Part 5

"Sudah nanti aku jelaskan di luar saja." ucap Wati lalu menarik tangan Fatimah keluar dari ruangan Bos mereka, namun Fatimah sempat menoleh ke arah Bos Erik dan Madam Sindy yang kembali berciuman malah lebih intens, di sela ciuman mereka, Bos Erik menatap Fatimah dan mengedipkan mata nya kepada Fatimah.

Sontak Fatimah terkejut dan ketakutan.

Fatimah berbalik mengikuti Wati di belakang. Masuk keruangan tadi, menunggu instruksi dari Wati.

Tadi Wati bilang hari ini aku mulai bekerja, Fatimah bersyukur ia berada di posisi belakang bagian menyiapkan makanan dan minuman untuk tamu. Wati menepati janji kepada Fatimah dengan memberikan pekerjaan di dapur, dia tidak akan takut akan ada pandangan laki-laki melihatnya.

"Seperti nya teman-teman senang kamu menempati posisi ini." bisikan Wati sambil meletakkan sepiring kentang goreng di nampan.

"Wah benarkah?."

"Ya mereka tidak suka kerja di dapur seperti pembantu dan kulit kusam karena terkena minyak saat masak. Mereka sangat menjaga kecantikan kulit, karena itu aset buat jualan."

"Hah...?" Fatimah terpana melihat Wati.

Ucapannya seolah melakukan itu adalah hal biasa. Fatimah sampai terbengong-bengong.

"Kok malah bengong?, kan mereka juga jual jasa ranjang juga. Apalagi gadis perawan bisa di hargai ratusan juta. Dulu aku jual seratus juta, itulah kenapa rumah Ibuku di kampung bisa bagus."

"Apa kamu tidak takut dosa?"

Wati menghela nafas besar. "Aku lebih takut hidup susah. Capek di bentak rentenir di kampung, saat Bapak pinjam uang ngga bisa bayar." Lalu ia berlalu membawa nampan berisi kentang goreng itu.

Telepon berbunyi, Fatimah merasa ragu untuk mengangkatnya karena belum terbiasa. Namun, Fatimah menyadari kalau dirinya seorang diri di sini, kalau tidak di angkat nanti kena marah.

"Halo?," Jawab Fatimah hati-hati.

"Bawakan aku kentang goreng saus pedas, taburi bawang goreng dan beri sedikit keju."

"Ya Madam." Jawab Fatimah.

"Cepat Yah, Jangan sampai salah. Sekalian kopi pahit untuk Bos Erik,"

"Iyah Madam." Jawab Fatimah.

Menu yang di minta Madam Cindy segera di siapkan oleh Fatimah, Fatimah membawa makanan itu ke ruangan Bos Erik.

"Ini Madam" nampan itu di letakkan di meja. Fatimah menelisik seisi ruangan tidak ada Bos Erik hanya ada Madam Cindy di ruangan ini.

"Biasakan pakai High heels, jangan kampungan gitu!. Ini bukan kampungmu." ketus Madam Cindy sambil melihat kakiku yang hanya memakai sendal teplek.

"Iyah Madam, aku akan belajar memakainya."

"Kalau kamu butuh kerja sampingan bilang aku."

"Apa?" tanya Fatimah kaget.

"Helen tahu apa kerjaan sampingan itu, aku dengar kamu juga masih Virgin. Mungkin hargamu bisa mahal." dengan entengnya Madam Cindy menawari Fatimah kerjaan sampingan itu seolah Fatimah mau menjual diri.

"Aku tidak mau jual diri, Madam"

"Hahahaaa, kamu belum tahu aja berapa ratus juta yang di dapat hanya dalam waktu sebentar. Di sini yang lain juga begitu dulunya, tapi setelah mereka mendapatkan uang banyak, lama-lama mereka menikmatinya." lali ia menghembuskan asap rokoknya.

"Aku tidak mau kerja itu!" tegas Fatimah sekali lagi.

"Ngga masalah, lagian ini bukan paksaan. Kalau kamu berubah pikiran bilang saja Helen. Akan aku carikan yang bisa beli dengan harga mahal." Lalu ia menghembuskan asap rokok.

Setelah Madam Cindy mengucapkan itu, Fatimah keluar dari ruangan itu, dada nya sesak memikirkan ucapannya itu.

.

.

.

"Kenapa cemberut?" dagu Fatimah di colek Wati kala Fatimah sedang menuangkan minuman untuk di sajikan.

Fatimah menoleh padanya "Aku gak mau jual diri Wati."

Alisnya berkerut menatap Fatimah, "Ngga ada yang paksa kamu, Fatimah. Tapi tadi ada Mas Ganteng yang cariin kamu sebelum kamu datang?"

"Apa? Mas Zidan?"

"Iyah, tadinya aku mau menawarkan diri. Gratis pun aku mau soalnya ia ganteng dan wangi. Tapi sepertinya ia tertarik kepadamu."

"Aku tidak mau, aku tidak mau jual diri!"

"Iyah Aku tahu, lagian ini jika kamu butuh uang. Aku bisa kok carikan uang dalam waktu singkat." Lalu Wati mengambil minuman yang sudah Fatimah tuangkan kedalam gelas itu dan membawa nya ke depan.

Fatimah memutuskan untuk bekerja selama satu bulan saja, Dia tidak ingin terjebak di sini. Mungkin setelah itu ia akan berjualan gorengan kembali atau mencuci baju milik tetangga lebih baik dari pada mendapatkan uang dengan cara yang haram.

Semakin banyak godaan untuk bekerja di sini.

Fatimah pulang karena jam kerja sudah berakhir. Ada pergantian shift untuk malam sampai jam empat pagi. Di sini semakin malam semakin ramai. Namun jika sudah malam begini, ada tamu yang bawa wanita hanya sekedar menemani bermain judi.

"Bareng aku aja, aku akan antar kamu pulang biar aku tahu dimana kamu mengontrak." Wati berucap kala kami sama-sama keluar dari cafe itu. Sebelum keluar Fatimah sudah mengganti baju dengan yang lebih sopan.

"Kamu mau bertemu dengan Nandini?" tanya Fatimah.

"Lain kali saja, aku ga bawa baju ganti. Nanti malah di kira yang enggak-enggak sama adik kamu. Gini-gini aku juga tetap menjaga nama baik keluarga."

Naik taksi online kami meninggalkan cafe itu, sepanjang perjalanan Wati sibuk menerima telepon dari seseorang entah siapa. Dari yang terdengar oleh Fatimah itu laki-laki hidung belang. Fatimah mulai terbiasa dengan suasana seperti yang awalnya tabu bagi Fatimah.

"Salam buat Nandini, maaf aku ngga bisa singgah. Bilang aja aku cape." Wati memberikan kantong kresek kepada Fatimah.

"Ini apa?,"

"Itu makanan dari Cafe, tadi aku bungkus untuk makan malam kalian."

"Tapi ini ngga papa Wati?."

"Ngga papa, lagian aku sudah memberikan begitu banyak keuntungan untuk Madam Cindy. Ini mah belum seberapa."

"Ya sudah makasih yah."

"Iyah sama-sama."

Fatimah turun dari taksi, melangkah ke rumah samping Ibu pemilik kontrakan, Bu Marni. Fatimah melangkah sepulang mungkin agar tidak mengganggu karena mungkin orang-orang sudah tidur.

.

.

.

"Enak sekali Kak makanannya." ucap Nandini sambil makan bergerak dengan lahap.

Fatimah tersenyum melihat Adiknya makan dengan lahap. Entah bagaimana kalau Nandini tahu di mana tempat kakaknya bekerja.

"Iyah, habiskan makanannya!" Fatimah menjawab sambil mengunyah. Di kantong yang di berikan Wati ada dua burger dan dua cup kopi.

"Bagaimana keadaan mu hari ini Nandini?," tanya Fatimah di sela-sela mereka makan.

"Aku baik-baik saja kak, kakak ga usah khawatir." Jawab Nandini.

"Apa obat kamu masih ada?" tanya Fatimah lagi.

"Masih kak, Kakak tenang aja."

"Kalau obat kamu habis kamu bisa bilang sama kakak yah".

"Iyah Kak."

Saat Fatimah dan Nandini sedang makan, tiba-tiba mereka di kejutkan dengan handphone berdering. Segera Fatimah aliran pandangannya ke layar, ternyata ada Wa dari Wati. Lalu Fatimah membaca pesan dari Wati.

[Fatimah, Madam Cindy bilang, jika kamu butuh uang banyak buat beli rumah, hubungi saja Madam karena Madam akan mencarikan kamu orang kaya untuk membeli keperawananmu!.]

...*** MOHON BANTU LIKE DAN KOMENT YAH ***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!