Aku tak tahu, seberapa lama aku tak sadarkan diri karena pingsan akibat pukulan keras tadi.
Yang pasti, saat aku tersadar. Aku merasa kedua tanganku telah diikat di masing-masing sisi kepala ranjang. Dengan baju bagian atas yang telah terlepas dan menyisakan celana bahanku.
Hanya saja, yang membuatku risih. Saat kulihat pelayan wanita tadi sedang berada di atas tubuhku dan berusaha meninggalkan jejak basah di mana-mana.
"Rupanya, kau salah satu orangnya." Aku berujar pelan, membuat pelayan wanita yang sedang menciumi bagian leherku menghentikan aksinya seketika.
Perlahan, kepalanya terdongak untuk melihat ke arahku yang ternyata sudah terbangun.
"K-kau!"
Dia berteriak kaget dengan kedua mata yang membulat sempurna. Tampak terkejut, namun mendadak tertawa kemudian.
Fyi, selain si benalu itu, rupanya antek-anteknya juga kurang waras.
"Aku tak menduga kau akan sadar secepat ini. Yah, harusnya kau sadar 10-15 menit lagi. Dengan aku yang sudah selesai menikmati tubuhmu. Tapi, aku lebih suka bermain dengan pria yang sudah sadar sih, daripada tertidur," jelasnya dengan suara yang sengaja dicentil-centilkan.
Aku hanya menatapnya dingin. "Sayangnya aku tak berminat."
Lagi-lagi, pelayan wanita itu tertawa. Posisinya yang semula di atas tubuhku kini mulai berganti. Yah, dia menggantinya dengan duduk di atas perut bagian bawahku.
"Kau mungkin tidak berminat, tapi apa yang bisa dilakukan olehmu saat kabur saja kau tak bisa. Heh, Tuan!" Dia menyentuh daguku, lalu menyentuhnya secara sensual.
"Kedua tanganmu saja, diikat kencang. Jadi nikmati saja, surga yang aku berikan malam ini," lanjutnya lagi, sembari menyentuh bagian atas dadaku perlahan-lahan dan mulai turun ke bawah sana secara bertahap.
Sungguh, aku membencinya. Saat sejengkal demi jengkal tubuhku disentuh oleh orang yang tak seharusnya. Bukannya bernafsu, amarah malah semakin mendominasiku.
Apalagi saat jari-jemari lentik itu mulai menggerayangi di sana. Menyentuhnya pelan, dan berniat untuk membuka resleting secara terburu-buru. Aku tak bisa diam lagi.
"Aku tak menyangka, bisa tidur dengan lelaki tampan seperti tuan malam ini. Selain itu, tuan juga punya badan yang bagus, aku jadi penasaran bagaimana rasanya. Itu pasti san-"
Belum sempat pelayan wanita itu menyelesaikan ucapannya. Aku sudah lebih dulu mencengkeram dagunya dengan tanganku yang terikat tadi, begitu kuat.
Selain itu, aku juga membalikan posisi tubuh kami. Yang membuatku kini berada di atas tubuhnya sekarang.
"Uhukkk! K-kau bagaimana bisa melepaskan ikatannya?"
Pelayan wanita itu terbatuk-batuk dengan wajah yang begitu pucat. Keringat dingin juga sudah memenuhi pelipisnya saat ini. Hanya saja, dia tak bisa melakukan apapun selain menatap diriku dengan wajah yang begitu dipenuhi ketakutan sekarang.
"Kau tak perlu tahu. Karena sekarang kau harus mengucapkan selamat tinggal lebih dulu pada dunia."
Bugh!
"Heuh, sialan!" umpatku karena memilih untuk meninju kasur dari pada wajah wanita itu.
Mau seemosi apapun diriku, aku selalu berprinsip untuk tidak sekalipun memukul seorang wanita. Bukankah itu tindakan seorang pria sejati?
Dengan tatapan kosong dan mulut yang masih menganga melihat iblis menguasai diriku tadi. Pelayan wanita itu, benar-benar tak bisa berkutik. Suaranya yang tadi sempat memprovokasiku mendadak hilang ditelan bumi. Lalu ...
"Pakai bajumu, kalau perlu kau mencari pekerjaan yang lain dari pada bekerja ditempat ini. Satu lagi, jangan pernah lagi merayu pria yang bukan suamimu. Tubuh seorang wanita itu lebih berharga dari apapun dan mereka seharusnya punya harga diri yang tinggi," jelasku padanya.
Kulihat, pelayan wanita itu hanya diam dengan kepala yang tertunduk sekarang. Dia duduk menyandar pada kelapa ranjang, dengan satu tangan meremas bajunya erat, untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang terekspos.
Merasa tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Aku pun bergegas untuk pergi keluar setelah memakai kembali bajuku yang tadi berserakan di lantai. Namun, saat kakiku mencapai pintu keluar. Tiba-tiba saja, pelayan wanita itu berkata. "Tunggu, kalau boleh tahu siapa nama, Anda?"
Aku hanya diam, tanpa membalasnya. Kemudian kembali melanjutkan langkahku yang sempat terhenti tadi.
Kulirik jam dipergelangan tangan, rupanya sudah dini hari saja. Aku tak menyangka akan terjebak begitu lama di tempat ini. Hanya karena mencari si benalu itu. Sialan, dimana sebenarnya dia, sih?
Saat kakiku keluar dari ruangan sebelah, kulihat tempat ini malah semakin ramai saja. Itu memang pantas sih, apalagi untuk sebuah club malam ternama yang paling terkenal di wilayah ini.
Namun, aku memilih untuk tak melanjutkan mencari Om Lukman lagi. Kupikir, seharusnya pria itu sudah pergi sedari tadi. Terlebih, saat melihatku di sini. Ah, dia bahkan menjebakku. Untung saja, Tuhan masih melindungi diriku dari hawa nafsu.
Sejujurnya, saat aku memilih untuk meninju kasur dari pada wajah pelayan wanita tadi, selain bukan karena prinsip. Itu karena aku melihat Jiya pada dirinya.
Mungkin, usia mereka hampir mirip. Hanya saja, pelayan wanita itu memilih jalan terjal untuk kehidupan dan bekerja di sini. Atau mungkin dia memiliki masalah ekonomi yang mengharuskannys putus sekolah lebih dini dan menjadi seperti ini. Terkadang banyak sekali kemungkinan di dalam kehidupan seseorang.
Sesampainya di parkiran, aku langsung masuk ke dalam mobil. Mendudukkan diri cukup lama di sana, dengan pikiran yang campur aduk tentang malam ini.
Kuraih ponsel yang sempat kutinggal di dalam mobil. Untuk mengecek notif yang masuk.
Spontan saja, mataku langsung membulat sempurna saat melihat 40 panggilan masuk namun tak terjawab dari Jiya.
Jiya???
Segera ku kucek mataku ini beberapa kali untuk memastikan penglihatanku barusan. Tidak salah. Jiya benar-benar menghubungi lebih dari puluhan kali tadi.
Apa karena bocah itu cemas? Atau ini suruhan Momi? Aku jadi bingung memikirkannya. Terlalu banyak kemungkinan jika itu menyangkut Jiya. Lagi pula, mana mungkin dia melakukan itu karena merindukan diriku?
Aish, ayolah Fer! Jangan berharap sama sesuatu yang belum pasti. Yang ada malah bisa sakit hati nanti. Namun, senyumku seketika merekah saat melihat satu pesan dari Jiya yang hampir kulewatkan.
'Om Ferdi dimana? Jiya kangen.'
Oohhhhhhh!!!
Detik itu juga hatiku tak karuan rasanya. Ibarat stadion bola, hatiku baru saja dipenuhi sorakan dari trimbun penonton yang menyaksikan tim favorit mereka membuat gol ke gawang musuh.
Kacau! Kacau!
Masa gara-gara satu kalimat aja, udah berdamage banget ke hati? Aku tak kuat, dan aku bilang.
Kehadiran bocah setan itu terlalu menggoda dan manis untuk kutolak mentah-mentah dalam hidupku. Aku juga tak bisa menampik kalau aku mulai menyukai saat-saat bersamanya.
Sial! Apa kali ini aku benar-benar telah jatuh hati padanya? Pada si bocah rese yang usianya, bahkan terpaut jauh dariku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Gagas Permadi
Sian bgt istrinya dibilang bocah setan🤦
2024-01-06
1