"Bagaimana mungkin seorang penyihir tidak percaya sihir?"
Pertanyaan tersebut seolah tertuju pada detektif muda itu.
"Dia barusan bilang apa?Aku penyihir?" tanya Shinichi pada dirinya sendiri. Tangannya tampak sedang menekan-nekan lubang telinganya, untuk memastikan apakah telinganya masih berfungsi baik atau tidak.
Darrion menangkap raut kebingungan pada wajah pemuda itu. "Sepertinya kau tidak tau, kalau dirimu juga penyihir," katanya dengan wajah yang mulai kembali tenang.
"Aku tidak mengerti." Shinichi menggeleng pelan.
"Kau adalah penyihir ilmu pengetahuan!" balas Darrion yang dihiasi dengan senyuman.
Pemuda yang kehabisan kata-kata itu langsung menepuk dahinya.
"Oh, ya ampun! Ku pikir apa!"
"Huh!bercandanya keterlaluan!!" gerutunya dalam hati.
...----------------...
"Hahahah…" Ran masih tertawa melihat para monster serigala yang saling menyerang.
Di sela-sela tawanya, suara teriakan histeris menguar di antara kabut. Ekor matanya menangkap pemandangan mengerikan pada rombongan pengawal sang pemilik kalung.
Salah satu teman mereka tergeletak bersimbah darah, tak bernyawa lagi. Kondisinya sungguh mengenaskan. Anggota tubuhnya tak utuh lagi dan isi perutnya hampir keluar. Dan ada bekas cakaran di setiap inchi kulitnya.
Para pengawal yang masih hidup beringsut ke belakang. Mereka berteriak tak tentu arah. Wajah mereka pucat, takut akan jadi korban selanjutnya.
Perasaan ngilu langsung menjalar menusuk tulangnya. Ran tak tahan melihatnya, rasanya dia akan mengeluarkan isi lambungnya sekarang juga.
Karena merasa kondisi sudah tak seburuk tadi, si kembar bermata sipit itu mengendurkan pelukannya. Mereka bernafas lega karena para makhluk-makhluk menyeramkan itu telah berkurang jumlahnya. Bahkan sekarang mereka berencana hendak melarikan diri dari hutan ini.
Masih ada mahkluk yang tersisa. Merasa tak menemukan celah pada gadis itu, tatapan penuh minat itupun beralih pada si kembar Leon dan Deon yang telah lepas pelukannya.
Para makhluk itupun melolong keras dan menyerang si kembar. Bukannya lari, si kembar bermata sipit itu justru kembali berpelukan.
Ran terbelalak melihatnya. Merasa tak ada cara, gadis itu langsung berlari dan menubruk kedua tubuh itu hingga mereka terpental ke sebuah pohon apel yang tengah berbuah. Pohon itu berguncang dan buahnya pun berguguran. Kepala mereka terasa sakit saat buah yang lumayan keras itu berjatuhan. Buah merah dan hijau itu terus saja berjatuhan hingga si kembar tertimbun olehnya. Sampai ada beberapa yang berguling ke kaki-kaki para makhluk tersebut.
Sedangkan Ran sendiri, dia terguling di atas tanah karena baru menggunakan tenaganya untuk menyelamatkan kedua orang itu. Kalung itu masih saja digenggam erat olehnya.
Gadis itu melemah! Merupakan kesempatan emas bagi para monster tersebut untuk menyerangnya. Perlahan mereka mendekat ke tubuh yang tengah tergeletak itu sambil menggeram lapar. Air liurnya menetes di atas rumput, membuatnya hitam dan hancur menjadi debu.
Melihat itu, nyali Ran langsung menciut. Wajahnya pucat dibasahi keringat dingin. Dia yang tadinya tertawa keras saat melihat kebodohan para monster itu, justru berbalik. Sekarang rasanya ingin menangis.
Si kembar keluar menerobos buah apel yang menimbun mereka. Mata mereka berbinar melihat tumpukan makanan yang terpampang di depan mata. Deon mengambil salah satu dan menggigitnya. Rasanya manis bercampur asam. Leon tergoda melihatnya.
Si kembar tersedak, ketika sedang asik menikmati buah apel. Ran baru saja menendang salah satu makhluk dari bawah dengan posisi yang masih sama sejak tadi.
Gadis asing tersebut berusaha berguling untuk menghindar terkaman mereka. Tak ada kesempatan untuk bangkit, mereka terus saja menyerang tanpa memberi ruang. Dan entah dari mana asalnya, jumlah mereka terus saja bertambah dari balik kabut.
Semua itu terjadi tepat di depan mata Leon dan Deon. Mereka saling bertatapan dan mengangguk secara bersamaan. Lalu Deon melemparkan apel yang baru saja dia gigit ke arah monster yang hendak menerkam Ran. Lemparan itupun tepat mengenai sasaran.
"Hei, sebelah sini!!" teriaknya sambil melambaikan tangan.
Spontan tatapan penuh minat itu beralih pada mereka. Dan setelah itu, para makhluk tersebut dihujani oleh buah apel. Leon dan Deon bekerjasama melempari mereka dengan buah apel, agar para monster gila itu tak tertarik lagi pada Ran.
"Apa yang mereka lakukan?!" Ran terbelalak. Dia terkejut dengan tingkah si pencuri kembar ini.
Aksi si kembar sukses menarik perhatian mereka. Meski cara tadi terlihat bodoh, tapi memang efektif. Amarah para monster tersulut. Mereka mengamuk dan langsung mengejar Leon dan Deon.
Si kembar pun kabur ke dua arah yang berbeda, memecah kawanan monster serigala tersebut menjadi dua bagian.
Mereka berlari kesana-kemari, berkeliling di tempat itu, memancing para monster agar mengejar. Hal itu membuat para makhluk tersebut pusing untuk menerkam mereka. Apalagi dengan rupa mereka yang hampir tak ada bedanya. para monster itu mulai jengkel.
Hingga pada akhirnya si kembar bertemu dan saling bertubrukan. Mereka pun jatuh ke atas tanah.
"Kenapa kau lewat sini?!" serang Leon.
"Mana aku tau!!" bantah Deon.
Ran yang melihat itu menepuk dahinya dan menggeleng pelan.
"Dasar payah!"
Kejadian ini membuat para monster senang. Mereka cepat berkumpul dan mengepung kedua manusia itu.
Lagi-lagi si kembar berpelukan, tak peduli lagi walau badan sudah bau keringat.
Ketakutan semakin menjadi-jadi ketika para sosok itu telah menapakkan kakinya tepat di depan mereka. Para sosok itu mendekat mengikis jarak antara mereka. Wajah mereka memucat diiringi peluh yang bercucuran. Dan sekarang celana pun sudah basah di bagian bawah.
"Ukh!" Ran jijik melihat cairan itu merembes ke tanah. Ingin sekali dia tertawa, tapi ini bukan saatnya. Dia harus segera bangkit dan menyelamatkan mereka.
Namun semua sudah terlambat. Salah satu dari makhluk-makhluk itu telah melompat ke arah mereka.
"Hwaaaaa!!" Si kembar berteriak kencang.
Bukan! Ran bukan terlambat melangkah. Tapi ada sosok lain yang tiba-tiba datang dan menyelamatkan mereka.
Tak disangka sekelebat bayangan melintasi ruang antara si kembar dan para makhluk tersebut. Lalu tiba-tiba para sosok serigala itu tumbang dan kepala mereka langsung terpisah dari tubuh. Tak setetes pun darah mengucur dari sana, pertanda mereka bukanlah makhluk biasa. Dan setelah itu para tubuh monster tersebut musnah menjadi abu.
Salah satu kepala berguling dan berhenti tepat di samping kaki Deon.
Dia pun berteriak dan mempererat pelukannya.
Sekelompok orang berjubah hitam muncul dari balik kabut. Wajah mereka tak bisa dikenali karena ditutupi oleh topeng.
Seorang dari mereka mendekati tuannya, yang bisa dikenali dari jubah hitam bergaris emas yang dia kenakan serta topeng putih berukir emas di wajah bagian atasnya.
"Tuan, kita sedikit terlambat," ucapnya sambil menunduk hormat.
Sorot mata tajam itu melirik ke arah mayat pengawal yang telah mati mengenaskan.
"Musnahkan mereka tanpa sisa!" Perintah itu turun begitu saja tak berperasaan.
Ran menelan salivanya susah dan merinding ketika kalimat kejam itu masuk ke lubang telinganya.
"Dilaksanakan!" Sang bawahan menunduk patuh. Mereka pun langsung bergerak, menghabisi para monster tersebut.
Ada banyak cara yang mereka gunakan untuk memusnahkan para monster. Diantaranya dipenggal, dicincang dan dibakar.
Suara teriakan pilu terdengar menembus kabut. Bagi kelompok jubah hitam tersebut, para monster itu tidak ada apa-apanya. Mereka ibarat kecoa yang bisa mati hanya dengan sekali injak. Para makhluk tersebut musnah dalam waktu singkat di tangan mereka.
Orang yang disebut 'Tuan' oleh kelompok jubah hitam itu datang menghampiri Ran. Spontan gadis itu bergerak waspada.
Dengan jarak yang sangat dekat, orang misterius itu menatap datar dirinya.
"Pulanglah!" katanya dingin.
"A-apa katamu?" Tubuhnya langsung membeku ketika kata-kata dingin itu menghujam dirinya.
"Pulanglah!" ulangnya sekali lagi.
"Tempat ini berbahaya!"
Jelas Ran mendengar kalimat itu. Dalam hati dia menggerutu,
"Tanpa disuruh pun, aku juga ingin pergi dari sini! "
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments