Malam kian larut, hawa dingin kian menusuk tulang, Nisa, Ani, dan Bi Kira sudah terkelap, sementara aku sendiri segera berwudu dan melaksanakan solat, setelah itu membaca wiridan.
Karena terlalu lama membaca wiridan, aku merasa sangat kehausan. Akupun segera pergi ke dapur untuk minum.
Srek Srek Srek
Di luar, terdengar suara yang mirip denga langkah kaki yang berjalan mengendap ngendap.
Aku pun bergegas ingin memeriksa keluar, tapi baru saja aku akan membuka pintu, tiba-tiba dari dalam kamar terdengar suara Nisa menjerit.
"Koloor! Moon, ada koloor!" teriaknya membelah kesunyian.
"Astagfirullah, si Nisa apa-an sih, masa lihat kolor sampe triak triak-kaya gitu?" gerutuku sambil menggeleng dan berdecak kesal.
"Astagfirullah, kolor?Jangan-jangan, maksud Nisa kolor ijo?"
Mataku membeliak ketika teringat si kolor ijo, aku pun segera berlari ke arah kamar..
Tepat di jendela kamar Ani, terlihat seorang laki-laki bertelanjang dada dan hanya memakai kolor berwarna hijau.
"Heh siapa kamu?" Aku segera berlari ke arah jendela untuk menghalau orang itu. Melihat aku berlari, orang berkolor ijo itu kembali melompat keluar.
"Heh kurang ajar, mau ke mana kau?" Hardikku ingin melompat ke jendela, namun dicegah Bi Mira.
"Jangan Mon, biarin aja, bahaya!" cegah Bi Mira sambil memegangi tangaku.
"Tidak, Bi. Aku harus kejar orang itu. Bibi di sini saja atau bibi minta pertolongan warga desa, biar warga membantuku menangkap orang itu?: ujarku sambil segera melompat ke jendela mengejar laki-laki berkolor ijo itu.
Dari kejauhan, kulihat laki-laki itu terus berlari. Aku terus mengejarnya hingga tak terasa aku sudah berlari jauh bahkan sudah keluar dari batas desa Cikoneng.
Laki-laki itu terus berlari hingga tepat di pinggir hutan dia berhenti seketika dan berbalik menghadapku.
"Hahaha akhirnya kau kena juga, hei gadis bodoh!" teriak lak- laki itu sambil terbahak-bahak membuatku menyadari satu hal. Kini kusadari bahwa laki-laki itu cuma memancingku untuk meninggalkan rumah dan menjauh dari desa Cikoneng.
Dasar pengecut, jadi kau sengaja memancingku agar keluar kampung hah?" bentakku pada si penjahat berkolor itu, dia malah tertawa terbahak bahak dan tiba-tiba saja ada suara tawa yg lain yg menyertainya, dan tak lama kemudian di sekelilingku sudah berjajar beberapa orang laki-laki bertubuh tegap.
"Hahah ... akhirnya kita bertemu lagi, Cah ayu," ucap salah satu laki laki gempal itu dan suara itu seperti nya aku pernah mendengarnya..
Yah tak salah lagi orang-orang ini adalah kawanan begal kemaren, mereka pasti mau balas dendam.
"Ouh sudah kuduga kalian smua adlah satu kelompok.. dasar pengecut, kalian cuma berani di balik topeng," jawabku lantang membuat para penjahat itu semakin terbahak bahak. (Entah apa yang lucu menurut mreka)
"Jangan banyak bacot kamu hei perempuan! Kali ini kau pasti akan mati di tangan kami"
"Woow, sejak kapan kamu diberi bocoran tanggal kematian oleh malaikat, hei pengecut?" Ledekanku semakin membuat mereka geram.
"Dasar gadis bawel, mati lah kau!" teriak salah satu dari mereka sambil menyerangku dengan ganas.
Akupun segera menghindar dan melancarkan serangan balasan pada mereka yang mulai mengeroyokku.
"Allahuuma ya Qowiyyu ya matiin, Qowwini biquwwatik, La haula wa la quwwata illa bika ya Qowiyyu ya matiin." Sambil melancarkan seranganku, aku tak henti hentinya melafalkan doa.
Sampai akhirnya aku berhasil membuat mereka jatuh tersungkur. Namun, belum sempat aku meringkus mereka, dari belakangku terdengar suara perempuan minta tolong.
"Toloong, Moonaaa, toloong aku!" teriak wanita itu dan ternyata itu adalah Nisa yang disandera oleh salah satu dari begal itu.
"Dasar begal pengecut, beraninya kalian main curang. Lepaskan dia!" hardikku pada mereka, tapi mereka malah menyerangku dari belakang.
Buugggh!
Satu tendangan dari salah satu Begal itu berhasil mendarat tepat dipunggungku hingga membuatku terhuyung ke depan dan jatuh tersungkur.
Melihat aku terhuyung, mereka sepertinya akan melancarkan serangan lagi. Namun, tiba-tiba saja ada suara laki-laki yang berteriak mencegah mereka.
"Hentikan, lepaskan mereka! kurang ajar kalian, beraninya kalian main keroyokan pada perempuan!" teriak laki-laki yang tiba ternyata adalah Pak Lurah.
"Pak lurah?" ucap salah seorg penjahat itu, sepertinya terkejut melihat Pak Lurah. Yang lebih membuatku heran, penjahat itu mengenal Pak lurah.
"Yah, ini aku. Cepat lepaskan gadis itu!" Pak lurah segera menyerang kearah begal itu. Anehnya para begal itu kelihatan kikuk dan kebingungan antara i menyerang pak Lurah atau mundur.
"Neng Moonaaa, Neng Nisaaa, kalian dimana?" Dari arah desa terdengar suara warga memanggil namaku. Suara itu semakin mendekat dan terlihat lah rombongan warga yang berjalan ke arah kami.
Mendengar suara warga, para begal itu makin kebingungan. "Cepat pergi dari sini atau kalian akan kuserahkan pada warga!"
Aku menoleh ke arah Pak Lurah yang tiba-tiba menyuruh mereka pergi, mereka pun segera melompat menjauh dari kami.
Melihat para penjahat itu kabur begitu saja, aku gegas mencegah mereka. "Hei, mau kemana kalian? Pak Lurah kenapa Bapak membiarkan merka pergi?" tanyaku dengan berteriak kencang, tapi Pak lurah hanya diam, dia malah mendekat dan menanyai kabarku.
"Bagaimana keadaanmu, Mon? Mari bapak bantu berdiri," ujarnya sambil mengarahkan tangannya ingin memapahku, tapi aku menepisnya denga kasar. Aku sungguh kesal dengan kelakuan Pak Lurah yang membiarkan para penjahat itu pergi.
"Tak usah bantu saya, Pak. Saya masih bisa bangun sendiri!" ketusku sambil berusaha segera berdiri dan langsung dipapah oleh Nisa.
"Neng Mona, neng Nisa, kalian disini? Eh ada Pak Lurah juga, mana para penjahat itu, Neng?" tanya salah satu warga yang datang menolong kami.
"Mereka sudah kabur, Oak," jawab pak Lurah mendahuluiku. Sungguh menyebalkan tingkah orang satu ini. Pandai sekali bersandiwara.
Aku benar-benar tak paham dengan dia, apa sebenarnya dia adalah dalang dari teror ini? Aku melihat asap itu masuk ke rumah pak Lurah, tapi kenapa dia sekarang menolongku?"
"Ya udah, ayo kita pulang, Neng!" ajak warga itu pada kami. Aku pun mulai berusaha untuk berjalan dengan dipapah oleh Nisa. Kami dikawal para warga hingga kami sampai di rumah paman.
Moon, gimana keadaan kamu nak?" tanya Bi Mira yang menjemputku di depan halaman rumahnya.
"Alhamdulillah saya dan Nisa tidak apa apa, Bi," jawabku sambil berjalan tertatih masuk ke rumah.
"Sayangnya kita gagal lagi menangkap si kolor ijo, siapa sih sebenarnya tuh kolor ijo?" sahut salah seorang warga desa yang mengawal kami.
"Si kolor ijo itu satu kelompok sama para begal yang selalu mengganggu warga di jalan." aku menimpali perkataan warga itu, sehingga membuat mereka tercengang.
"Apa neng Mona pernah melihat wajah mereka?" tanya warga yang lainnya.
"Iya, saya tahu salah satu di antara mereka, tapi saya belum bisa mengungkapkan siapa dia, krn saya ingin mengungkap siapa dalang di balik semua teror Di desa ini. Apa pak Lurah mau membantuku?" Kali ini Aku menjawab sambil melirik ke arah Pak Lurah. Pak Lurah terlihat memaksakan tersenyum mendengar perkataanku.
"Ii-iya pasti Mon, itu kan sudah tugas saya," jawabnya gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments