Bertemu Paman

Setelah Nisa pergi, akupun bersiap memanggil mereka.

"Ayo kemarilah! saya sudah siaaap!" teriakku pada mereka setelah mengumpulkan tenagaku. Medengar suaraku, mereka segera mendekat.

"Hahaha kami sudah gak sabar, ayo layani kami!"

Kata salah satu begal itu sambil mendekat, mereka pun bergegas melepaskan pakaian mereka, tapi sebelum mereka selesai.

Prakk...

"Aduh! " rupanya Nisa jatuh sambil membawa motor.

"Hei, siapa itu?" tanya salah satu penjahat itu.

Sebelum mereka mendekat ke arah Nisa, Aku segera menyerang mereka.

"Bismillah la haula wa la Quwwata illa billah."

Buggg...

Satu tendangan kuarahkan pada penjahat yang akan mengejar Nisa. "Kurang ajar! kamu mau melawan kami, hah? kalau begitu, kamu harus mati!" teriak salah satu penjahat itu lantas segera menyerangku.

"Ayo kita bunuh saja kedua gadis ini!"

Dengan penuh amarah, para penjahat itu menyerangku secara bersamaan.

Dengan segenap kemampuanku, aku berusaha menghindar dari serangan mereka, dan berusaha menyerang mereka dengan tendangan dan pukulanku, sampai akhirnya kulihat salah satu dari mereka akan mengarahkan goloknya padaku..

Buggh

" Aaaaaa!""Aaaaaaa ... Mooonnn, awaaasss!!!" Nisa menjerit histeris melihat ke arahku.

Dan ...

"Krass!!" Golok itu melayang tepat di atas lengan sebelah kiriku hingga membuatku terhuyung ke samping dan terjatuh ke tanah.

"Aaahh, innalillahi, tanganku sakit sekali, untung saja Allah mengabulkan doaku, sehingga golok itu tak mampu melukaiku, aku hanya merasakan ngilu akibat hantaman golok itu," lirihku sambil menggenggam sebuah batu dan bersiap untuk menyerang mereka kembali.

"Hahaha dasar, bocah! kamu itu perempuan tapi belagu mau melawan kami, tapi rupanya kemampuanmu hanya segitu," ejek para penjahat itu sambil tertawa terbahak-bahak.

Selagi mereka terbahak, aku segera bangkit dan melemparkan batu ke arah mereka, mereka kelimpungan dan aku pun segera berlari ke arah Nisa yang sejak tadi masih menangis.

"Nis, ayo starter motor nya, keburu mereka mengejar kita!" perintahku pada Nisa setelah berhasil membonceng di belakangnya.

" Aaaa, hantuuuu!" Nisa malah menjerit saat melihatku.

"Pletak!!

Aku menjitak kepala Nisa.

"Iih, hantu kepala elu? Gue masih hidup gini dibilang hantu, ayo biar gue aja yang starter, keburu mereka ngejar kita!" Aku segera menyalakan motor penjahat itu dan melaju dengan gas penuh.

"Aaaaaa!" Nisa menjerit histeris saat aku melajukan motor dengan kecepatan penuh tanpa menghiraukan para penjahat itu memanggil- manggil kami dengan penuh amarah.

Aku terus melaju hingga kami berhasil lolos dari mereka. Namun sayangnya, baru beberapa menit aku melajukan motor, motor itu pun mogok hingga kami terpaksa turun dan jalanan kaki lagi.

"Mon, sebentar! mana luka elu, kok gak ada? Padahal tadi aku melihat mereka membacok tangan elu?" tanya Nisa sambil meraba raba seluruh tubuhku..

"Iiiih ... apa-an sih, pake raba-raba gue? Emang napa elu nanyain luka gue, eku mau gue terluka parah?" tukasku ketus.

"Iih, elu tuh, Mon. Kalau ngomong sembarangn aja. Ya gue senang lah, kalau elu gak luka, cuma gue heran aja. Kok, bisa tangan elu gak kenapa-kenapa, padahal udah ditebas sama golok?" Nisa masih saja cerewet, namun tak kujawab pertanyaannya. Mana mungkin juga Aku katakan rahasiaku padanya.

"Ah, sudah lah! yang penting kita bersyukur aja karena kita udah selamat dari mereka. Eh, tuh lihat ke sana! di depan kita sepertinya ada orang bawa obor!" kilahku mengalihkan pembicaraan.

Di depan kami, kini terlihat rombongan yang membawa obor, mereka semakin mendekat ke arah kami..

"Kasmiiin, Kasmiiiin, di mana kamu, Kasmiiin?" Dari kejauhan kudengar mereka memanggil nama Kasmin.

"Nisa, ayo kita minta tolong sama mereka!" ajakku pada Nisa, tapi Nisa terlihat ragu.

"Mon, gimana kalau mereka hantu, Mon?"

"Bukan, gue yakin itu bukan hantu, buktinya gue bisa lihat mereka, ayo cepat!"

Karena Nisa masih termangu, aku pun menarik tangannya.

"Toloong! Paak, toloong, kami! Ah ..ah!"

Dengan napas terengah-engah, kami berlari ke arah mereka.

"Eh lihat itu, di sana ada dua orang wanita, jangan- jangan mereka hantu" Seru Salah seorang warga yang melihat kami.

"Sepertinya mereka bukan hantu, itu lihat kaki mereka menapak ke tanah," sahut warga yang lainnya.

"Ya ampun, Mon, malah kita yang dikira hantu!"

Nisa menggerutu.

"Bu-bukan, kami bukan hantu, Pak. Saya Mona anaknya Bu Marni, Marni tetehnya Pak Ahmad." jelasku sambil terengah engah.

"Apa? Kamu Mona, jangan bercanda kamu! Saya Ahmad, adiknya Teh Marni. Saya memang punya keponakan namanya Mona, tapi dia gak mungkin berpakaian begini?" jawab salah satu dari mereka yang ternyata itu adalah Pamanku.

"Paman, saya beneran Mona paman, ..maaf paman, saya berpakaian begini karena tadi saya dicegat begal dan saya buka gamis saya karena saya berkelahi sama mereka," terangku pada Paman.

"Ya Allah Mon, kalian kenapa gak ngasih kabar ke paman dulu biar paman jemput, ini sampe kalian dicegat begal, terus bagaimana keadaan kalian, apa kalian terluka?" Paman Ahmad segera mendekat dan memeriksa keadaanku.

"Alhamdulillah kami hanya luka ringan.Oh ya paman, kalian mau kemana malam begini?" tanyaku pada mereka.

"Kami sedang mencari warga yang hilang. oh ya Bapak-bapak, sepertinya saya enggak bisa lanjut mencari Pak Kasmin, saya akan bawa pulang Mona dan temannya dulu," ucap Paman.

Setelah berpamitan, paman segera membawa kami ke rumahnya.

Setelah berapa waktu kami berjalan,akhirnya kami sampai di kampung Cikoneng.

Kampung ini sudah banyak berubah,terlihat dari beberapa rumah yang sudah dibangun berjajar dan megah, beda dari yang dulu sewaktu aku berkunjung sepuluh tahun lalu.

"Mira..! Miraaa! Ayo cepat keluar, lihat ini siapa yang datang!" Paman memanggil Bi Mira, istrinya setelah sampai di rumah mereka . Tak lama kemudian, Bi Mira keluar bersama Ani, sepupuku.

" Mona? Ya Allah Kang, kok bisa Mona datang malam malam begini, dan gak ngasih tahu dulu?" Bi Mira memelukku sambil keheranan.

"Ah sudah lah, nanti aja dijelaskannya.

Sekarang bawa Mona dan temannya kedalam! Ani, bantu mereka biar membersihkan tubuh dan kasih merka baju ganti. Ibbu siapkan makan buat mereka!" perintah pamanku pada anak dan istrinya.

Setelah kami selesai makan, kami berkumpul di ruang keluarga.

"Paman, kenapa sekarang ini kampung Cikoneng berubah jadi menyeramkan? Bahkan ojek saja gak mau ngantar kami karena ketakutan?" tanyaku memulai percakapan.

"Entahlah, Mon, akhir-akhir ini banyak kejadian yang sangat mengerikan, setiap Jum'at ada warga yang hilang dan ditemukan tewas, atau ada juga yang meninggal di rumah mereka. Di jalan yang menuju kesini juga selalu terjadi perampokan," jawab paman sambil menerawang jauh ke arah jalan didepan jendela yang kami buka agar mendapat udara segar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!