Dengan perasaan tak menentu, akhirnya aku menurutinya. Aku terpaksa duduk di sampingnya.
Dia tersenyum penuh kemenangan sambil meraih tanganku dan mengelusnya lembut.
Keringat dingin mulai mengucur dari pelipisku, saat aku lihat dia mendekatkan wajahnya ke wajahku..
Deg ..deg.. deg..
Degup jantung mulai tak terkontrol..
Aku ingin sekali berontak dan mendorong laki laki di depanku ini, tapi aku kembali teringat bahwa dia ini suamiku
Akhirnya aku putuskan untuk pasrah dan memejamkan mata, membiarkan dia melakukan apa yang dia mau.
"Neng, udah gak sabar ya, pengen dicium?" bisiknya di telingaku, ternyata dia cuma ingin menggodaku.
Mataku melotot seketika, dengan wajah memerah aku tarik bantal di sampingku dan aku pukuli dia sekenanya, dia malah tertawa sambil menghalangi
"Ikhhh...bugh..bughh .... ih, nyebelin siapa lagi yang pengen digituin, akhhh,"
Aku memukulnya bertubi tubi. Dia malah semakin tertawa kencang.
" Ha hah ha ha. Ampun ... ampun ... orang tadi Neng merem-merem kaya orang mau dicium, hahah," ledeknya di sela-sela tawanya.
Karena kecapean akhirnya aku berhenti memukulinya.
Karena merasa dipermalukan ,Tak terasa air mataku keluar dngan sendirinya. Aku lihat dia berhenti tertawa dan merengkuh pundakku.
"Neng marah, ya? Maafin akang, ya, Akang cuma becanda kok. Ya udah sekarang kita istirahat, yu!
Neng jangan takut ya, Akang gak bakal ngapa-ngapain sekarang, hehe. Akang faham, Neng masih takut dan masih butuh waktu untuk menerima akang sebagai suami. Sekarang Akang cuma pengen Neng tidur di samping Akang." Kata-katanya itu membuatku tenang.
Aku mengangguk dan walau pun dengan berat hati, akhirnya aku membaringkan tubuhku di sampingnya. Aku memejamkan mata, tapi aku tak mau tertidur karna aku punya rencana ingin melihat ke belakang rumahnya.
Jam sudah menunjukan Jam 2 dini hari. Aku melihat suamiku sudah tertidur pulas. Dengan hati-hati, aku turun dari ranjang.
Aku terus berjalan menuju ke arah belakang rumah.
Ceklek..
Bismillah tawakkaltu alal hayyi ladzi la yamuut." Sambil mengucap doa dan membaca ayat Alqur'an, aku melangkah keluar rumah Pak Lurah, eh, lupa sekarang dia telah menjadi suamiku. Jadi sekarang aku akan panggil dia suami.
Aku berjalan pelan sembari menyoroti sekeliling dengan senter handphone-ku. Ternyata rumah suamiku ini cukup luas, di sekeliling rumahnya terdapat pepohonan yang cukup besar dan rindang.
Dibelakang rumahnya terdapat tanah yang cukup luas dan ditanami pohon yang besar juga. Di tengahnya, aku lihat ada sebuah bangunan yang aku perkirakan adalah gudang.
"Bangunan apa itu, ya, sebaiknya aku lihat kesana!" Aku bermonolog sembari mengamati bangunan itu. Tiba-tiba saja dari arah pepohonan yang rambun terdengar suara yang sangat aneh.
...hssstshhhstjh..hshshshtsssss..
Suara yang mirip desisan ular itu kembali terdengar, aku pun segera menuju ke arah sumber suara itu.
Benar saja, dari kejauhan, aku melihat sepasang mata yang menyala dalm kegelapan. Aku arahkan senter ponselku ke arahnya dan ... akhh
Astagfirullah....
Ternyata di sana ada seekor ular hitam yang berukuran cukup besar dan Innalillahi, semakin lama ular itu semakin membesar ... kepalanya berubah menjadi kepala manusia. Yang lebih membuatku ternganga, ular itu bisa bicara.
"Aakhjhklk ... Hei manusia, berani sekali kau mengusikku!" Desis ular itu terdengar parau.
"Maaf, aku tdak mengusikmu, justru kamu yang mengusikku. Bukankah kau yang tadi membuat kamarku berantakan dan suamiku terluka?" ucapku lantang.
"Itu karena kau berani membaca ayat suci di rumah ini!"
"Ouh, maaf ya, Jin jelek, kami ini muslim jadi wajar saja kami membaca ayat Alqur'an, dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, yang harusnya kau sembah juga, hei jin jelek!" tukasku meledeknya.
"Aakkhhhgghkk, dasar manusia lancang!"
Teriak ular itu sambil mengibaskan èkornya kearahku. Aku yang kaget pun segera melompat menghindari sabetan ular itu.
"Astagfirullah, bagaimana ini, ular itu besar dan ganas sekali!"
Ular itu semakin ganas menyabet-nyabetkan ekornya. Aku sampai kewalahan menghindari serangannya.
"Neng, kamu di mana?" Teriakan suamiku itu membuatku hilang konsentrasi ... dan
Bugh!!!
Siluman itu berhasil menyabetkan ekornya ke tubuhku sampai aku terlempar dan terjatuh di depan kaki suamiku.
"Neng, kenapa kamu?" tanyanya sambil meraih tubuhku dan membantuku duduk.
."Aakghkkhhggkkk. Arman, kamu sudah ingkar janji, kamu sudah membiarkan istrimu menyembah Tuhannya di rumah ini. Kini terimalah hukumanmu!"
Ular itu mengarahkan ekornya ke arah suamiku Namun, dia menghentikannya karena suamiku bersujud..
"Ampuni kami nyi! Tolong jangan hukum kami.
Neng, ayo cepat minta ampun pada Nyi dewi, biar dia tidak memukulmu lagi!" titahnya padaku.
Mataku membelalak, kini amarah menguasai mulai dadaku.
"Astagfirullah, jadi Akang pemuja siluman? Tidak, apa pun yang terjadi, aku tak akan pernah tunduk pada siluman keparat ini!" teriakku sambil menghempaskan tangan suamiku.
"Hei, kau siluman! Kamu jangan mimpi! aku tak akan pernah tunduk padamu. Aku hanya akan tunduk pada Tuhanku, Penciptaku dan Penciptamu juga, harusnya kau juga tunduk pada-Nya!"
"Akhhkkhhh ... baiklah rasakan ini!"
Bug!
Ular itu mengibaskan ekornya ke arahku, aku yang belum seimbang tak mampu menghindari serangannya hingga dia berhasil melilit tubuhku dan mengangkat tubuhku ke atas dengan ekornya.
"Akhh ya, Allah, bagaimna ini, dadaku terasa sesak sekali lilitan ini." batinku sambil terus saja membacakan ayat Alquran..
"Neng, menyerah lah, Neng! biar dia tidak menyerangmu lagi." Suamiku terus saja memohon agar aku menyerah pada siluman ini, tetapi tentu saja tak akan aku lakukan. Aku yakin Allah akan memberiku pertolongan.
"Ahh ya Allah, jangan biarkan setan ini menang dariku. Berilah hamba petunjuk-Mu dan beri lah hamba kekuatan untuk mengalahkannya ya Allah!" lirihku dalam hati.
Tiba-tiba saja aku teringat akan senjata pemberian Nenek buyutku yang tak pernah aku gunakan selama ini.
Senjata yang mirip pedang mini dan tipis itu selalu aku simpan di dalam gelang emas yang melingkar di tanganku. Aku berusaha menggerakkan kedua tanganku ke belakang. Dengan susah payah, aku berhasil menggapai gelang yang ada di tangan kiriku dan berhasil mencabut pedang miniku dari serangkanya.
Dengan membaca 'Bismillah Allahumma wa ma romaita idz romaita walakinnalloha roma'
Aku mengarahkan senjata itu ke ekor ular yang melilit tubuhku dan ...
...Krasss...
Darah hitam menyembur dari ekornya.
"Aaaaaaaaa!" ular itu menjerit kesakitan dan melempar tubuhku ke tanah sebelum akhirnya menghilang tanpa jejak.
Bruggg! tubuhku terpelanting dan jatuh menghantam tanah. Dengan separuh kesadaranku, aku berusaha mengembalikan pedang miniku ke dalam sarungnya sebelum akhirnya kepala ini terasa pening dan pandanganku mulai buram.
"Neng, kamu gak apa-apa, Neng bangunlah, Akang mohon bangunlah!" Samar-samar aku mendengar suara suamiku memanggilku. Dia sepertinya mendekat ke arahku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments