Pukul tujuh lebih tiga puluh menit, pagi hari. Senja belum juga keluar dari kamarnya. Sebenarnya gadis itu sudah bangun sejak tadi, tapi masih enggan untuk beranjak. Kekesalannya tadi malam masih terbawa hingga pagi.
Dia sendiri tak tahu kenapa dia bisa semarah itu tadi malam. Tapi yang jelas semua ini memang erat hubungannya dengan sosok pria tampan yang belakangan ini kerap mengganggu hati.
Ya, siapa lagi kalau bukan Dirgantara. Pria yang baru saja menyatakan cintanya itulah yang membuat Senja menjadi marah dan membenci takdir hidupnya.
Selama ini dia menutup diri dari dunia karena takut orang lain akan mengetahui jati dirinya. Tidak pernah punya teman, tidak pernah bersosialisasi dan apalagi punya kekasih. Senja mencoba menerimanya dan tidak pernah mengeluh.
Tapi kemarin sore, untuk pertama kalinya setelah lebih dari seperempat abad usianya Senja benar-benar merasa hidup seolah tak adil untuknya.
Saat untuk pertama kalinya dia punya teman, dan sekaligus akan menjadi kekasih. Tapi semua itu terancam batal karena Senja sadar siapa dirinya. Dia yang akhir-akhir ini merasa bahagia karena punya teman dan lebih bahagia lagi karena temannya itu menyatakan cinta, tapi pada akhirnya harus kecewa karena takdir mengingatkan Senja akan siapa dirinya.
Senja ketakutan. Padahal dia juga sangat menyukai Dirga. Sebuah perasaan yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. Setiap bersama Dirga, hati Senja berbunga-bunga, Senja tak bisa memungkiri bahwa ia juga menyukai Dirga. Tapi sayangnya ketakutannya saat ini lebih besar dari rasa sukanya.
Gadis itu takut kalau Dirga tahu tentang siapa dirinya pria itu akan langsung menjauhinya. Itulah sebabnya dia memilih pergi dan mengubur dalam-dalam perasaannya pada Dirga.
Dan hal itu pulalah yang akhirnya membuat dia marah pada takdirnya dan yang paling utama adalah kepada orang tuanya. Sendainya dia punya orang tua yang normal layaknya manusia, tentu dia tidak perlu merasa ketakutan seperti ini. Sendainya orang tuanya bukan Bayu samudra mungkin saat ini Senja sudah bersama dengan Dirga. Begitulah kurang lebih pemikiran Senja.
Gadis itu marah, kesal dan kecewa pada semua hal tentang dirinya. pada takdir yang seolah mengutuknya untuk selalu tertutup dari dunia.
Tok, tok, tok..
Ketukan di pintu kamar mengejutkan lamunan Senja, membuat dia semakin merasa kesal.
"Senja, kau sudah bangun nak? "
Suara ibu terdengar dari balik pintu, tapi Senja enggan menjawab.
"Senja, ayo sarapan dulu, nak. Ayah dan nenek juga sudah menunggumu di dapur. "
Sebenarnya kalau bukan karena kemarahan Senja tadi malam, Nawang wulan tidak ingin mengganggu tidur putrinya. Biasanya dia selalu membiarkan Senja bangun sesuka hatinya. Tapi sikap Senja tadi malam membuat Wulan sadar kalau putrinya sedang tidak baik-baik saja. Suasana hati Senja sedang tidak bahagia.
Itulah sebabnya Wulan mencoba memanggilnya, bukan untuk mengganggunya, melainkan karena ingin memberi pengertian pada putri tunggalnya itu.
Tapi sayangnya Senja sepertinya memang sedang tidak ingin di ganggu oleh siappapun. Ia tetap memilih diam meski ibunya sudah memanggil beberapa kali.
"Senja, ibu masuk yaa. "
Wulan tahu Senja pasti sudah bangun karena lampu kamarnya yang sudah menyala. Ibu paruh baya yang masih terlihat sangat cantik itu kemudian menerobos masuk karena Senja tak kunjung memberi jawaban.
Saat ibunya masuk, Senja buru-buru menutup wajahnya dengan selimut.
"Senja, masih marah pada ibu? " tanya Wulan dengan sangat lembut. Persis seperti sedang merayu balita yang sedang merajuk.
"Ibu minta maaf, Senja. Semua ini di luar kuasa ibu. Ibu tidak bisa merubah takdirmu."
Senja masih tetap terdiam di balik selimutnya. Masih enggan menjawab
"Benar ini semua salah ibu. Karena ibu terlalu menyayangi ayahmu. Cinta ibu buta nak dan pada akhirnya kau yang harus menanggung semuanya. Ibu benar-benar minta maaf untuk itu. "
Wulan mencoba menyingkap selimut yang menutup wajah Senja namun tak berhasil karena Senja menolaknya.
Wulan hanya bisa menghela nafasnya melihat putrinya benar-benar marah padanya.
"Apa semua ini karena Dirga, nak?"
Hening, tetap tak ada jawaban.
"Apa Dirga sudah tahu siapa kau sebenarnya dan langsung menjauhimu? "
Di balik selimut Senja menggelengkan kepalanya, tetapi sangat pelan sehingga Wulan tidak bisa merasakan pergerakannya.
"Kalau memang benar karena hal itu, itu berarti Dirga tidak tulus ingin menjadi temanmu. "
"Maksud ibu? " Senja mulai terpancing untuk bicara sedangkan Wulan nampak tersenyum tipis karena pancingannya mulai berhasil.
"Seseoarang yang benar-benar ingin dekat denganmu pasti akan bisa menerimamu apa adanya. Jadi kalau Dirga tidak bisa menerima kenyataan tentangmu, itu berarti dia bukan orang yang tepat untuk di jadikan teman."
Senja langsung membuka selimutnya. Ucapan ibunya sedikit banyak sudah mampu meredam amarahnya.
"Benarkah begitu, Bu? " tanya Senja penasaran karena selama ini dia memang tidak pernah berpikir sejauh itu. Yang ada di pikirannya hanya ketakutan kalau Dirga akan menjauhinya.
"Ya tentu saja, kalau memang dia tulus, dia pasti tidak akan mempermasalahkan tentang jati dirimu"
Senja terdiam seperti sedang mencerna ucapan ibunya. Gadis itu sebenarnya bukan bodoh, hanya terlalu polos.
"Sekarang coba kau ceritakan pada ibu, ada apa sebenarnya. Apa benar Dirga sudah tahu tentangmu? "
Senja menggeleng
"Lalu? "
Senja menatap ibunya ragu ingin menceritakan atau tidak tapi demi melihat ibunya tersenyum dengan sangat lembut membuat Senja akhirnya tergerak untuk bicara.
"Dirga menyatakan cintanya padaku, Bu."
"Oh ya? lalu apa jawabanmu? " Antusias sekali Wulan mendengar ada orang yang jatuh cinta pada putrinya.
"Aku belum menjawab apa-apa. Aku malah justru meninggalkannya begitu saja. "
"Kenapa? "tanya Wulan sambil mengerutkan keningnya. Cukup heran dengan jawaban Senja.
Senja beranjak sambil menyingkirkan selimut yang masih menutupi badannya kemudian duduk bersandar pada kepala ranjang. Gadis itu lalu menghela nafasnya cukup dalam seolah sedang melebur sesak yang selama ini menghimpit hatinya.
" Aku takut, Bu. Aku takut sekali kalau nanti Dirga tahu siapa aku lalu dia akan menjauhiku. Aku takut dia tidak bisa menerimaku. " Senja tertunduk. Raut wajahnya sangat menyedihkan.
Ibunya langsung berinisiatif mengelus rambut Senja. Ikut iba merasakan apa yang di rasakan Senja.
"Apa kau mencintainya? "
Senja langsung mendongak tetapi tidak menjawab hanya menatap ibunya dengan raut bingung.
"Apa kau juga mencintai Dirga? " Mengulang kalimat yang sama dengan harapan putrinya mau jujur tentang perasaannya.
Senja akhirnya mengangguk lemah.
"Kalau begitu berarti kalian saling mencintai. Lalu apa lagi yang kau fikirkan? "
Senja membuang pandangannya sambil kembali menghela nafasnya, sedang mencari kekuatan untuk kembali bicara.
"Justru itu, Bu. Justru itu yang aku takutkan. Aku takut Dirga akan meninggalkanku di saat aku benar-benar sudah mencintainya. Itulah sebabnya aku memilih diam dan pergi begitu saja. Aku tidak siap terluka, Bu. "
Kali ini Wulan yang menghela nafasnya. Ia cukup paham maksud putrinya.
"Apa sekarang kau bahagia? dengan menjauhi Dirga apa kau merasa bahagia? "
Wulan yakin Senja pasti akan menjawab tidak. dan benar saja, gadis itu menggeleng dan itu berarti dia tidak bahagia.
Wulan tersenyum lalu kembali mengelus rambut putrinya.
"Kau belum menjalaninya tapi kau sudah takut duluan. Kalau kenyataannya kau tidak bisa jauh dari Dirga kenapa harus menjauh? Jalani saja dulu, nanti kita akan lihat seberapa tulusnya Dirga."
"Tapi nanti kalau ternyata Dirga tidak tulus dan tidak bisa menerimaku bagaimana? " tanya Senja khawatir.
"Ya itu tandanya dia bukan orang yang tepat untukmu dan tidak layak mendapatkanmu. " Jawaban Wulan cukup tegas supaya Senja yakin bahwa meski kelak Dirga meninggalkannya itu tidak akan jadi masalah yang berarti.
"Dengarkan ibu baik-baik. " Memegang kedua pipi Senja dengan lembut.
"Cinta yang tulus itu tak bersyarat, nak. Cinta yang tulus itu adalah orang yang bisa mencintai kita apa adanya dan memerima kita seperti apapun kondisi kita. "
"Ya ! seperti ibu yang tetap bisa memerima Ayah walaupun tahu Ayah itu siapa. "
Tiba-tiba di depan pintu sang Ayah Bayu samudra sudah berdiri. Rupanya dia juga mendengar obrolan anak dan istrinya.
Wulan langsung menoleh dan tersenyum
"Sayang, kau disini rupanya? "
"Hmm, kalian terlalu lama berdiskusi. Nenek tidak sabar menunggu dan menyuruh aku melihatnya."
"Hehe, kemarilah. Aku sedang memberi pencerahan pada putriku yang sedang jatuh cinta" ucap Wulan sambil tersenyum menatap putrinya dan langsung bisa menangkap rona merah di wajah Senja, membuat dia yakin kalau Senja memang benar-benar sedang jatuh cinta.
"Ohya? siapa pemuda yang sudah berhasil membuat putriku jatuh cinta? " ledek Bayu sambil mendudukkan badannya di samping Wulan.
"Siapa lagi memangnya kalau bukan Dirga. Pria itu juga yang sudah membuatnya marah-marah tdi malam. Dia takut kalau Dirga tahu tentang siapa dia nanti Dirga akan menjauhinya. " Wulan menatap Senja, meminta pembenaran atas ucapannya. Dan Senja hanya mengangguk lemah
"Ya baiklah, Ayah paham sekarang. Intinya kau dan Dirga saling mencintai bukan? "
Senja mengiyakan dengan anggukan.
"Tapi kau takut dia tidak bisa menerimamu dan pada akhirnya meninggalkanmu? "
Kembali Senja mengangguk.
"Senjaku Sayang, kenapa kau tidak bisa melihat Ayah dan ibumu ini. Kenapa kau tidak bisa melihat betapa besarnya cinta kami. "
Senja memperharikan Ayahnya bicara. Makhluk itu tampak sangat serius saat ini.
"Lihat betapa besarnya cinta ibumu yang tetap bisa memerima Ayah walaupun Ayah sangat berbeda darinya. Ayah bahkan tidak sepenuhnya nyata. " tutur Batu seraya menggenggam tangan Wulan. Wulan sendiri langsung mengangguk dan tersenyum membenarkan ucapan suaminya.
Dan adegan romantis itu di saksikan langsung oleh Senja. Gadis itu bisa melihat dengan jelas betapa orang tuanya saling mencinta.
"Itulah cinta yang sebenarnya, Nak." Wulan menambahkan.
"Ibu yakin sedikit banyak Dirga pasti sudah bisa merasakan kalau kau berbeda dari lainnya. Dan kalau dia tetap berani menyatakan cintanya, itu berarti dia bisa menerimamu. " sambung Wulan lagi.
"Kalian berdua saling mencinta, jadi jalani saja dulu. Ya ibu paham kalau kau khawatir, tapi tidak perlu berlebihan seperti itu. Kau juga sudah dewasa. Kau harus belajar memerima kenyataan kalau seandainya suatu saat harus berpisah dari Dirga. "
"Ya benar. Jadilah putri Ayah yang kuat. Kalau Dirga tidak bisa menerimamu, berarti dia tidak pantas untuk di cintai. "
Kedua pasutri itu secara bergantian memberi petuah untuk putrinya.
Sedangkan Senja sedari tadi hanya mendengarkan sambil sesekali mengangguk. Nampaknya gadis itu sudah mulai paham dan mulai berdamai dengan keadaan.
"Lalu menurut kalian apa aku perlu jujur pada Dirga dari sekarang? "
"Tidak perlu. " Bayu menjawab cepat.
"Biarkan dia tahu dengan sendirinya. Seiring waktu Ayah yakin dia akan semakin mencintaimu. Dan kalau sudah begitu pasti dia tidak akan sanggup meninggalkanmu meskipun tahu siapa kau sebenarnya. Jadi yang perlu kau lakukan sekarang adalah membuatnya tergila-gila padamu, supaya dia tidak bisa meninggalkanmu"
"Hay apa kau sedang mengajari anak ku cara nya menjebak mangsa? " Wulan menepuk pundak Bayu. Meski ucapan Bayu tadi tidak salah, tapi tetap saja sedikit tidak enak di dengar.
"Haha.. " Makhluk itu terbahak
"Ya begitulah. Sama persis seperti aku menjebak mu dulu. " sambil mengedipkan sebelah matanya mengejek Wulan
"Dasar makhluk licik! " Wulan kembali menepuk Bayu lalu keduanya sama-sama tertawa renyah.
Dan pemandangan itu lagi-lagi terjadi di hadapan putrinya. Gadis itu hanya tersenyum sambil menggeleng- gelengkan kepalnya melihat tingkah orang tuanya. Tapi dia sangat senang melihat keduanya tetap manis dan romantis meski sudah cukup lama bersama.
Dan dari situlah dia benar-benar mulai mengerti bahwa cinta yang sesungguhnya akan tetap ada, meski yang di cinta tak sepenuhnya nyata.
**
Jngn lupa dukungannya ya semua, jngn lupa tinggalkan like n komennya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Fatonah Fatonah
Thor pokonya harus happy ending ya. buat senja bahagia sama dirga
2023-03-07
0
Peni Sayekti
maju terus senja, jangan takut
2023-03-03
0