragukan tentang kematiannya,” tandas Senopati Gending Suro.
“Aku sangat curiga kepadamu. Sejak kematian Mahapatih, kau tampak begitu berkuasa, bahkan Gusti Prabu tunduk di bawah nasihat-nasihatmu. Aku curiga kau telah mendalangi sandiwara kematian Gusti Ratu Tua!” tukas Raden Capang.
“Itu tuduhan yang sangat berbahaya bagi kedudukanku, Gusti Pangeran. Kau menuduhku di depan para pejabat penting. Jika kalian bertiga aku biarkan berbicara banyak di luaran, ini bisa menciptakan perang di antara kita sendiri dan itu justru akan menghancurkan kerajaan ini,” kata Senopati Gending Suro marah. Lalu serunya kepada empat lelaki berpenampilan pendekar, “Empat Macan, tangkap mereka bertiga!”
“Baik!” sahut keempat pendekar berusia separuh abad kurang-kurang dikit itu bersamaan.
Keempat lelaki yang berpakaian hitam-hitam itu segera berkelebatan ke dekat ketiga pejabat tua tersebut dan mengurungnya.
Penasihat Banggal Tawe, Raden Capang dan Tindik Benik terkejut dan cepat bersiaga. Raden Capang dan Tindik Benik sontak mencabut kerisnya. Berbeda dengan Panasihat yang berlatar belakang akademisi tanpa modal ilmu olah kanuragan, dia tidak bersenjata.
Ketegangan pun terjadi.
“Gusti Senopati, kenapa harus menangkap Gusti Pangeran dan Gusti Penasihat?” tanya Panglima Rakean, tidak sepakat.
“Ini hanya untuk mencegah munculnya benih-benih pemberontakan karena mereka menentang kebijakan yang bertujuan menyelamatkan kerajaan. Setelah ancaman perang sudah berlalu dan kondisi telah normal, mereka semua akan dibebaskan kembali,” tandas Senopati Gending Suro. Lalu perintahnya kepada Panglima Rakean dan Komandan Buto Sisik, “Kalian pergilah laksanakan tugasmu!”
“Baik, Gusti!” jawab kedua pemimpin pasukan itu.
Keduanya lalu berbalik pergi meninggalkan ketegangan di Pendapa Agung Sejagad itu.
“Siapa kalian berempat? Kalian orang-orang asing, tapi bebas berada di sekitar tahta!” teriak Menteri Tindik Benik sambil mengacungkan kerisnya ke arah wajah keempat pendekar yang mengepung.
“Tidak ada jawaban untuk kalian!” jawab lelaki berpakaian hitam yang memelihara brewok tebal tapi kumis dicukur. Dialah pemimpin dari Empat Macan, julukannya Macan Brewok. Lalu komandonya, “Tangkap!”
Setelah komando itu, Empat Macan serentak bergeser ke samping satu langkah lalu bersamaan menyerang.
“Aaak!” jerit Penasihat Banggal Tawe saat cengkeraman salah satu Macan mendarat di bahu kanannya. Dia merasakan seperti ada lima ujung pisau yang menusuk bahunya.
Ketidakmampuannya dalam perkara ilmu bela diri membuat sang penasihat tidak memiliki kemampuan untuk melawan. Sekali serang dia langsung takluk.
“Senopati! Kau benar-benar ingin mencelakai kami! Aaakh!” teriak Penasihat Banggal Tawe sambil menahan sakit.
Tuk tuk tuk!
Tiga totokan cukup melumpuhkan Penasihat Banggal Tawe.
Sementara Raden Capang dan Tindik Benik melakukan perlawanan dengan kerisnya.
Raden Capang melawan Macan Batu, seorang lelaki bertubuh besar dan kekar.
Tek! Tek! Bret!
“Ukh!” keluh Raden Capang sambil buru-buru mundur ketika cakaran Macan Batu merobek bajunya pada bagian dada, bahkan kulit dadanya ikut tercakar oleh jari-jari yang berkuku tajam.
Serangan itu berhasil masuk ketika ujung keris Raden Capang dua kali menusuk badan depan Macan Batu. Namun mengejutkan, ternyata Macan Batu kebal. Keris itu tidak bisa menembus kulit Macan Batu sedikit pun.
Tiba-tiba Macan Batu turun berguling roll depan mendekati kedua kaki Raden Capang. Hal itu membuat Raden Capang refleks melompat mundur.
Zersss!
Ketika Raden Capang melompat mundur, Macan Batu justru menghantamkan kelima kuku jari tangan kanannya ke lantai. Dari situ, melesat lima aliran sinar kuning tanpa putus menjalar di lantai.
Zersss!
“Aaakkr!”
Bertepatan ketika Raden Capang mendarat dari lompatannya, kelima sinar kuning itu langsung menyergap kedua kakinya dan langsung menjalar naik menyengat tubuh Menteri Kesejahteraan Rakyat itu.
Raden Capang menjerit keras dan panjang dengan tubuh mengejang, bahkan kerisnya terlepas dari genggaman.
Tuk tuk tuk!
Setelah sengatan sinar dari ilmu Cakar Penjerat berhenti, Macan Batu cepat maju kepada Raden Capang dan menotoknya. Raden Capang pun tumbang dalam kondisi yang sangat lemah.
“Akh!” Menteri Tindik Benik pun ikut menjerit ketika tangannya yang menggenggam keris mendapat cengkeraman setajam pisau, membuat kerisnya jatuh ke lantai.
Bret bret!
“Aakh!” jerit Tindik Benik ketika dua paket cakaran merobek pakaian dan melukai badan depannya.
Lelaki berusia setengah abad lebih tujuh tahun itu terhuyung. Macan Brewok yang merupakan lawannya bergerak cepat maju dan menotok Tindik Benik.
“Prajurit, masukkan ketiga orang tua itu ke penjara!” perintah Senopati Gending Suro. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
nah nah hayoloooo👀👀
2023-08-27
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
apakah bisa nantinya 🤨🤨🤨
2023-08-27
0
Senajudifa
😂😂😂😂😂😂
2023-05-23
1