Setelah beberapa menit berlalu, kami pun sampai di rumah pak Lurah yang selalu terlihat sepi dan kali ini terlihat gelap gulita.
"Kenapa rumahnya gelap, Pak? Kemana Nenek Pak Lurah yang wktu itu?" Aku langsung nyerocos setelah turun dari boncengan pak Lurah.
"Nenek lagi di rumah saudaranya di luar kampung," jawab pak Lurah sambil membuka pintu.
" Assalamu alaina wa ala ibadillahi solihin." Aku mengucapkan salam yang biasa dibaca ketika masuk rumah kosong.
Hawa aneh menyelimuti rumah pak Lurah ini, rumahnya seperti rumah tak berpenghuni.
"Pak, mana arah dapurnya? Mona pengen minum? " tanyaku setelah kami berada di dalam rumah.
"Pertama, karena skrg aku suamimu, mulai sekarang jangan panggil Bapak lagi, Neng bisa panggil akang aja. Kedua kita langsung masuk kamar aja, ada dispenser di sana, ayoo!" ujarnya sambil menyeringai dan menarik tanganku. Aku hanya memutar bola mata dan mengikuti langkahnya menuju kamar.
Pak lurah membuka pintu kamar dan ... aahh, mataku terbelalak melihat dekorasi kamarnya yang didekor ala kamar pengantin india. Disana sini ada bunga yang dihias indah, di atas kasur pun terdapat bunga-bunga mawar yang ditata membentuk gambar hati.
"Hmm, norak!" celetukku dengan suara keras hingga membuat Pak Lurah terkekeh.
"Hehe maaf ya, Neng, kamarnya jadi begini. Ini pasti ulah anak buah Akang."
Aku tak menanggapi perkataannya, aku langsung saja menuju dispenser dan menuangkan air.
Aku duduk di tepi ranjang dan meraih figura yg terletak di atas nakas, figura itu berisi sebuah poto anak kecil.
"Foto siapa ni, katanya pak Lurah gak punya anak?" Aku bertanya sambil mengambil figura itu dan mataku melotot kala melihat dengan seksama siapa yang ada di foto ini.
"Hah, poto ini? akhh tidak mungkin! ini kan potoku waktu kecil, yah aku ingat ini Poto waktu terakhir kali aku kesini 10 tahun lalu. Foto ini juga ada di rumah paman." Aku bergumam sendiri.
"Ya, ini memang poto Neng Mona waktu berumur 8 tahun hehe, Neng memang dari dulu sangat cantik, ya?" ungkap pak Lurah dengan senyum mengembang.
Aku bergidik ngeri, apakah suamiku ini selain seorang dukun, dia juga seorang pedofil? iih serem." gumamku dalam hati sembari memandangnya dengan tatapan yang dipenuhi rasa takut.
"Hhmm ketahuan, pasti lagi ngatain Akang pedofil, ya?"
Mataku membelalak mendengar ucapannya, apa dia ini juga cenayang yang bisa menebak isi hati orang? kenapa dia bisa tahu isi hatiku.
"Iih sok toy, siapa yang mikir kek gitu, kan aku tahu pak Lurah itu cintanya sama mamah" jawabku sewot, entah kenapa aku justru seperti cemburu.
"Hmm neng cemburu ya? ya akang memang dulu sangat mencintai mamahmu, tapi setelah melihat Neng wktu itu, hati akang jadi berubah haluan. Hmm mungkin ini hal gila, tapi itu lah yang akang rasakan."
Wajahku memerah mendengar pengakuannya yang terlihat tulus.
"Iih nyebelin. Gombal! udah ah, di mana kamar mandinya? saya pengen ke kamar mandi." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan..
Setelah aku selesai dari kamar mandi, aku segera membuka tas ku dan mengambil mukena dan sajadahku krn sudah menjadi kebiasaanku selalu solat witri sebelum tidur.
"Eh, Neng mau apa? ayo kita tidur aja Neng!" ajak Pak Lurah seperti berusaha mencegahku salat.
"Mau solat witri. Emg kenapa?" tanyaku keheranan.
"Gak ada apa-apa sih, cumaa ..." Pak lurah menggantungkan kata-katanya.
"Ah, Pak lurah, tolong jangan cegah saya beribadah ya, cuma bentar kok," sergahku sambil nyengir kuda dan tetap melanjutkan solatku..
Aku segera takbir dan membaca Alfatihah..
....siuhgghkkk..siuhghhhh ...
Entah kenapa, tiba-tiba saja ada angin kencang masuk ke kamar kami dan mempermainkan jendela.
...brakk.. bruug..
Angin itu semakin kencang menghempaskan jendela kamar.
"Neng, aduh gimana ni, jika aku suruh berhenti solat pasti dia marah, tapi kalau dia teruskan solatnya, nyi Ratu bisa marah pada kami." Samar aku dengar suamiku bergumam sendiri.
Aku tak menghiraukan angin itu, aku terus berusaha untuk khusyu dalam solatku sampai Akhirnya aku tak mendengar apa-apa lagi.
Setelah aku menyelesaikan solat, aku melihat ke sekelilingku yang telah berantakan.
"Innalillahi, Pak Lurah!" Aku terkejut ketika melihat pak Lurah bersandar di dinding, Ia merintih kesakitan, wajahnya lebam dan di bibirnya mengalir darah segar.
"Pak, kenapa jadi begini, ayo saya bantu ke atas." Aku memapahnya dan mendudukkannya di ranjang.
"Sebentar, saya cari handuk buat ngompres dulu ya," ucapku sambil bergegas keluar. Sebelum keluar kamar, kusempatkan menutup jendela yang masih terbuka.
Hsttssss...hsstssshhts
Dari luar jendela, kudengar suara seperti suara desisan ular. Aku pun mendekat ke arah jendela dan... akhh
Apa itu?..aku melihat sepasang sinar ..tepat nya sepasang mata yg menyala dlm kegelapan.
Kedua mata itu menyala dalam kegelapan.
"Astagfirullah, mata apa itu? Apa itu ular ? sebaiknya nanti aku periksa deh."
Setelah aku mengambil alat kompres, aku pun segera mendekat ke arah pak Lurah dan mengompresnya.
"Sebenarnya ada apa di rumah pak Lurah ini?" Aku memulai percakapan.
Dia mendengus kesal. "Sampai kapan Neng akan panggil Pak Lurah? Kenapa gak panggil Akang aja?" tanyanya dengan suara dibuat memelas
Aku memutar bola mataku, kesal melihat tingkah kekanak-kanakannya.
"Ihh, ditanya yang lain malah jawab yang lain!" ketusku sembari menekan handuk itu ke pipinya hingga dia meringis kesakitan.
"Panggil akang dulu, baru nanti akang jelasin."
"Iyaaa, Akaaang. Sekarang jelasin apa yang Akang sembunyikan di rumah ini?"
"Ok, ok. Tadi cuma ada angin kencang aja kok, jawabnya sambil cengengesan dan aku yakin dia berbohong.
Aku mendengus kesal .
"Iih, nyebelin, dasar pembohong, kenapa sih bohong terus?" tukasku kesal. Saking kesalnya tanganku refleks mengepal seolah akan meninjunya. Dia malah tertawa.
"Haha .. Karena pengen ditonjok istriku," sahutnya sembari mengedipkan mata dan tertawa lepas.
Aku yang tadinya kesal malah ikutan tertawa geli melihat tingkahnya.
" Akang gak bermaksud boong, cuma jangn sekarang ya, jelasinnya. Kan sekarang malam pengantin kita, " lanjutnya sambil mengerlingkan mata.
..Glekk...
Salivaku tertelah paksa saat mendengar kata "malam pengantin"
"Akhkkh kenapa aku sampai lupa, bahwa tadi aku baru saja menikah dengan laki-laki ini, dan itu berarti skrang adalah malam pengantin kami Iihkkh"
Aku bergidik ngeri ketika teringat bahwa laki laki di depan ku ini adalah suamiku dan ini adalah malam pertama kami ..
Dia masih saja tersenyum dan sialnya senyuman itu justru membuatku terpana sampai aku tak sadar ketika dia mengelus kepalaku.
"Kenapa kerudungnya gak dibuka?" tanyanya itu menyadarkanku dari lamunanku
Aku langsung berdiri dan pura pura ingin beres beres.
"Saya beresin ini dulu ya"
Tanpa menunggu jawabannya, aku langsung bergegas membereskan kamar yang berantakan karena angin kencang tadi.
Kudengar dia tak berhenti mengoceh melarangku beres- beres, tapi tak kuhiraukan.
"Hmm ya udah, sekarang kan udah beres tuh. Sekarang waktunya istirahat, Ayo sini!" jangan lupa, Akang ini skrang suami Neng luh, dan bukan kah suami itu harus ditaati?" .
Katannya lagi dengan masih tetap tersenyum dan menepuk nepuk tempat disebelahnya.
Akhh kata-katanya itu membuatku luluh, aku sadar aku sekarang telah menjadi istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments