"Mah, ayo kita lari. Orang itu akan mengejar kita!" Faiz makin ketakutan, dia menarik tangan yang dia kira tangan Marni kemudian dia berlari kencang.
"Eh, Pah, Paah, mau kemana? Pah, kan mamah udah bilang jangan lari, Pah!" Marni berteriak-teriak memanggil Faiz yang berlari mendahuluinya. Ternyata yang diajak Faiz berlari bukan Marni.
"Ya Allah, Paah, kok, malah aku ditinggal sendiri begini? Ah, kenapa dia gak dengerin aku sih? sekarang kemana aku harus mencarinya di kegelapan begini? Jin itu pasti akan membawa papah ke alamnya." Marni bermonolog sendiri.
Dia kemudian melanjutkan perjalanan sambil memanggil-manggil nama suaminya.
Sementara itu Faiz terus berlari kencang, sambil menggenggam sosok di sampingnya yang dia kira Marni.
"Ah..ah ..ah..mah Sepertinya kita sudah aman mah, kita berhenti dulu ya, papah cape." Faiz berjongkok dengan napas tersengal-sengal.
"Aaahh, Kenapa mamah diam saja? Mah?" Faiz menoleh ke samping, "aaaa, kenapa wajah Mamah berubah menyeramkan?" jeritnya histeris ketika melihat wanita yang dia kira istrinya kini telah berubah menyeramkan.
"Ahhgkk, hggghh, Kamu sekarang ikut aku, kamu akan kami tahan sampai ada yang membebaskanmu. Kalau tidak ada, kamu akan menjadi budak kami di sini," ujar Jin yang membawa Faiz ke alamnya.
"Akhhh tidaakkk!" Faiz pun kembali menjerit dan jatuh pingsan.
Sementara itu Marni, dia tetap berteriak-teriak memanggil suaminya. "Paah, papah di manaaa? Marni tak henti-hentinya memanggil Faiz sampai akhirnya dia melihat ada beberpa cahaya lampu kendaraan roda dua yang mendekat.
"Semoga itu Ahmad," ucap Marni Marni lirih, sambil berdiri agak kepinggir jalan dan melambaikan tangannya utk memberhentikan pengendara motor yang dilihatnya.
"Paman, lihat itu ada seorang perempuan di sana apa dia mamah ya? Ayo kita lihat?" teriak sang pengendara motor yang ternyata memang Ahmad dan Mona yang ditemani beberapa warga Cikoneng.
*****
Pov Mona
Setelah setengah jam kami mengendarai sepeda motor, kami pun berhenti. Aku turun mendahului mereka dan segera berlari mendekati perempuan yang berdiri di pinggir jalan.
" Moon, itu kamu kan, Naak? Ini Mama sayang," jawab perempuan itu yang ternyata memang adalah mama.
" Ya Allah maa, ini beneran Mama, kan?" tanyaku sambil mendekat dan menjamah seluruh bagian tubuh Mamah. Aku ingin memastikan bahwa itu mamaku dan bukan hantu penunggu hutan ini.
"Iya, Mon, ini Mama. Mobil kami kempes dan papamu." Mama makin histeris ketika menyebut Papa.
"Mah, Papa kenapa? Papa mana?" Aku bertanya sembari celingukan mencari sosok Papa.
"Teh, Teteh kenapa? dan mana Kang Faiz?" timpal pamanku.
"Papamu itu bandel, Mon, sudah mama bilang kalau dia lihat mahluk aneh, dia harus diam dan cuek, tapi dia malah ketakutan dan berlari ninggalin Mamah," jawab mama sambil tetap sesegukan.
"Apa, papa ninggalin mama sendirian?"
"Iya, sepertinya papamu mengira mama ikut lari dengannya."
"Ya Allah, lalu kita harus bagaimana sekrang, kemana kita harus mencari papa?" Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling kami.
"Paaa, Papa, Papa di mana? Ini Zahra, Paa!"
Aku dan Semua yang ada di situ terus berusaha memanggil papa, tapi tetap tak ada yang menyahuti. Karena malam semakin larut, kami pun memutuskan untuk kembali ke kampung.
"Mon, bawa mamahmu masuk ke dalam, biar dia istirahat, dan pada Bapak-bapak, saya ucapkan banyak terimakasih karena sudah membantu saya mencari Teteh saya," ijar paman ketika kami sampai di depan rumahnya.
"Sama-sama pak Ahmad, besok kami juga akan membantu mencari Pak Faiz. Sekarang kami pamit dulu, assalamualaikum," tutur para warga yang tadi membantu kami. Kami segera masuk ke rumah, Bi Mira yang melihat mama datang, segera memeluk mamah.
"Teh, Alhamdulillah akhirnya teteh datang juga, tapi kenapa Teteh sendirian, kemana Lang Faiz?" tanya Bi Mira keheranan.
"Papanya Mona tadi dibawa mahluk gaib waktu kami di jalan," jelas Mamah penuh kesedihan.
"Ya Allah, terus apa sudah dicari ?"
"Sudah, tapi kami belum menemukannya."
Air mata mama semakin deras mengalir.
Hati kami benar-benar hancur dan dipenuhi rasa khawatir. Entah kenala tiba-tiba saja aku teringat pak Lurah.
"Mah, Mona minta izin untuk pergi ke rumah Pak Lurah, mungkin dia tahu keberadaan papah," ucapku sambil bergegas pergi tapi dicegah oleh mamah.
"Jangan kamu Mon, terlalu berbahaya. Biar pamanmu saja yang pergi ke sana," sahut Mama yang terlihat sangat cemas, dia memegangi tanganku dan melirik pada adiknya.
"Dek, panggil Arman ke sini, katakan padanya Teteh sudah datang. Teteh yakin dia tahu di mana papa Mona berada," titahnya pada paman. Paman pun langsung bergegas pergi ke rumah Pak Lurah.
Setengah jam berlalu, akhirnya pak Lurah datang bersama paman. Karena mama sedang solat isha, Aku pun segera menghampiri pak lurah. Aku benar-benar geram dan emosi karena papaku diculik oleh sekutunya .
"Pak lurah, kembalikan papaku! Kalau sampai terjadi sesuatu pada papa, aku tak akan pernah memaafkanmu!" teriakku dengan penuh emosi.
Pak lurah hanya melongo mendengar ocehanku, sepertinya dia tidak tahu tentang papaku atau itu cuma pura-pura, entahlah.
"Papamu? Siapa yang menculik papamu, Neng?" Dia malah balik bertanya. Singguh membuatku kesal .
*****
Paman mengajak pak Lurah ke ruang tamu
dan ternyata mamah sudah duduk di sofa sambil memegang Alqur'an.
Pak Lurah terkesima ketika melihat mamah. Kulihat matanya berkaca-kaca, ada kerinduan yang teramat dalam terpancar di matanya. Beda dengan mamah yang tetap tenang di posisinya.
Mamaku tetap duduk sambil membaca Alqur'an.
Dia sama sekali tak bereaksi saat pak Lurah datang. "Hhahh Marni, akhirnya aku bisa melihatmu lagi, aku tahu kamu pasti datang demi aku,kan?" Pak Lurah terlihat kepedean. Aku benar-benar muak mendengar perkataannya, tapi aku tak berani angkat bicara tanpa perintah dari mamah. Aku melihat ke arah mamah, mamah sama sekali tak memandang ke arah pak Lurah.
"Tolong katakan pada sekutumu, agar melepaskan suamiku!" jawab Mamah datar tanpa melihat ke arah pak Arman.
"Maaf Mar, tapi aku sungguh tak tahu tentang keberadaan suamimu. Lagian kenapa kamu terus memikirkan dia? Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku, jadi buat apa mencari dia?" Jawaban pak Lurah itu membuat kami geram. Dia benar-benar psikopat, masa dia masih mengharap orang yang bersuami.
"Stop Arman! Kenapa dari dulu kamu tidak berubah? Bertaubatlah Arman! Usia kita kini sudah di atas 40, dan aku ini bersuami jadi buat apa kamu terus mengharapkanku?" tegas mamah lantang.
Dia menaruh Mushaf dan beristigfar berkali kali.
"Maaf, Mar, tapi aku akan tetap pada pendirianku. Aku akan tetap berusaha untuk memilikimu, dan kali ini aku yakin akan bisa memilikimu, karena kamu tak punya pilihan," ujar pak Lurah penuh keyakinan.
Aku semakin geram dibuatnya, tanganku mengepal ingin rasanya aku tinju mukanya, tapi pamanku terus memegangi tanganku dan menahanku agar tak ikut bicara dulu.
"Apa maksudmu, Arman?" tanya mamah singkat. kali ini dia menatap tajam lawan bicaranya.
"Marni, kalau kamu tak menurutiku, aku akan membiarkan mereka membantai warga desa ini termasuk keluargamu dan suamimu."
Jdeerr
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments