Part 3

Wati membawa keluar Fatimah dari ruangan itu. Bos nya Wati terlihat seperti bisa di ajak kompromi sehingga ucapan Wati di setujui. Terlihat sekali Wati punya pengaruh kuat di sana sehingga baru saja Fatimah datang bisa di pertimbangkan kerja di sana.

Saat mereka melangkah keluar, tidak terlihat lagi keberadaan Zidan.

Di luar Wati menarik lengan Fatimah ke sudut halaman yang tidak di lalui orang-orang keluar masuk.

"Kamu jangan bikin aku malu! Kamu kira gampang dapat kerjaan ini?" Suara Wati agak menekan sambil memegang lengan Fatimah.

"Wati, ini kerjaan apa? Kamu jual diri, aku gak mau."

" Astaga! Kamu kira aku sejahat itu hingga mau menjerumuskan kamu. Ini kerjaan seperti yang kamu lihat di dalam. Ada gadis-gadis yang mengantarkan minuman ke meja-meja. Jika ada yang pesan makanan atau minuman, kamu cukup menyajikannya untuk mereka. Hanya itu."

"Aku gak mau jual diri, Wati."

"Ooh itu tidak masalah, kamu bekerja tanpa menghiraukan ajakan tamu. Intinya sama kamu, kalau kamu gak mau gak bakalan ada yang maksa. Di sini semua laki-laki itu sama, sama-sama tempat cari hiburan di luar rumah mereka. Kamu tidak perlu pikirkan kehidupan mereka yang penting dapat kerjaan, Kamu dan Nandini tidak kesulitan mencari makan bahkan bisa untuk membayar pengobatan Nandini. Kerja di sini itu lumayan, apalagi jika tamu menang judi kita akan dapat bonus."

"Aku gak mau jual diri Wati, lebih baik aku miskin dari pada hidup tapi makan dari menjual diri." Fatimah menekankan sekali lagi pada Wati.

"Aku ngga nyuruh kamu jual diri, Fatimah. Ini kerjaan hanya melayani permintaan tamu. Jika masuk pagi kamu bersihkan dulu, setelah buka baru melayani permintaan pengunjung pesan makan atau minuman. Nanti aku bisa atur satu shif sama aku, dan kerjaanmu lebih banyak di belakang menyajikan dan aku yang mengantarkan."

"Kamu kira dapat kerjaan itu gampang, kalau kita tidak punya koneksi atau kenalan, kamu mau jadi gembel.?" Sambung Wati.

Fatimah menggeleng kepala menjawab.

"Sekarang kamu pikir satu malam, aku mau kerja dulu. Jika setuju aku akan bilang pada Bos Erik. Mmmm tunggu di sini aku akan pesankan ojek online." Lalu Wati sibuk dengan Hp.

Wati masuk dengan Fatimah berdiri menunggu ojek yang di pesankan Wati. Kala sendirian, beberapa pengunjung menatapku dengan suara genit sebelum mereka masuk. Fatimah mengalihkan pandangan pura-pura tidak mendengar.

Akan tetapi pintu mobil terbuka yang tak jauh dari tempat Fatimah berdiri. Tak lama kemudian keluarlah seseorang yang ingin aku hindari dari tadi.

"Kamu mau aku antar?" Zidan mendekati Fatimah.

"Nggak usah!" jawab Fatimah tegas.

Ternyata Zidan tidak pantang menyerah, terbukti Zidan yang masih berada disana.

"Kenapa kamu marah Fatimah?, kalau tentang masa lalu kita aku minta maaf."

Fatimah cuek dan mengalihkan pandangannya ke arah lain, berharap ojek segera datang.

"Aku bisa saja membalas tamparanmu pada gadis sepertimu, karena belum ada yang berani melakukan itu kepadaku. Sepertinya akan kutampar dengan membeli harga lebih mahal, agar kamu tahu seperti apa aku. Aku tertipu dengan wajah polos lugu mu dulu, tidak menyangka kamu adalah gadis murahan."

Ojek datang, Fatimah segera naik tanpa menghiraukan ucapan Zidan. Ucapan nya berhasil melukai hati Fatimah karena semua yang ia katakan belum terbukti benar.

"Jangan menangis Fatimah, dia cuman masa lalu kamu. Dia bukan siapa-siapa kamu lagi! Jadi jangan hiraukan jika tahu keadaan mu sekarang. Hidupmu adalah milikmu, bukan untuk Mas Zidan." Fatimah berucap dalam hati, mensugesti diri. Dalam perjalanan pulang ke kontrakan, namun air mata tak kunjung berhenti.

***

Setelah dari ojek, Fatimah turun dan mengusap air mata di pipinya. Dia tidak ingin Nandini tahu kalau dia habis menangis.

Fatimah berlari menuju kontrakan, Fatimah merasa kalau dirinya gadis yang hina dengan masuk ke tempat ini. Tidak menyangka kalau teman masa kecilnya Wati menekuni pekerjaan itu sehingga bisa membuat Ibu dan Bapaknya di kampung makmur, Bahkan adik-adiknya juga bisa kuliah dan masih dari uang kiriman Wati karena Bapaknya hanya seorang petani yang menyewa tanah milik Pak Rt.

Fatimah tahu cerita itu karena pernah mendengar langsung dari Ibu nya Wati, Ibu nya Wati bercerita tentang kondisi Wati yang berhasil membantu perekonomian keluarga. Bahkan rumah mereka yang tadi nya hanya gubuk berubah menjasi rumah yang paling mewah di kampung. Inilah yang membuat Fatimah yakin untuk merantau ke kota. Dan mencari Wati untuk meminta pekerjaan, tapi ternyata yang diceritakannya itu hanya kebohongan.

Fatimah masuk ke kontrakan dan mendekati Nandini.

Namun langkah Fatimah terhenti karena ibu kontrakan bertanya.

"Mmm...."

"Iyah Bu ada apa?" Tanya Fatimah berusaha tersenyum.

"Kamu tidak apa-apa Nak?" Ibu kontrakan menatap Fatimah dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pasti melihat pakaian yang di kenakan Fatimah.

"Aku baik-baik saja kok Bu."

"Oh iya yah, tadi Ibu lihat kamu berlari ibu kira kamu sakit atau kena musibah."

"Alhamdulillah semuanya baik-baik saja."

"Oke kalau ada apa-apa jangan ragu bicara pada Ibu yah."

"Iyah Bu,"

Setelah berusaha menyakinkan jika Fatimah baik-baik saja, ibu pemilik kontrakan itu masuk kembali ke pintu masuk belakang rumah nya. Mungkin karena Fatimah tadi berlari sambil menangis menjadi pusat perhatian. Seharusnya Fatimah bisa menyembunyikan luka agar tidak ada yang tahu."

Nandini melihat Fatimah dengan pandangan yang tidak biasa. Dia heran dengan pakaian yang di kenakan kakaknya.

"Kak..," panggilnya.

"Kakak cape mau mandi terus mau langsung istirahat." ucap Fatimah lalu berlalu meninggalkan Nandini yang menatap nya bingung.

Fatimah berusaha menghindar, pasti akan banyak pertanyaan karena Fatimah pulang dengan pakaian yang tidak pantas.

Fatimah belum siap untuk menceritakan ini semua pada Nandini, biarlah Fatimah pendam sendiri. Dia tidak ingin Nandini mengkhawatirkan dirinya sehingga mengganggu kesehatan Nandini.

Setelah mandi Fatimah duduk di ranjang, memikirkan besok apakah ia akan menerima tawaran Wati bekerja di sana?. Tapi uang yang ia punya sekarang tinggal sedikit lagi, bagaimana mereka bisa bertahan hidup di kota sedangkan mereka tidak punya kenalan siapapun, satu-satunya yang Fatimah kenal hanya Wati.

Apa ia terima saja pekerjaan itu? Kata Wati dia tidak perlu melayani laki-laki hidung belang, dia cukup berada di belakang dan Wati yang akan mengantarkan minuman ke meja-meja itu.

Sekarang Fatimah harus tidur dan istirahat supaya dia besok bisa bekerja.

.

.

.

Keesokan hari nya, Fatimah sudah bangun. Seperti biasa dia membelikan Nandini makanan terlebih dahulu sebelum ia bekerja.

"Kakak hari ini mulai bekerja, jadi kamu hati-hati di rumah, yah!" ucap Fatimah sambil memakan makanannya.

"Iyah Kak." jawab Nandini patuh.

Bep Bep Bep , Fatimah menghentikan suapan makannya lalu merogoh ponsel nya dan melihat layar ponsel Fatimah dengan nama Wati. Lalu berjalan lebih jauh dari Nandini.

"Halo?"

"Kamu di mana?, Jadi kerja nggak hari ini? Aku sudah bisa bilang pada Bos Erik ia akan menerima mu karena aku, Fatimah. Kalau enggak udah banyak yang antri kerja di sini." terdengar suara Wati di telepon yang membuat Fatimah terpacu untuk bekerja.

...*** MOHON BANTU LIKE DAN KOMENT YAH ***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!