Salah Paham

"Ji, bangun udah subuh." Aku menepuk bahu Jiya pelan untuk membangunkan.

Kudengar suara adzan subuh sudah berkumandang dari tadi. Tapi, sampai aku pergi mengambil air wudhu dan sudah memakai sarung dan baju koko, hendak solat.

Bocah rese itu belum juga sadarkan diri. Jiya malah semakin meringkuk, seraya merapatkan lagi selimutnya ke atas tubuh.

"Bangun, udah waktunya solat."

Lagi, aku berucap. Kali ini sedikit meninggikan intonasi bicaraku, supaya Jiya cepat bangun dari tidurnya. Tapi, dia malah menutup kedua telinga.

Menghembuskan napas berat, akhirnya kuputuskan untuk solat subuh terlebih dahulu.

Kita lihat saja nanti, jika si bocah setan itu masih belum juga bangun. Akan kupakai cara Daddy dulu membangunkanku waktu kecil.

Benar saja dugaanku, Jiya belum juga beranjak dari tempat tidur. Saking nyenyaknnya di alam mimpi, bocah itu sampai tidak sadar kalau sudah kugendong ala bridal style menuju kamar mandi. Lalu ...

Jeburr!

"Papi!" jerit Jiya syok.

Mukanya yang tadi adem ayem, kini sedikit memucat dengan semburat rona kemerahan menahan emosi, melirik ke arahku yang sedang bersedekap di samping pintu kamar mandi.

"Om Ferdi!" sentaknya, kutatap wajah bocah itu dingin.

"Apa? Mau marah-marah, huh? Lagian siapa yang disuruh bangun buat solat susah?" balasku, hidung Jiya kembang-kempis saking emosinya.

Ditatapnya mataku tajam, seolah-olah dari tatapan matanya itu bisa membuatku mundur ketakutan.

"Karena udah telanjur basah, mendingan sekalian aja mandi. Hari ini kamu masuk sekolah, kan?"

Jiya tak menjawabnya. Bocah itu malah membuang muka ke arah lain. Melihat hal itu, aku pun malas menanggapi lagi. Kupilih untuk pergi, dan berniat menyiapkan sarapan.

Sekitar satu jam kemudian, Jiya terlihat berjalan menuruni anak tangga. Aku yang kebetulan baru selesai masak telor mata sapi ingin memanggilnya, tapi melihat ekspresi wajah bocah itu yang kusut segera ku urungkan niatku barusan.

"Om, lihat kaos kaki Jiya nggak?" tanyanya.

Kupikir dia masih marah. Ternyata udah nggak, toh.

"Emang kemarin sore kamu taruh mana?" balasku sambil menyesap kopi.

Kulihat Jiya masih sibuk mondar-mandir di depan televisi. Sambil sesekali melongokan wajahnya  ke bawah kolong, mencari benda itu.

"Iih, dimana sih? Om, bantu nyariin dong!"

Sebelah alisku terangkat sebelah. Merasa heran sama tingkah bocah satu ini. Perasaan dulu zamanku sekolah, nggak ada tuh barang yang sampai hilang ketilep gara-gara naruhnya sembarangan.

"Om bantuin, Jiya udah telat nih!" teriak Jiya lagi, mukanya kelihatan frustasi.

Aku hanya bisa menghela napas berat, lalu menghampiri bocah itu. Malas, mau ribut. Apalagi, nanti siang ada meeting sama klien. Jadi, sebisa mungkin pagi ini moodku harus bagus.

Usut punya usut, kaos kaki Jiya ternyata udah masuk ke keranjang cucian kotor. Dia yang baru ngeh, cuma bisa nyengir lebar ke arahku tanpa dosa.

"Hehe ... Minhae*!"

Untung kamu punya suami yang sabar kayak aku Ji. Coba aja, kalau suamimu sukanya main banting. Beuh, abis kamu. Tentunya itu cuma kata hatiku.

Karena realitanya, aku cuma ngangkat bahu cuek sebagai jawaban. "Buruan, aku anter sebelum berangkat ke kantor."

Sebenarnya perjalanan ke sekolah Jiya nggak memakan waktu lama. Mungkin, satu setengah jam, itupun kalau kena macet dilampu merah.

Oh iya, selama perjalanan ke sekolah hanya ada keheningan. Tak ada satupun percakapan yang terjalin di antara kami. Mungkin, cuma alunan musik Peterpan yang mengalun, memenuhi seisi mobil.

Tak terasa, akhirnya kami sampai juga di depan gerbang sekolah. Jiya yang melihatku sedang memarkir mobil ke sisi jalan, buru-buru merapikan seragamnya yang sempat kusut. Lantas tanpa ba-bi-bu, Jiya berniat untuk keluar.

Hanya saja, aku sudah mencekal pergelangan tangannya lebih dulu. Membuat kepala bocah itu kontan menoleh ke arahku dengan sebelah alis mengernyit, seperti berkata, apa?

"Kenapa main nyelonong? Lupa, aku siapa?"

Kulihat ekspresi wajah Jiya berubah serius, seperti sedang memikirkan sesuatu yang sulit.

"Om Ferdi, kan?" balasnya.

Aku terkekeh pelan. Membuat si bocah setan itu makin nggak karuan. Roman-romannya dia udah mulai ngeh, aku siapa.

"Ah, iya pamitan! Maaf atuh Om, Jiya buru-buru soalnya." Jiya berkata sambil ketawa kecil.

Reaksiku cuma manggut-manggut aja. Lagian kalau kelamaan kutahan di mobil kasihan juga dia, bisa telat beneran nanti.

"Ya udah gih, masuk sana. Yang bener sekolahnya, inget jangan tidur dikelas. Sama, kayaknya nanti sore Om nggak bisa jemput kamu, deh."

"Kenapa?" potong Jiya buru-buru. "Om Ferdi, nggak berniat main dibelakang Jiya kan sama *****?" ucap Jiya sompral, yang langsung kuberi plototan gratis.

"Bilang apa kamu, barusan?"

"Nggak-nggak, Om. Canda aelah!" ngelesnya cepat sambil mukul lenganku.

"Lagian kamu ini, mana ada bercanda sama orang tua pakai omongan kasar begitu. Nggak sop-"

Mulutku langsung dibekap cepat sama tangannya Jiya. Lalu, sebelah tangannya memberi isyarat padaku untuk diam sesaat.

"Ssttt ... Ada Nadin sama Sekar di depan mobil. Om, jangan berisik, Jiya takut kita kepergok," jelas Jiya berbisik dengan jarak yang dekat sekali.

Saking dekatnya, aku bahkan bisa melihat tahi lalat kecil dibawah kelopak mata sebelah kanannya. Selain itu, nafas bocah rese ini bau permen karet.

Asem, kenapa pikiranku jadi ngeblank dan kemana-mana?

"Om!" panggil Jiya menyadarkanku dari lamunan sekarang.

"Hm?"

"Jiya pergi dulu, awas aja kalau Om ada main dibelakang sama *****. Jiya jepit tuh burung!" ancamnya sambil menunjuk ke arah celana bahanku.

Etdah, nih bocah. Kalau ngancam seram banget deh! Tapi bikin gemes.

"Emang, tampangku ini muka-muka player?"

Si Jiya mendecih pelan, namun tak membalas ucapanku barusan. Sebaliknya, bocah itu memilih untuk menutup pintu mobil, kemudian ikut menghilang diantara anak-anak sekolah yang masuk gerbang.

Setelah mengantar Jiya, aku segera berangkat ke kantor. Mungkin butuh waktu kurang dari lima belas menit tempuh, untuk sampai di kantorku.

Salah satu bangunan pencakar langit yang memiliki 14 lantai. Bergerak dalam bidang periklanan produk makanan dan minuman,

membuat kantorku juga termasuk dalam jajaran perusahaan yang paling diminati untuk bekerja. Yah, meskipun baru berjalan kurang dari dua tahun, tapi mampu bersaing dengan kompetitor lainnya.

"Pagi, Pak Ferdi!"

Seperti biasa, sapaan khas karyawan sudah menjadi makanan sehari-hariku. Belum lagi, jeritan khas karyawan magang dan wanita yang kadang sampai terdengar ditelinga. Mungkin, itu menjadi hal yang lumrah di sini.

Hanya saja, itu tak mengubah diriku yang memang tak begitu menggubris hal yang tak perlu. Kecuali satu orang.

"Ron, tolong sebelum rapat nanti kamu cari buku tentang hal-hal yang bisa mendidik anak nakal," ujarku saat melihat sahabat SMA-ku itu di koridor.

Kulihat, Aaron yang sedang berjalan seketika menghentikan langkahnya. Kemudian menoleh ke arahku dengan pandangan bertanya-tanya.

"Fer, sejak kapan lo punya anak?!" teriaknya membuat semua pasang mata kini tertuju ke arahku.

Terpopuler

Comments

yuce

yuce

mungkin ortunya gak pernah mendidik anaknya sopan santun sama orang yg lebih tua. bahkan suaminya j gak disalimin lebih dulu ngenes banget punya anak gak ada akhlaknya.

2023-03-20

4

lihat semua
Episodes
1 Bocah Setan
2 Drama Ngejemput
3 Kilas Balik
4 Ijab Qobul
5 Malam Pertama
6 Warung Angkringan
7 Salah Paham
8 Rumor
9 Gara Gara Matlis
10 Jiya Oh Jiya
11 Semua Salah Om Ferdi!
12 Tolong, Jangan Berhenti!
13 Kangen?
14 R.I.P Burung
15 Pelajaran Untuk Si Benalu
16 Sengaja Disimpan Rapat
17 Jebakan?
18 Dampak Dari Kata 'Rindu'
19 Niat Menjaga Jarak
20 Ngambek?
21 Gimana, Rasa Ciuman?
22 Modus?
23 Insiden
24 Cemburu
25 Om Ferdi!!
26 Jadi Sad Boy
27 No Prize, But Your Body?
28 Gerah
29 Godaan Manis
30 Punyaku, Titik!
31 Agresif
32 Isi Hati Jiya
33 Curhatan Aaron?
34 Ruam?
35 OB Baru dan Papi
36 Rencana Busuk Om Lukman
37 Dia Memang Parasit!
38 Aku Capek
39 Tiket Penerbangan
40 Kamar Kesayangan Jiya
41 Hampir ...
42 Menelan Ludah Sendiri (Aaron x Mila)
43 Honey + Moon
44 Nonton Konser
45 Barang Sogokan
46 Kolam Renang
47 Yang Ditunggu
48 Loh, Kok?
49 Sekat
50 Salah Paham
51 Hamil
52 Sindrome Couvade
53 Efek Ngidam
54 Sepucuk Surat?
55 Balik Nguli
56 Bintang Iklan
57 Jiya!!!
58 Pilihan Sulit
59 Pisah
60 Pelangi?
61 Bertemu Kembali
62 Tersadar
63 Tertampar Keadaan
64 Muak
65 Ciuman Pelepas Rindu
66 Jadi Stalker
67 Terbongkarnya Rahasia
68 Misi Kejar Jiya
69 Misi Kejar Jiya (2)
70 Satu Kesempatan
71 Notif Pesan
72 Sangkar Burung
73 Simulasi All Of Us Are Dead
74 Hukuman & Pengakuan
75 Curhatan Aaron (Edisi Mila Hamil)
76 Tahan Dulu, Dong!
77 Like a Monster? (Nunggu Buka Aja, Serius)
78 Butik
79 Nginep
80 Acara Resepsi
81 Setelah Resepsi
82 Bersalin (Aaron x Mila)
83 Hamidun
84 Ngidam Mangga Muda
85 Lebih Sensitif
86 Lebih Sensitif
87 Bab Spesial (Gisel Mencari Jodoh)
88 Bab Spesial (Gisel Mencari Jodoh 2)
89 Bab Spesial (Gisel Mencari Jodoh 3)
90 Bab Spesial End (Gisel Mencari Jodoh 4)
91 Punya Anak Kembar
92 Si Kembar Genius (Daniel x Winter)
93 Si Kembar Genius (Daniel x Winter)
94 PENGUMUMAN!
95 PENGUMUMAN! (WAJIB BACA)
96 Ekstra Part Tumbal?
97 Yuk Mampir! Seri Kedua Jean-Gisel
98 PENGUMUMAN! (Book ver anak Jiya sama Ferdi)
99 MAMPIR YUK!
100 Fiks, Kalian Harus Mampir Sih!
101 Gas Nggak Nih?
Episodes

Updated 101 Episodes

1
Bocah Setan
2
Drama Ngejemput
3
Kilas Balik
4
Ijab Qobul
5
Malam Pertama
6
Warung Angkringan
7
Salah Paham
8
Rumor
9
Gara Gara Matlis
10
Jiya Oh Jiya
11
Semua Salah Om Ferdi!
12
Tolong, Jangan Berhenti!
13
Kangen?
14
R.I.P Burung
15
Pelajaran Untuk Si Benalu
16
Sengaja Disimpan Rapat
17
Jebakan?
18
Dampak Dari Kata 'Rindu'
19
Niat Menjaga Jarak
20
Ngambek?
21
Gimana, Rasa Ciuman?
22
Modus?
23
Insiden
24
Cemburu
25
Om Ferdi!!
26
Jadi Sad Boy
27
No Prize, But Your Body?
28
Gerah
29
Godaan Manis
30
Punyaku, Titik!
31
Agresif
32
Isi Hati Jiya
33
Curhatan Aaron?
34
Ruam?
35
OB Baru dan Papi
36
Rencana Busuk Om Lukman
37
Dia Memang Parasit!
38
Aku Capek
39
Tiket Penerbangan
40
Kamar Kesayangan Jiya
41
Hampir ...
42
Menelan Ludah Sendiri (Aaron x Mila)
43
Honey + Moon
44
Nonton Konser
45
Barang Sogokan
46
Kolam Renang
47
Yang Ditunggu
48
Loh, Kok?
49
Sekat
50
Salah Paham
51
Hamil
52
Sindrome Couvade
53
Efek Ngidam
54
Sepucuk Surat?
55
Balik Nguli
56
Bintang Iklan
57
Jiya!!!
58
Pilihan Sulit
59
Pisah
60
Pelangi?
61
Bertemu Kembali
62
Tersadar
63
Tertampar Keadaan
64
Muak
65
Ciuman Pelepas Rindu
66
Jadi Stalker
67
Terbongkarnya Rahasia
68
Misi Kejar Jiya
69
Misi Kejar Jiya (2)
70
Satu Kesempatan
71
Notif Pesan
72
Sangkar Burung
73
Simulasi All Of Us Are Dead
74
Hukuman & Pengakuan
75
Curhatan Aaron (Edisi Mila Hamil)
76
Tahan Dulu, Dong!
77
Like a Monster? (Nunggu Buka Aja, Serius)
78
Butik
79
Nginep
80
Acara Resepsi
81
Setelah Resepsi
82
Bersalin (Aaron x Mila)
83
Hamidun
84
Ngidam Mangga Muda
85
Lebih Sensitif
86
Lebih Sensitif
87
Bab Spesial (Gisel Mencari Jodoh)
88
Bab Spesial (Gisel Mencari Jodoh 2)
89
Bab Spesial (Gisel Mencari Jodoh 3)
90
Bab Spesial End (Gisel Mencari Jodoh 4)
91
Punya Anak Kembar
92
Si Kembar Genius (Daniel x Winter)
93
Si Kembar Genius (Daniel x Winter)
94
PENGUMUMAN!
95
PENGUMUMAN! (WAJIB BACA)
96
Ekstra Part Tumbal?
97
Yuk Mampir! Seri Kedua Jean-Gisel
98
PENGUMUMAN! (Book ver anak Jiya sama Ferdi)
99
MAMPIR YUK!
100
Fiks, Kalian Harus Mampir Sih!
101
Gas Nggak Nih?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!