Hari berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah seminggu sejak pertemuan Dirga dengan gadis peselancar itu. Juga sepekan setelah Queen mematahkan hatinya. Gadis itu sudah jarang menghubungi Dirga, hanya sesekali mengirirm pesan untuk sekedar menanyakan kabar atau bertanya Dirga sudah makan atau belum.
Sepertinya gadis itu ingin membiarkan Dirga tenang terlebih dahulu. Queenzi tahu Dirga sempat shok mendengar percakapannya dengan teman nya tempo hari. Dan ia yakin penjelasan apapun saat ini tidak akan mampu membuat amarah Dirga mereda. Karena ia mengambil jeda sejenak dengan tudak terburu-buru menemui Dirga. Gadis itu menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan.
Sementara Dirga, meski masih sangat terluka, tapi dia tetaplah seorang pria. Seperti yang kita tahu. Pria lebih bisa menyembunyikan rasa sakitnya. Ia selalu bisa terlihat biasa saja meski hatinya remuk redam.
Lagipula Dirga juga punya kesibukan luar biasa yang membuatnya sedikit banyak bisa mengabaikan rasa sakitnya. Terlebih perusaan nya sedang benar-benar memerlukan kerja kerasnya. Untung saja selama sepekan terakhir kondisi perusahaannya mulai stabil. Satu persatu masalah bisa di atasi dengan baik.
Siang ini saat jam makan siang tiba, pria dengan ketampanan di atas rata-rata itu tidak mengambil waktu istirahatnya. Ia masih tampak berjibaku dengan berkas-berkas di mejanya. Bahkan saat sekertarisnya mengajaknya makan siang pria itu menolaknya.
Sampai beberapa saat kemudian saat ia merasa lehernya kaku karena terlalu lama menunduk, barulah dia beristirahat sejenak. Tapi itupun tidak sampai meninggalkn ruangan. Dirga masih tetap di kursinya. Ia menyandarkan kepalanya untuk melemaskan otot lehernya.
Entah karena terlalu lelah atau terlalu nyaman dengan posisinya, pria itu akhirnya terlelap di atas kursi dengan kepala menengadah keatas.
Dirga cukup terlihat nyaman meski tidak dalam posisi layaknya orang tidur. Tapi sayangnya itu tak berlangsung lama. Hanya sekitar dua puluh menit sebelum akhirnya ia terlonjak dari tidurnya.
Pria itu melihat ke kanan dan ke kiri kemudian menghela nafasnya. Menyadari bahwa apa yang ia alami barusan hanyalah mimpi.
"Gadis itu lagi. " gumamnya pelan mengingat yang baru saja mengganggu istirahatnya adalah Senja. Gadis bermata kemerahan atau si peselancar handal dengan raut wajah sperti devil dalam film-film horor.
Dalam mimpinya kali ini Senja kembali mencekiknya kemudian meleparkannya secara asal. Saat tubuhnya terlempar itulah kemudian Dirga terjaga.
"Kenapa aku sering memimpikannya? dan kenapa mimpinya selalu menakutkan begitu? " kembali bergumam sambil memijit tengkuknya yang masih terasa berat.
Dirga kemudian beranjak dan berdiri di depan jendela kaca. Wajah senja tiba-tiba mengganggu fikirannya. Ada sebersit tanya di hatinya tentang siapa Senja. Tentang wajahnya yang selalu terlihat seperti orang marah. Tentang sikap tertutupnya yang menurut sebagian orang tidak atau jarang sekali berbicara.
Dan satu lagi. Senja adalah gadis pertama yang menolak berkenalan dengannya. Dan jujur saja itu memantik rasa penasaran dari Dirga untuk semakin mengenal Senja.
Meski wajahnya menakutkan. Selama dia bukan makhluk jadi-jadian, Dirga yakin pasti bisa mengenalnya.
Seulas senyum nampak tersungging dari bibir seksinya. Sepertinya Dirga punya rencana untuk menemui Senja sore nanti.
***
"Langsung pulang atau kemana, Tuan? " Supir Dirga membukakan pintu sambil bertanya tujuan Dirga selanjutnya karena beberapa hari ini memang Dirga sibuk dan jarang langsung pulang saat keluar kantor.
"Tidak, kita ka pantai. "
"Pantai? " Pak supir mengulang ucapan Dirga. Untuk sejenak dia bingung, tapi kemudian mengangguk karena mengingat tempo hari tuan mudanya juga pernah kepantai. Mungkin udara sejuk di pantai membuat Tuan Dirga jadi ketagihan untuk kembali kesana, fikir pak supir.
Tapi sampai di pantai Dirga tidak menemukan apa yang ia cari. Ia tidak melihat Senja sedang menari-nari dengan papan skinya. Bahkan setelah menunggu beberapa saat pun Senja tidak juga muncul.
Dirga melihat ke sekeliling kemudian secara tak sengaja matanya melihat pria yang tempo hari pernah berbincang denganya perihal Senja. Pria itu sedang bermain air bersama anak kecil yang kemungkinan besar adalah anaknya. Karena wajah mereka memang mirip.
"Hay, apa kau melihat senja? Hmm maksudku apa Senja hari ini tidak berselancar? "
Pria itu menoleh karena tiba-tiba ada yang bertanya padanya. Entah dia mengenali wajah Dirga atau tidak, tapi kemudian dia menggeleng.
"Senja tidak berselancar sejak kemarin. Aku dengar dia sedang sakit. "
"Ooh, " Dirga mengangguk. Entah kenapa dia sedikit kecewa mendengar senja tidak berselancar. Itu artinya dia tidak bisa bertemu Senja sore ini.
Dirga kemudian memilih meninggalkan pantai. Untuk apa? toh yang di carinya tidak ada. Angin pantai memang menyejukan, tapi tetap saja, bukan itu tujuannya kemari.
Tapi saat berjalan menuju area parkir. Langkah Dirga terhenti karena melihat gadis yang sedang dicarinya. Gadis itu duduk di bawah salah satu pohon nyiur tepi pantai.
Dirga berfikir sejenak. Ragu apakah ingin mendekat atau tidak. Tapi mengingat tujuannya kemari memang ingin bertemu Senja, Dirga akhirnya memutuskan mendekat.
"Sore, Senja. " Dirga berusaha bersikap seramah mungkin. Meski itu jauh di luar kebiasannya.
Senja menoleh. Memperlihatkan wajah pucat dengan mata kemerahannya yang seketika membuat Dirga terkejut.
'Wajahnya pucat sekali. Berarti benar dia sedang sakit'
Sejujurnya Dirga agak sedikit ngeri melihat wajah Senja. Tapi entah kenapa dia tetap berusaha bersikap biasa saja. Toh Senja itu manusia kan, bukan hantu, fikirnya.
Seperti biasa Senja tidak menjawab ucapan Dirga. Tapi kali ini ada yang beda, gadis itu tidak menunjukan tatapan tajam dan juga seringai nya yang serinng terlihat seperti malaikat pencabut nyawa.
Ekspresi wajah Senja datar, bahkan cenderung seperti sedang sedih. Mungkin karena dia sedang sakit. Dan justru itulah yang membuat Dirga tidak serta-merta kabur.
"Kau tidak berselancar? atau kau sedang sakit? "
Pertanyaan kedua Dirga tetap tak mendapat jawaban dari Senja.
'Sebenarnya dia ini bisa bicara atau tidak sih? '
"Maaf kalau aku mengganggumu Senja, aku hanya---"
"Senja tidak bicara pada orang asing. " Sebuah suara memotong ucapan Dirga. Suara yang di yakini Dirga bukan milik Senja.
Suara itu berasal dari belakang Senja dan Dirga yang langsung membuat Dirga menoleh.
Soerang perempuan yang tempo hari menyuruh Senja pulang. Yang di yakini Dirga sebagai kakaknya Senja sudah berdiri di belakang mereka. Perempuan yang mirip dengan Senja tapi raut wajahnya jauh lebih ramah, anggun dan bersahabat.
"Maaf, aku hanya ingin menyapa Senja, " Dirga memberikan alibinya supaya tidak di anggap sedang mengganggu Senja.
"Hmm, tapi Senja memang tidak terbiasa dengan orang asing. Jadi sebaiknya kau jangan mengganggunya, atau---"
Perempuan itu tidak melanjutkan kalimatnya seolah menyadari sesuatu.
"Lupakan, " ucapnya lagi sambil mengibaskan tangannya.
Tentu saja hal itu membuat Dirga semakin heran. Atau apa? tanyanya dalam hati, tak berani berkata langsung.
"Sudah petang, Senja. Ayo pulang. " Ajak perempuan itu pada Senja.
Senja tidak menjawab, tapi langsung beranjak mematuhi perintah perempuan itu. Padahal kemarin waktu mereka bertemu. Dirga masih bisa mendengar Senja bicara pada perempuan itu. Tapi. Tapi sekarang bahkan pada perempuan itupun dia tidak mau bicara.
Sebelum pergi perempuan yang menyuruh senja pulang sempat memandang pada Dirga seolah sedang berpamitan dan Dirga sendiri entah sadar atau tidak langsung mengangguk. Entahlah sejak kapan pria itu jadi seramah itu.
Dirga memandangi kedua perempuan itu berlalu dari hadapannya.
Sungguh dua bersaudara yang berbeda sikap,. Yang satu ramah yang satu lagi seperti singa lapar yang sangat ganas dan juga menakutkan tentunya.
Tapi Sikap Senja hari ini yang tidak seperti biasanya semakin membuat Dirga penasaran.
'Ada apa dengan Senja, dia hanya terlihat sedang sakit, tapi sepertinya dia juga sedang sedih. Kenapa ya dia?'
"Akkh ! kenapa aku jadi peduli padanya." Dirga mengacak-acak rambutnya. Kesal pada pikirannya sendiri.
'Tapi gadis itu memang unik. Lain dari gadis kebanyakan. Aku bahkan belum pernah bertemu gadis seperti itu. Aku jadi makin penasaran padanya. '
Dirga melanjutkan langkahnya meninggalkan pantai dengan hati dan pikiran yang terus saja berbicara sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Ujung Harapan
senja manggil ke-dua orang tua nya apa tho?? penasaran akuh😁
2023-07-03
1