Cucu Kesayangan

"Kenapa tiba-tiba seperti ini?” Aziz menatap Naya tak percaya.

Naya hanya tersenyum getir.

“Hanya ini jalanku satu-satunya agar aku bisa tetap bersama dengan anakku.”

“Kamu ibu kandungnya. Jika mereka mengajukan hak asuh anak, pengadilan pasti akan memenangkanmu.”

“Tidak. Mereka orang yang sangat kaya dan juga memiliki kekuasaan. Memenangkan hak asuh Yumna bagi mereka akan semudah membalikkan telapak tangan.”

Aziz kelihatan frustasi. Dia tak rela wanita yang selama ini dia cintai dengan diam-diam akan menikahi laki-laki lain.

“Acara pernikahannya tiga hari lagi. Kalau kamu ada waktu luang, aku ingin kamu hadir. Kamu temanku yang paling baik yang selama ini telah banyak membantu aku dan Yumna. ” Naya tersenyum sambil menatap Aziz.

Aziz langsung memalingkan wajahnya, tak ingin Naya melihat wajahnya yang tengah kecewa dan sedih.

Naya berpamitan, kembali masuk ke dalam ruang guru. Sementara Aziz hanya bisa menatap kepergiannya dengan perasaan sendu. Tak menyangka jika wanita idamannya akan menikahi pria lain bahkan disaat dirinya belum sempat mengutarakan isi hatinya selama ini.

Aziz berjalan menuju mobilnya, lalu terdiam sejenak karena melihat Yumna yang sedang bermain di taman. Dia bahkan juga sudah jatuh cinta pada gadis kecil itu, sudah sangat menyayanginya dan berharap bisa menjadi ayahnya.

Dirinya kini juga hanya bisa menyesal karena tak sempat mengutarakan perasaannya. Tak sempat mengatakan jika sebenarnya dirinya menginginkan hubungan lebih dari sekedar pertemanan.

**

Pernikahan dilakukan di KUA, sesuai permintaan Naya yang hanya ingin pernikahan dilakukan dengan sangat sederhana, hanya dihadiri oleh beberapa orang saja.

Kevin lalu datang bersama kedua orang tuanya. Acara segera dimulai, dengan wali hakim sebagai wali nikahnya, Kevin melakukan ijab kabul dengan lancar.

Setelah dinyatakan sudah sah menjadi pasangan suami istri secara hukum agama dan negara, Kevin segera menggendong Yumna lalu menciuminya, kedua orang tuanya-pun melakukan hal yang sama, mereka tampak bahagia karena kini bisa tinggal bersama dengan sang cucu.

Sementara Naya, tentu saja juga ikut senang melihatnya. Melihat Yumna putrinya bahagia sudah cukup baginya, dia tahu jika sang putri kini merasa sangat bahagia karena sudah menjadi seperti teman-temannya yang lain, mempunyai keluarga yang utuh, ada ayah juga kakek dan nenek yang akan selalu menyayanginya.

Untuk kebahagiaannya sendiri, Naya tidak terlalu memikirkan hal itu, dia tahu pernikahannya hanya sebatas kesepakatan, dia sudah bersiap menghadapi ketidakbahagiaan yang akan nanti dirasakan dalam perjalanan rumah tangganya.

Hari itu juga setelah dari KUA, Naya dan Yumna diharuskan langsung pindah ke kediaman keluarga Cahyo dengan diantar oleh Kevin.

Bi Wati memeluk Yumna dan menciuminya.

“Jangan lupakan bi Wati ya neng,” ucapnya dengan sedih. Walaupun dia ikut senang karena akhirnya keinginan Yumna untuk mempunyai keluarga yang utuh terlaksana, tapi berpisah dengan anak yang sudah diasuh olehnya sedari kecil tetap membuatnya sedih, Yumna sudah seperti cucunya sendiri, rumah mereka yang bersampingan membuat seakan mereka adalah keluarga, jika ibunya pergi maka Yumna akan dititipkan padanya.

“Bi. Terima kasih banyak atas semuanya ya.” Giliran Naya memeluk Bi Wati.

“Iya Neng. Sering-sering ya main kesini. Bi Wati pasti akan kangen sama kalian berdua.”

“Iya bi. Kita pasti akan sering main kesini.”

Bi Wati lalu mengantar keduanya mendekati mobil Kevin. Kevin yang sedari tadi menunggu di dalam mobil, segera membantu mereka memasukkan koper ke dalam bagasi mobil.

Sepanjang perjalanan Yumna tampak asik mengobrol bersama Kevin, keduanya sudah semakin akrab, apalagi kali ini Yumna sudah tak segan lagi memanggil Kevin dengan sebutan ayah.

Sedangkan Naya hanya diam hanya sesekali menjawab saat Yumna bertanya padanya.

Tak lama mereka sampai di rumah besar dan mewah itu, kedatangan mereka rupanya sudah ditunggu oleh Yanti yang dengan wajahnya yang sumringah menyambut kedatangan cucu kesayangannya.

Yanti langsung memeluk dan menciumi cucunya, dia lalu membawa Yumna masuk karena suaminya juga sudah menunggu cucu mereka, sementara Naya sama sekali tak disapanya, berjalan paling belakang dengan menarik koper miliknya.

Yanti dan Cahyo dengan semangat menunjukkan kamar yang khusus mereka persiapkan untuk sang cucu, tentu saja Yumna melompat kegirangan melihat kamar bernuansa pink dengan banyaknya boneka juga mainan untuknya.

“Ini semua untuk Yumna, cucu nenek tersayang.” Yanti seakan tak bosan untuk terus memeluk dan menciumi sang cucu.

Semuanya tampak senang dan bahagia, begitu juga dengan Naya, walaupun tak ada seorangpun yang sepertinya memperdulikan kehadirannya.

Mereka semua fokus pada Yumna, seakan tak peduli akan keberadaan Naya disana.

Naya lantas memilih untuk memasukkan baju milik Yumna ke dalam lemari.

“Baju-bajunya yang lama tidak usah dimasukkan lemari, tetap simpan saja dalam koper, lemari sudah penuh dengan baju-bajunya yang baru.” Yanti mencegah Naya untuk membuka koper Yumna.

Naya tertegun kaget. Namun kemudian dia tersenyum dan mengangguk mengiyakan.

Tiba-tiba Yumna berlari mendekati ibunya.

“Bunda. Lihat kamar kita bagus kan?”

Naya mengangguk sambil tersenyum.

“Iya sayang. Bilang terima kasih pada kakek dan nenek.”

Yumna dengan patuh menuruti perkataan ibunya.

“Sama-sama sayang. Tapi ini bukan kamar kalian, ini kamar untuk Yumna saja. Kalau bunda punya kamar sendiri.”

“Oh ya? Kalau begitu Yumna mau lihat kamar untuk bunda.”

Yanti mengangguk. Dia mengikuti sang cucu yang menariknya keluar kamar, diikuti oleh semua orang.

Beberapa saat kemudian.

Ketiganya telah sampai di sebuah kamar, Yanti melihat Naya dan mengatakan jika ini adalah kamarnya.

“Wah kamar ayah dan bunda juga bagus.” Yumna melompat kegirangan.

Mendengar itu Yanti langsung tertegun, dia lalu meminta Yumna untuk pergi menyusul ayah dan kakeknya yang sudah pergi duluan ke ruang makan untuk makan siang bersama.

“Nanti nenek sama bunda menyusul.”

Setelah Yumna pergi, Yanti melihat Naya.

“Ini sebenarnya adalah kamar tamu. Kamar putraku di lantai atas. Kalian tidak akan tinggal satu kamar.”

Naya langsung tersenyum.

“Sebaiknya memang seperti itu.”

Yanti mendelik kesal. Dia tak menyangka kedua putra kesayangannya akan menikahi wanita yang sama, wanita biasa yang jauh dari kriterianya sebagai menantu idaman. Jika bukan karena Yumna cucunya masih membutuhkan sosok seorang ibu, maka sebenarnya dia tak sudi mengajak wanita itu untuk tinggal dengannya.

“Putraku menikahimu hanya demi Yumna, jangan berharap lebih pada pernikahan ini.”

“Saya juga bersedia menikahinya hanya demi Yumna, nyonya tenang saja saya tak menginginkan apapun darinya.” Naya menjawab dengan lugas.

Yanti tersenyum sinis.

“Baguslah kalau kamu mengerti.”

Dia segera pergi meninggalkan kamar.

Sementara Naya, tertegun mendapati perlakuan sinis dari mertuanya, untungnya dia sudah mempersiapkan mentalnya untuk itu, dia tahu jika dirinya tak akan mudah diterima oleh keluarga itu karena yang mereka inginkan hanya Yumna.

***

Hari pertama di rumah itu, Yumna sudah diperlakukan bak putri raja, perhatian kakek dan neneknya hanya tertuju untuknya, senantiasa bertanya apa kehendak sang cucu dan akan segera mengabulkannya.

Namun Yumna tetaplah Yumna anak sederhana hasil didikan ibunya, dia tak mau apapun dan mengatakan jika semua yang sudah mereka belikan untuknya sudah cukup.

“Kata bunda kita tidak boleh serakah. Itu tak baik.” Yumna menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Tidak apa-apa sayang. Kamu bisa mengatakan pada nenek dan kakek kamu minta dibelikan mainan apa lagi?”

Yumna tetap menggelengkan kepalanya.

Selagi keduanya mengobrol, Naya masuk ke kamar Yumna untuk menyuruh putrinya mandi sore.

“Ayo sayang nenek akan memandikanmu.” Yanti mencoba membantu cucunya membuka baju.

Yumna kembali menggelengkan kepalanya sambil berjalan menuju kamar mandi.

“Yumna bisa sendiri kok nek,” ucapnya sambil akan menutup pintu kamar mandi.

“Sayang hati-hati licin. Biarkan nenek membantumu.” Yanti berteriak panik di depan pintu kamar mandi.

Tak ada jawaban membuat Yanti gelisah ketakutan jika cucunya bisa saja jatuh karena mandi sendiri.

“Dia sudah terbiasa mandi sendiri,” ucap Naya membuat Yanti kaget.

Yanti langsung melihat Naya kesal.

“Kamu membiarkan anak sekecil itu mandi sendiri?”

“Usianya sudah lima tahun, sudah harus diajarkan untuk mandiri, selain mandi sendiri, aku juga sudah mengajarkannya untuk memilih dan memakai bajunya sendiri, makan sendiri, memakai sepatu dan bahkan membereskan tempat tidur juga meja belajarnya sendiri.”

“Apa?! Kamu sudah menyuruhnya untuk melakukan itu?”

Naya mengangguk yakin.

“Keterlaluan!” Yanti terlihat emosi.

“Usianya masih lima tahun, harusnya dia masih dilayani dan dimanjakan!” Yanti memelototi Naya.

 

Terpopuler

Comments

Miss Typo

Miss Typo

tadinya Alhamdulillah sang nenek mengerti bijak, dan sekarang hilang sudah rasa kagumku.
semangat Naya

2025-01-02

0

ferdi ferdi

ferdi ferdi

nenek aku sempat memujimu tapi melihat sifatmu yg sekarang aku jadi benci

2024-12-13

0

fitriani

fitriani

yaelah mak lampir pake segala marah k naya kl gak ada naya blm tentu cucumu itu hidup..... masih untung diajarin hal yg bnr bknnya makasih malah marah2

2024-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!