Anabella menerima sapu yang bibi Lauren berikan padanya. Anak itu mulai menjalankan tugasnya. Menyapu ruang tamu. Jangan anggap kalau Anabella menyapu sendirian. Tidak. Anabella tidak sendiri. Melainkan ada sang bibi yang berkacak pinggang. Menatap tajam kegiatan Anabella. Memastikan itu sudah bersih atau tidak.
Sungguh, Anabella saat ini sangat takut. Dia hanya bisa menitikkan air matanya. Ia merindukan ayahnya. Ayah yang selalu memanjakannya. Mengajarinya berdoa dan selalu melakukan kebaikan kepada siapa saja.
Anabella tak pernah dalam kesulitan. Dia hanya sulit saat penyakitnya kambuh secara mendadak. Dada Anabella kembang kempis. Air matanya berjatuhan di pipinya. "Ayah," gumamnya lirih. Sungguh, Anabella ingin bertemu dengan ayahnya. Lalu bermanja dalam pelukan sang ayah. Tapi apa boleh dikata, dia hanya seorang anak kecil. Pikirannya terkadang belum sinkron. Beda hari ini, beda pula besok. Tapi hanya satu yang sinkron, ayahnya. Karena ayahnya sudah melekat di dalam hatinya.
Melihat Anabella yang menangis. Bukannya iba atau kasihan, si bibi malah memarahinya.
"Dasar kau Anabel! Nyapu yang bener? Jangan hanya nangis mulu bisanya. Ini masih kotor, terus itu, di sana juga!"
Cerewet sekali si Lauren. Apa dia tak punya hati? Anabella masih terlalu kecil untuk memahami itu semua. Persis juga dengan anaknya. Bukankah mereka hampir seumuran? Lebih tua anak Lauren malah. Beda setengah tahun dengan Anabella. Tapi apa pernah Lauren menyuruh anaknya menyapu? Apa pernah ia memarahi anaknya seperti ia memarahi Anabella saat ini? Jawabannya tidak pernah. Karena bagi Lauren, anaknya adalah sebuah emas. Yang harus dipuja-puja oleh semua orang. Jadi, ia tak bisa membuka hatinya buat anak lain. Termasuk keponakan dari suaminya sendiri.
Anabella menuruti perintah bibinya dengan air mata yang terus berlinang. Bibirnya tak berhenti menyebutkan panggilan ayah di sana. "Ayah, Anabella mau ayah," bisik-nya lirih.
Anabella terus menyapu sampai bersih. Kalau tidak bersih, maka dia harus mengulangnya dari awal. Badan mungil itu jelas semakin tersiksa. Harusnya di usianya ini, ia sedang asyik bermain. Tapi takdir berkehendak lain. Dan anak sekecil itu, sungguh ia belum bisa berpikir layaknya orang dewasa.
***
Hari sudah semakin siang. Tapi pekerjaan Anabella tiada hentinya. Kalau terus begini, Anabella seperti calon asisten rumah tangga yang sedang di tes. Kenapa begitu? Karena dari tadi pagi tugasnya belum selesai-selesai.
Seperti halnya menyapu tadi, terus mengepel lantai, dan sekarang, anak kecil itu disuruh mencuci pakaian dengan tangan. Tidak boleh menggunakan mesin cuci. Padahal, Rehan sang paman adalah orang kaya. Dia punya asisten rumah tangga juga. Tapi sayang, asistennya dipecat secara sepihak oleh Lauren. Sepertinya, Lauren sedang manfaatkan situasi.
Saat ini, Anabella menangis dalam diam. Dia kelaparan, perutnya keroncongan. Anak kecil itu menghentikan aktivitasnya barang sejenak. Ia mencuci tangannya dengan bersih. Lalu kaki mungilnya berjalan dengan riang menuju ke arah dapur. Berharap di sana ada makanan yang bisa mengganjal perutnya.
Lalu, Anabella membuka tudung saji. Di atas meja itu tidak ada apa-apa. Sungguh mengecewakan. Tapi dia anak yang pintar, kepalanya segera menoleh ke arah kulkas. Anabella yakin, di dalam sana pasti ada sesuatu yang bisa ia makan. Buah misalnya. Dan harapan Anabella benar, ada banyak buah di dalam kulkas size sedang dua pintu. Anabella sangat bahagia. Ia segera mengambil sebiji buah apel.
Sementara itu, Lauren dan anaknya Isabella, tengah asyik menikmati makan siangnya. Lauren sengaja memesan makanan secara online. Biar Anabella tahu rasa bagaimana rasanya hidup menumpang. Intinya, Lauren ingin membuat Anabella tak betah tinggal di rumahnya dan angkat kaki dari sana.
Sebenarnya, Lauren sudah memesan makanan sebanyak 4 porsi. Anabella ada jatahnya. Tapi tidak sekarang ia memberikannya. Tunggu waktu yang tepat menurutnya.
Selesai makan siang. Lauren mengecup kening sang anak sebelum pergi menuju ke dapur. Dan betapa terkejutnya Lauren saat mendapati Anabella tengah duduk santai sambil menggigiti buah apel di tangannya.
"Dasar pencuri! Dasar maling kecil! Beraninya kau ambil buah favorit ku!" Tanpa ada rasa belas kasihan, Lauren melempar bungkus makanan bekas yang ia makan tadi tepat di wajah Anabella.
Seketika itu juga, jantung Anabella mulai bekerja tak normal. Anabella terlalu terkejut dengan sikap anarkis sang bibi. Anabella hampir kehabisan nafas. Saking takutnya, Anabella segera mengambil air putih.
Syukurlah, ada sedikit rasa lega di sana. Jantungnya masih bisa diajak kompromi, meskipun debarannya tetap tak stabil. Anabella kembali menangis saat bibinya kembali mendekat ke arahnya.
"Sekali lagi bibi lihat kamu mengambil buah atau makanan tanpa sepengetahuan dari bibi. Awas aja, tak ada ampun buatmu!"
Lauren melotot ke arah Anabella. Anabella belum terlalu paham dengan sikap kasar sang bibi. Maka mulut kecil itu mengeluarkan kata tanya, "Bibi, apa Anabella nakal? Kenapa Anabella dihukum?"
Sungguh anak yang polos. Anabella tidak tahu kalau dirinya sedang direkrut menjadi asisten rumah tangga di rumah pamannya, adik kandung dari Leonardo Nhoel, ayah Anabella.
"Kau memang nakal Anabel, kau pantas dihukum. Selesaikan tugasmu, atau ku adukan ke paman mu. Biar kamu dibuang ke laut."
Anabella kembali menangis. "Aku mau ayah, aku mau ayah," rengek Anabella sambil bergelayut di kaki sang bibi.
Lauren yang sedang bersedekap, hanya bisa menggerakkan kakinya. Menyuruh Anabella tak menyentuh kakinya lagi.
Drama di siang itu berhenti tatkala Rehan Nhoel pulang ke rumah. Orang pertama yang ia cari adalah Anabella. Sejak tadi, pikirannya sangat tak nyaman.
"Dimana Anabella?" tanyanya pada sang istri.
Lauren semakin tak suka saja. Mereka punya Isabel, kenapa harus Anabel yang dicari Rehan?
"Kau ini Yah, lebih mentingin anak orang lain ketimbang anakmu sendiri!" protes Lauren dengan ketus.
Rehan tahu, hal ini pasti terjadi. "Bukan begitu Sayang, Anabella kan ponakan ku. Jadi wajar dong aku nanyain dia."
"Tapi Yah, pokoknya ibu tak suka."
"Suka atau tidak suka, yang jelas dia tetap keponakan ku. Dia yatim piatu tak punya ayah ibu. Beda sama Isabel, dia ada kamu, ada aku juga. Tolong dimengerti!"
Akhirnya si Rehan tegas juga terhadap istrinya. Lauren jadi merasa takut, dia harus hati-hati kalau ingin menyiksa Anabella.
Sebenarnya Lauren sudah antisipasi, maka dari itulah, ia menyuruh Anabella istirahat di kamarnya. Menyuruh Anabella mengganti pakaiannya dengan yang baru.
Anabella hanya mengangguk saja. Ia takut dihukum. Namanya anak kecil, pastilah tidak bisa kalau disuruh diam terus. Maka ia berucap banyak kata.
"Anabel mau cantik Bi."
"Anabel suka baju ini."
"Apa paman akan senang Bi?"
"Apa Anabel tidak dihukum lagi? Anabel tidak nakal kan Bi? Anabel mau di sayang Bi?"
Itu adalah kejadian 5 menit yang lalu sebelum Rehan pulang. Drama kebusukan dan kebaikan dari Lauren akan di mulai.
Rehan segera berjalan ke arah kamar khusus Anabella. Setelah dibuka, terlihat Anabella yang meringkuk di tengah kasur tidurnya.
"Anabel, paman pulang."
Anabella terlonjak senang. Segera ia berlari dan menghampiri sang paman.
"Paman? Anabella lapar." Hanya itu balasan sambutan dari pamannya.
Rehan sempat mengernyit. Tapi dia mencoba memahami, itu hanya ucapan anak kecil. Tidak mungkin Lauren sejahat itu pada ponakannya. Apa mungkin Lauren tega membiarkan Anabella kelaparan? Rehan rasa itu tidak mungkin.
"Uh, ponakan paman yang cantik ini. Harum lagi. Ternyata sedang lapar ya?" Rehan meraih Anabella ke gendongannya. Mencium pipi Anabella dengan gemas.
Rehan tidak sadar, kalau tangan Anabella ada sedikit ruam kecil akibat menggosok baju dengan tangan mungilnya.
Sesampainya di ruang makan. Rehan segera membuka tudung saji itu. Ada dua buah kotak nasi siap santap.
Melihat adegan itu. Lauren dengan kepura-puraan nya langsung mendekat. "Itu ayam bakar buat Ayah. Sengaja Ibu belikan itu. Ayah kan suka itu."
"Terimakasih Sayang, kau memang pengertian."
Lauren tersenyum penuh arti. Lalu dia menyodorkan sekotak nasi untuk Anabella. "Dan ini buat Anabella, ayam tepung empuk tanpa tulang. Dimakan ya Anabel?"
Anabella hanya mengangguk riang. Ia bahkan lupa kalau beberapa menit yang lalu dirinya disiksa. Bahkan, hampir saja penyakitnya kambuh lagi.
Bersambung.
Jangan lupa, selalu tinggalkan like dan komen kalian. Dukungan kalian, adalah semangat buat saya. Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
🍇🐊⃝⃟🍒EndahCђαη🍁❣️🕊️⃝ᥴͨᏼ🍂
dasar munafik
2022-10-19
0
🍇🐊⃝⃟🍒EndahCђαη🍁❣️🕊️⃝ᥴͨᏼ🍂
gitu dong jadi laki yg tegas
2022-10-19
0
🍇🐊⃝⃟🍒EndahCђαη🍁❣️🕊️⃝ᥴͨᏼ🍂
anak yatim piatu disia2kan siap2 azab menanti
2022-10-19
0