Part 6

[Fatimah, Madam Cindy bilang, jika kamu butuh uang banyak buat beli rumah, hubungi saja Madam karena Madam akan mencarikan kamu orang kaya untuk membeli keperawananmu!.]

Tangan Fatimah gemetar membaca dan memikirkan ini, Madam Cindy ternyata pantang menyerah untuk membujuk Fatimah menjual keperawanannya.

'Bagaimana ini? haruskah aku melakukan ini? Tapi aku memang butuh uang, obat Nandini juga seperti nya sudah mulai habis. Batin pikiran Fatimah berkecamuk memikirkan bagaimana mencari uang dengan singkat.

.

.

.

.

Keesokan harinya Fatimah bekerja seperti biasa, menyiapkan makanan dan minuman untuk tamu di dapur. Sedangkan Wati bertugas menyajikan dan mengantarkan makanan dan minuman itu langsung ke meja-meja tamu.

Tak terasa waktu menunjukkan sudah waktunya pulang, dan seperti biasa Wati dan Fatimah pulang bersama, tepatnya Wati yang mengantarkan Fatimah pulang terlebih dahulu.

Sesampainya di rumah kontrakan, Ibu pemilik kontrakan lari tergopoh-gopoh menghampiri Fatimah.

Huh..huh

Bu Marni mengatur nafas sejenak sebelum berbicara pada Fatimah.

"Syukurlah kamu sudah pulang Fatimah,"

"Ada apa, Bu?."

"I-itu adik kamu kedapatan pingsan di kontrakan oleh saya, dan sekarang adik kamu sudah di bawa oleh suami saya ke rumah sakit!" ucap Bu Marni menjelaskan situasi dan kondisi yang terjadi.

"APA?" Teriak Fatimah kaget. Wati juga tidak kalah terkejut.

"Maaf Fatimah, Ibu tidak punya nomer handphone kamu, jadi Ibu menunggu kamu pulang untuk menyampaikan berita ini."

"Iyah tidak apa-apa, Bu. Sekarang Nandini di bawa ke rumah sakit mana?" tanya Fatimah masih dengan gurat wajah khawatir.

"Rumah sakit Setiabudhi. Tunggu Ibu ikut ke sana!, Ibu kunci pintu rumah dulu.". ucap Wanita paruh baya itu lalu kembali ke rumah nya untuk mengunci pintu.

"Fatimah yang sabar yah, Aku turut sedih mendengar berita ini. Kamu jangan khawatir yah Nandini pasti baik-baik saja.".

"Iyah Wati, tapi aku takut sekali kehilangan Nandini."

"Iyah Fatimah Aku tahu kamu khawatir dan cemas. Aku pesankan taksi lagi yah?".

Fatimah menganguk setuju karena dia sudah ingin cepat menemui sang Adik.

Fatimah tidak bisa menahan rasa cemas dan khawatir kepada Adiknya Nandini.

Tidak lama kemudian Taksi yang di pesan Wati datang, Fatimah tidak menyadari itu saking cemasnya. Hingga tepukan di bahu Fatimah yang membuatnya kaget.

"Ayok kita berangkat Fatimah." seru Marni, Ibu kontrakan itu lalu masuk ke dalam taksi begitu juga dengan Wati yang duduk di sebelah supir. Fatimah pun tersadar dan masuk ke dalam taksi.

"Pak ke Rumah sakit Setiabudhi." ucap Wati pada supir Taksi itu.

"Iyah neng!".

.

.

.

Setengah jam perjalanan, akhirnya Fatimah sampai di rumah sakit. Fatimah lari tergopoh-gopoh lalu mencari ruangan dimana Nandini di rawat.

Menurut kabar dari suami nya Bu Marni, Nandini masih belum sadarkan diri. Tentu itu membuat Fatimah khawatir dan takut kehilangan adiknya.

Hingga malam tiba, Bu Marni dan suaminya pamit pulang begitu juga dengan Wati.

"Ibu pamit pulang dulu yah Fatimah, kalau ada apa-apa kamu telepon saja Ibu." ucap Bu Marni.

"Iyah Bu terima kasih atas bantuannya." Jawab Fatimah dengan raut wajah yang masih memancarkan kesedihan karena sampai malam tiba pun Nandini masih belum juga sadar.

"Aku juga pamit yah, Fatimah. Besok aku akan kasih tahu Madam Cindy kalau kamu gak bisa masuk kerja."

Fatimah menganguk dan mengucapkan terima kasih pada Wati.

Mereka pun berlalu meninggalkan Fatimah seorang diri yang sedang menjaga Nandini, di pandangi raut wajah adiknya itu, wajah nya pucat seperti tidak ada aliran darah di sana. Setetes air mata mengalir ke wajah putih mulus Fatimah hingga tanpa sadar ia terlelap tidur karena kelelahan duduk di sisi ranjang Nandini.

Keesokan harinya, Fatimah terbangun karena ada seorang suster yang sedang mengganti cairan infus pada Nandini, Di pandangi nya lagi Nandini yang masih menutup mata.

"Nandini bangun, jangan tinggalin kakak!" ucap nya.

.

.

.

Sudah jam 10 siang Fatimah menemani Nandini di Rumah sakit, dia sudah ijin ke Madam Sindy tidak masuk kerja karena sedang menemani adiknya.

Nandini akhirnya sadar setelah beberapa jam sebelumnya.

"Kak!" Rengek Nandini.

"Kenapa?," tanya Fatimah yang sedang melihat handphone barangkali ada balasan dari Madam Sindy.

"Badanku sakit semua," balasnya dengan lemah dan air mata nya pun seketika tumpah.

Fatimah dengan perhatian menyentuh dahi sang Adik untuk memastikan suhu nya tetap normal, namun ia salah. Suhu sang Adik sangat panas, Fatimah pun panik dan langsung bangkit memanggil dokter.

Dokter segera datang dengan tiga perawatnya lantas langsung memeriksa kondisi sang Adik yang sudah hampir tidak sadarkan diri, namun Dokter Bella tetap membuat Nandini tetap sadar.

"Keadaan Nandini memburuk, Nandini harus di opname di rumah sakit selama sepuluh hari dan menjalani transfusi darah karena anemia nya sudah kronis." Perkataan dokter yang tegas membuat Fatimah menjadi cemas.

"Opname Dok?" tanya Fatimah dengan raut wajah panik. Fatimah tidak hanya mengkhawatirkan keadaan Nandini saja, tapi dia juga bingung bagaimana untuk membayar biaya inap Nandini di rumah sakit sedangkan dia tidak punya uang sepersen pun.

"Menurut pemeriksaan kami tadi, bahwa ada pembengkakan jantung yang merupakan imbas dari anemia kronis. Efek samping nya membuat Nandini tidak akan bisa berjalan kembali. Saya sarankan untuk di periksa CT-scan di bagian Thotax dan Abdomen dan Biopsi" jelas sang dokter. (Maaf Author menggunakan istilah medis yang author tiru di google)

"Lakukan apapun untuk kesembuhan adik saya, Dokter!" ujar Fatimah dengan suara parau.

Fatimah memikirkan bagaimana cara supaya pengobatan Nandini tetap terlaksana. Tentunya dia sedang memikirkan biaya nya.

'Apa aku minjem uang ke Wati saja yah?,' batin Fatimah berpikir.

Lalu bergegas Fatimah mengambil gawai nya di tas dan langsung menghubungi Wati.

Panggilan pertama dan kedua tidak di angkat, namun pada deringan ketiga baru saja di angkat oleh Wati.

"Halo, Fatimah. Maaf aku tadi sedang di kamar mandi, jadi baru di angkat." terdengar suara Wati di sebrang sana.

"Tidak apa-apa Wati. Boleh kah aku meminta tolong?," tanya Fatimah hati-hati.

"Minta tolong apa?," tanya Wati.

"Bolehkah aku minjem uang untuk biaya pengobatan Nandini di Rumah sakit. Mungkin gajian aku ganti!"

"Kamu bayar pake apa Fatimah, gaji kamu di dapur gak seberapa. Dan operasi Nandini pastinya memerlukan uang yang tidak sedikit." Jawab Wati di sebrang sana.

"Aku akan cicil uangnya tiap bulan Wati."

"Hahaaaa Fatimah kamu lucu sekali. Kamu mau cicil sampai berapa bulan pun pasti uang nya gak akan bisa kamu lunasi." ucap Wati dengan nada meremehkan.

"Tolong lah Wati!, aku butuh uang untuk biaya pengobatan Nandini!."

"Kalau gitu kamu jual saja kep*rawanan mu pada Madam Cindy, beliau pasti akan memberimu uang lebih banyak, bahkan cukup untuk membayar biaya rumah sakit dan kebutuhan hidupmu ke depan.!" jelas Wati.

Degh,!

Fatimah terkejut mendengar saran dari temannya itu. 'Apa tidak ada cara lain?, apa aku harus menjual kep*rawananku?'.

Sepertinya dia harus meminjam uang kepada Madam Cindy berharap Madam Sindy mau meminjamkan uang tanpa ia harus menjual kep*rawanannya.

Flash back off

...*** MOHON BANTU LIKE DAN KOMENT YAH ***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!