"Marni, kalau kamu tak menurutiku, aku akan membiarkan mereka membantai warga desa ini termasuk keluargamu dan suamimu."
Jdeerr
Kalimat pak Lurah itu seperti palu godam yang menghantam dada kami.
Aku lihat mamahku jatuh terduduk di sofa dengan mata berkaca-kaca menahan kemarahan yang luar biasa.
Aku yang tak bisa menahan emosi lagi segera mendekat ke arah pak Lurah.
"Oh, jadi selama ini Anda yang meneror warga dan Anda lakukan semua ini hanya karena Anda ingin memaksa mamah saya menuruti Anda untuk menikah dengan Anda? Anda benar-benar psikopat!" teriakku di depannya sambil mengarahkan tinjuku.
"Buug!
Tinjuku mendarat di perutnya, tapi dia tidak melawan. Tubuhnya terhuyung tapi dia tetap tak melawan, dia hanya tersenyum menyeringai, ini membuatku semakin muak padanya.
"Arman, kenapa kau segila ini?" Mamaku berteriak lagi, sedangkan Pak Lurah kembali menatap Mamah dengan tatapan yang sulit dimengerti.
"Jawab Arman!, kenapa kau segila ini? Kalau aku salah, hukum saja diriku. Jangan kau sakiti warga yang tak berdosa!" Mamaku terus berteriak histeris.
Melihat mamaku seperti itu, aku pun bergegas mendekati mamaku dan merengkuh pundaknya untuk menguatkannya.
"Arman, aku ini sudah tua dan sudah bersuami, kenapa kau masih mengincarku? Kau sekarang telah menjadi lurah, aku yakin tak akan sulit bagimu mendapat wanita lain. Bertaubat lah Arman, dan cari wanita lain!" lanjut Mama masih tetap histeris.
Aku melihat ke arah Pak Lurah, dia terlihat masih memandang mamah, tapi kali ini pandangannya terlihat sendu, "Baiklah Marni, kalau kamu tak mau menikah denganku, aku mau kamu mengizinkanku untuk menikahi Mona sebagai pengganti dirimu." Mataku membulat sempurna mendengar kata-katanya tadi.
"Astagfirullahal Adzim," ucapku dan mamah serta semua yang hadir di ruangan itu secara bersamaan.
"Astagfirullah. Pak Arman, kenapa bapak menjadi seperti ini pak?, saya mohon istighfarlah, Pak! Jangan bersikap begini!" ujar paman berusaha menasehati Pak Lurah.
"Maaf Ahmad, aku hanya ingin menikahi keponakanmu sebagai pengganti kakakmu. Apa itu salah?" jawab pak Lurah yang membuat paman kehabisan kata-kata.
****
Dengan amarah yang membuncah, aku kembali mendekat ke arahnya. Dadaku terasa nyeri dan sesak. Seprti hal nya mamah, aku juga kehabisan kata-kata untuk menghadapi orang psikopat seperti dia.
"Pak lurah, apa Anda sudah gila? Tadi Anda berkata ingin menikahi mamah dan sekarang Anda malah mengatakan ingin menikahi saya?, apa Anda sudah tidak waras hah?" Aku berteriak histeris, sembari mengarahkan pukulanku ke perutnya, hingga membuat dia terhuyung. Tak cukup di situ, aku pun mengarahkan tinju mautku ke pipinya.
Melihatku yang kalap, Paman bergegas memegangiku. "Hentikan, Mon. Ini gak akan menyelesaikan masalah," seru Paman sembari memelukku.
"Baik, sepertinya berbicara dengan orang seperti Anda ini akan sia-sia saja. Sekarang bagaimna kalau kita bertanding, jika saya kalah, maka sya akan menerima tawaran Anda untuk menikah, tapi jika anda kalah, anda harus membebaskan papa saya dan berjanji tidak akan mengganggu warga desa lagi." Aku membuat penawaran, berharap dia akan berubah fikiran.
"Maaf, Neng, tapi Neng tak punya pilihan. Kalau Neng Mona juga tak mau menikah denganku, nyawa papamu jadi taruhannya. Neng ingat, kan, bahwa Faiz sekarang berada dalam tawanan mahluk jahat itu?" jawabnya panjang kali lebar.
Deg..
Aku dan Mama tercekat mendengar kata-katanya. Tenggorokanku tiba-tiba saja menjadi kering.
Aku ingin sekali memukul lagi laki-laki di depanku ini, tapi bagaimana nasib papaku, ya Allah? haruskah aku menerima tawaran gila ini?" lirihku dalam hati.
"Bagaimana Neng? Apa Neng akan menolak?" Pak Arman bertanya lagi sembari mengelap sudut bibirnya yang terlihat berdarah, mungkin karena pukulanku di bagian wajahnya.
Aku menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab.
"Baiklah, aku akan terima, tapi katakan dulu di mana papaku?" jawabku dengan suara lirih diiringi bulir bening yang mulai menderas mengaliri pipiku.
Aku sendiri tak tahu apa keputusanku itu benar atau salah, aku hanya ingin papaku selamat.
"Astagfirullah Mona, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mengambil keputusan tanpa istikhoroh dan juga tanpa bertanya pada orang tuamu?" tanya Mama penuh amarah, aku pun berbalik dan kembali melangkah ke arah mamah dan memeluknya.
"Maaf, Ma, Keselamatan Papa lebih penting dari apa pun. Aku yakin Allah juga memahami niatku." Aku tergugu di pelukan mama yang terlihat tak mampu lagi mencegahku.
"Jadi sekarang sudah deal, kan? Neng sudah setuju, kan?" Pak lurah masih bertanya lagi.
"Tolong bebaskan papaku malam ini juga!!" jawabku tegas.
"Baiklah, saya akan antar kalian ke hutan sekarang, dan soal pernikahan, nanti kita laksankan besok malam."
Aku menoleh ke arah Pak Lurah, berharap perkataan pak Lurah itu hanya berbohong, nyatanya malah bagai petir yang menyambar di siang bolong.
"Apa? Nanti malam, kenapa secepat itu? Bahkan kami belum memberi tahu keberadaan papanya Mona?" tanya Mamah gusar.
"Lebih cepat lebih baik. Sekarang aku akan antar kalian ke hutan untuk menjemput Faiz," jawab laki-laki yang masih terlihat tegap dan tampan itu.
Demi keselamatan papah, akhirnya kami tak membantah lagi. Aku dan paman segera bergegas mengikuti pak Lurah menuju hutan.
Sesampainya di tepi hutan, pak Lurah meminta berhenti dan kemudian dia duduk bersila sambil membaca sesuatu, entah apa yang dibacanya, mungkin mantra atau sejenisnya.
" Faiz ada ditengah hutan, tapi maaf aku cuma bisa mengantar kalian sampai sini." ujarnya setelah ia selesai.
"Neng, Besok jangan lupa persiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan kita. Bapak permisi dulu," tambahnya lagi sambil berpamitan.
Sementara aku dan paman segera bergegas ke tengah hutan. Kami kembali berjalan di antara pepohonan dengan diterangi cahaya bulan dan senter di tangan kami.
"Papaaa, paaa, papaaa papa di manaaa?" Aku berusaha memanggil papa sambil terus melangkah memasuki kawasan hutan yang masih tergolong rambun.
"Mon, di situ ada sungai kecil, paman akan berwudu dan nanti akan melaksanakan solat sunnah. Kamu awasi paman yan!" titah paman padaku yang langsung aku iya kan.
..hgghhhkkhh...hgkkhgghhh..tiba-tiba dari arah pohon Bambu a di sampingku terdengar suara aneh. Aku segera menyorotkan senter ke arah suara itu sambil membaca doa. Di balik pohon itu, aku melihat sosok hitam, anehnya semakin lama sosok itu berubah semakin terlihat tinggi menjulang sampai sejajar dengan pohon Bambu yang ada di sekiar kami.
"Akhhhghh, berani sekali kalian mengusik kami!" teriak mahluk itu dengan suara yang memekakkan telinga.
"Astagfirullah, apa ini yang biasa disebut oleh orang kampung dengan sebutan " Alam daur" atau entah apa itu namanya yang jelas dia sangat menyeramkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments