Mona Si Gadis Petualang
"Aaaaaaa........ah..ah...ah."
"Aghhhhhgghh!"
Dari arah semak-semak , terdengar suara orang mengerang.
"Asragfirullah, suara apa itu?" tanyaku pada Nisa.
"Iya, yah. Suaranya memilukan sekali terdengar mirip suara orang lagi disiksa gitu," jawab Nisa sambil celingukan mencari sumber suara, kami pun semakin merasa tegang.
"Sudahlah!, ayo kita lanjutkan perjalanan! soalnya kita akan melewati pinggir hutan,"
Nisa terbelalak mendengar kata hutan. "Yang bener, Mon? kita akan melewati hutan, serem amat, Mon!" tanya Nisa padaku yang kujawab dengan anggukan.
Malam semakin larut , Nisa berjalan sambil memejamkan matanya dan menggandeng tanganku dengan erat. Angin berhembus agak kencang menggerakkan pepohonan di pinggir jalan.
Dari kejauhan, mulai terdengar lolongan anjing yang membuat suasana terasa semakin mencekam.
"Srek ... Srek ... Srek " tiba-tiba disamping kamu terdengar seperti ada suara orang berjalan.
" Mon, suara apa itu? Kok, kaya orang lagi berjalan disemak- semak, berjalan mendekat kita, ya?" Nisa terus saja mengoceh sambil celingukan, sampai akhirnya ia menjerit dengan suara cemprengnya di telingaku.
"Moooonnnn, aghhhgg li..lllii..lihat di bbbelakang mu, Mooon !" Nisa berteriak ketakutan sambil memejamkan mata dan menunjuk ke belakangku.
" Ada apa sih Nis? Kenapa kamu berteriak gak jelas gitu?" tanyaku sambil
menoleh kebelakang. Tengkukku merinding, tapi aku tak melihat apapun di belakangku.
"Apa sih,? Orang gak ada apa-apa juga, udah ah ayo kita lanjutin perjalanan" tukasku sambil menggamit tangan Nisa, namun yang diajak malah seperti patung yang tak mampu digerakkan.
"Moon, aku pengn pergi ... tttapii ... tapi kkkakiku lemmaas Moon. iituu di belakangmu, Mon. Orang itu menyeramkan, Mon. Lehernya menganga seperti mau putus, Mon. Aakhh, dia makin mendekat ke sini! " ucap Nisa sambil tergagap gagap, keringatnya bercucuran dan sepertinya aiisshh, ada yang mengalir tapi bukan cuma air matanya saja, tapi juga dari sekujur badannya termasuk dari ... aahhhkkkh ...
"Nisaaa, elu ngompol, ya?" tanyaku dengan sedikit berteriak ketika meraba celana Nisa yang sudah basah karena air seninya.
"Baiklah, walaupun aku gak bisa lihat tuh mahluk..aku akan berusaha melawannya," jawabku sambil menoleh kearah yang ditunjukan oleh Nisa.
"Hei, kamu !, Aku emang gak bisa melihatmu, tapi aku yakin kamu ada di depanku , untuk itu dengarlah! Kita beda alam, jadi sebaiknya jangan saling mencampuri urusan masing masing!" seruku sambil menunjuk kesembarang arah karena aku memang tak bisa melihat makhluk yang dilihat oleh Nisa.
Belum selesai aku bicara, tiba tiba saja angin berhembus dengan sangat
kencang dan seperti hendak menumbangkan pepohonan di sekitar kami.
Dengan jantung yang berdegup kencang, aku segera membaca ayat Kursi dan Surat Annas serta Alfalaq.
" Ya Allah, Dzat yg menciptakan manusia dan Jin, kami semua adalah makhlukMU, dan kami tak akan mempunyai kekuatan jika Engkau tidak mengizinkan, maka izinkanlah hamba mengalahkan mereka! wahai Dzat Yang Maha Kuat, berikanlah kekuatanMu pada hamba!"
Seketika suara riuh angin itu berhenti dan suasana kembali menjadi tenang. "Nis, ayo buka matamu! Sudah selesai, ayo kita lanjutkan perjalanan!" seruku pada Nisa sambil mengguncang tubuhnya yang sejak tadi menempel di belakangku sambil memejamkan mata bak cicak menempel di tembok.
" Alhamdulillah, benaran udah gak ada, Mon. Elu tadi ngapain?"
"Ah sudah lah, gak usah cerewet, ayo kita lanjutin perjalanan!" seruku pada Nisa.
Aku segera menggamit tangan Nisa untuk melanjutkan perjalanan kami menuju kampung Cikoneng, sebuah kampung yang terletak di daerah Serang Banten.
Kampung ini adalah kampung halaman ibuku.
Sudah hampir sepuluh tahun aku tak menginjakkan kakiku di sini, tepatnya sejak nenekku meninggal dan di kampung ini Hanya tinggal pamanku saja.
Hari ini aku berkesempatan berkunjung ke sini untuk menikmati waktu liburku setelah aku menyelesaikan ujian akhirku.
"Mon, pantes saja tadi orang di pangkal ojek gak mau ada yang ngojek, ya. Ternyata seseram ini?" cerocos Nisa sepanjang jalan.
Memang mengherankan sekali, pas aku dan Nisa turun dari angkot dan melangkah ke arah pangkal ojek, mereka malah menolak.
" Assalamualaikum, bapak bapak, kami mau ngojek ke desa Cikoneng" sapaku pada mereka. Awalnya mereka mau mengantar, tapi ketika mendengar nama desa Cikoneng, wajah mereka berubah menjadi tegang
.
"Desa Cikoneng, Nong?(nong panggilan untuk anak perempuan yang msih muda)oh, maaf, Nong, kalau ke sana Mamang gak mau, biarpun Nong bayar mahal" jawab salah seorang Bapak tukang ojek itu.
" Emangnya kenapa, Pak? bukannya desa itu dekat dari sini?" tanyaku penasaran.
Aku berusaha membujuk tukang ojek itu, tapi tetap saja mereka tak mau mengantar kami.
"Maaf, kami gak mau ke sana, dan sebaiknya nong juga jangan kesana dulu, apalagi malam malam begini, bahaya, Nong!" timpal yang satunya.
" Bahaya? Emangnya di desa itu ada apa, Pak?" Aku bertanya lagi, tapi mereka tak mau menjawab.
Akhirnya dengan terpaksa, Mona harus berjalan kaki menuju ke desa itu.
****
"Mon, beneran kita akan terus jalan kaki ke sana? Aku takut banget, Mon!" Nisa menarik tanganku.
"Sorry, Nisa. Kita kan, dah terlanjur datang kesini, jadi gue gak mau balik sebelum bertemu paman di sana. Kalau elu takut, elu bisa tinggal di kampung ini dulu, besok gue jemput, ya" jawabku dengan nada sedikit kesal.
" Ahh ýa deh, gue gak mau gitu, ya udah gue ikut aja, deh, ayo kita jalan lagi, takutnya tambah kemalaman,"
"Akhh ini sih gara-gara Bus dan angkot itu, Bus yang di Kampung Rambutan itu dari Dzuhur sampe Asar baru jalan. Pas di Terminal Pakupatan tadi, si angkot ini juga nge-tem gak jalan sampe jam magrib, mana pas di jalan, supirnya bawa kita muter-muter lagi. Tau kek gini tadi gue bawa mobil aja, deh," gerutuku sepanjang jalan, membuat Nisa yang mendengar terkekeh.
"Halah, Elu Mon, gayanya mau bawa mobil, kaya yang punya SIM aja, jangankan SIM, KTP aja elu belum punya. Lagaknya mau bawa mobil dari Jakarta ke Serang, hahah ... yang ada kita bukan ke rumah paman elu, tapi masuk ke Sel tahanan ... hahah" ejek Nisa sambil terpingkal menertawakanku.
Aku cuma mendengkus kesal mendengar ocehannya.
Dengan perasaan tak menentu, kami terus berjalan menelusuri jalan yang masih belum dibangun seluruhnya.
Tiba-tiba saja dari kejauhan, terlihat ada cahaya lampu yang sepertinya lampu sepeda motor.
"Moon, itu ada lampu. Sepertinya sepeda motor, ayo kita samperin!" teriak Nisa kegirangan.
Aku mengikuti Nisa, tapi perasaanku tiba-tiba saja terasa gelisah. Entah apa yang akan terjadi. Aku terus mengamati cahaya itu hingga aku melihat sesuatu yang janggal. Sepeda motor itu ternyata bukan hanya satu, tapi ada beberapa motor lagi di belakangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments