Tangan Ran terus memegangi buku tersebut. Tanpa dia sadari genggamannya bersama Shinichi sudah terlepas.
Dia terus memandangi gumpalan gelap di langit. Dengan harapan bahwa mereka cepat berlalu.
"Ayolah, aku mohon." Ucapnya dengan penuh keyakinan.
Kini telah beberapa menit berlalu. Sesekali terdengar suara helaan nafas panjang yang penuh lelah.
Mata gadis itu melirik ke arah Shinichi. Tubuh pemuda itu tengah bersandar malas di pagar. Kedua matanya telah terpejam, pertanda bosan.
Dan sesaat kemudian tiba-tiba mata biru itu terbelalak. Jelas di telinganya seseorang meneriakkan namanya.
Itu Ran!
"Shinichiiii!!!"
Gadis itu berlari kencang dengan senyum bahagianya. Dia berlari sambil membawa seberkas cahaya biru di tangannya.
Terasa sedikit pantulan cahaya di wajah Shinichi. Pantulan itu berasal dari permukaan lubang dangkal yang mengandung air di dalamnya. Dan itu hanya berjarak beberapa langkah dari Ran.
Gadis itu terlalu girang untuk menyadarinya. Shinichi tidak takut dengan cahaya itu, tapi dia lebih takut bila gadis itu tersandung. Tanpa menunggu dia langsung berlari dari arah yang berlawanan.
Yang dia khawatirkan sungguh terjadi. Kaki gadis itu masuk ke lubang dan tersandung. Sebelum menyentuh tanah, dengan sigap tubuh ramping itu langsung disambut olehnya. Pandangan mereka saling bertemu. Kilat biru mata itu beradu dengan cahaya biru di tangan Ran.
"Dasar bodoh!" Hanya kata itu yang bisa Shinichi keluarkan saat ini.
Kini bulan berada tepat di tengah-tengah langit. Dia sendirian tanpa ada bintang ataupun awan yang menemani. Buku yang berada di genggaman Ran semakin merespon cahaya bulan, seolah ia sedang menyerap energi yang dipaparkan oleh bulan.
Cahayanya semakin terang dan menyilaukan mata. Shinichi langsung merebut buku itu dan melemparkannya ke atas tanah.
Bukannya meredup, cahaya itu justru semakin liar. kemudian cahaya itu berkumpul di satu titik dan tertembak lurus ke arah lingkaran bulan. perlahan namun pasti, sebuah pola lingkaran sihir terukir di atas sana. Lingkaran itu rumit dan sama besarnya dengan bulan. Dia sungguh terang benderang.
Kedua tangan Ran menangkup wajahnya. Salah satu tangan Shinichi merayap memeluk Ran dan yang satunya lagi untuk menutupi wajahnya. Meski sudah seperti itu, cahaya tersebut tak juga bisa di kalahkan, seakan-akan dia bisa menembus kulit.
Cahaya itu terus meluas hingga melahap kedua insan yang tengah berpelukan itu.
...----------------...
"Tidaaaakk!! Lepaskaaann!!!"
Teriakan pilu menggema menyusuri seluruh penjuru hutan. Beberapa hewan yang beraktivitas di malam hari juga ikut menyaksikan kejadian itu dari kejauhan.
Seekor burung hantu itu tengah bertengger di sebuah dahan pohon, Dia memutar kepalanya 180 derajat. Matanya yang bulat dan besar mendelik ketika melihat pemandangan itu.
"Aku mohon, tolong, tolong bebaskan kami." rintih seorang pria penuh ketakutan dan permohonan.
Orang yang sedang duduk angkuh di depannya hanya menatap dingin dirinya. Dia adalah tuan dari orang-orang yang telah menyiksa pria tersebut.
Kilat berkali-kali berkedip, sekilas memperlihatkan wajah pria malang itu. Ternyata dia tak sendirian!
Tubuhnya dirantai bersama keluarganya di atas tanah. Mereka terdiri dari ibu, istri dan putri tunggalnya yang baru beranjak dewasa.
Tampang mereka sungguh mengerikan! Rambut mereka kusut bercampur debu dan darah. Banyak luka sayatan di wajah dan di bagian tubuh lainnya. Dan wajah sang putri tunggallah yang paling mengerikan, bahkan sampai hampir tak bisa dikenali. Pakaian bangsawan yang mereka kenakan juga sudah tak indah lagi.
Keluarga itu telah disiksa selama lima hari oleh sekelompok orang berjubah hitam tanpa ampun.
Untuk sekarang Mereka berada di tengah hutan yang sangat jauh dari pemukiman.
Kata kata kotor, caci makian, sumpah serapah, amarah sekaligus permintaan ampunan silih berganti meluncur dari bibir mereka. Namun itu sama sekali tak merubah keadaan ataupun ekspresi tuan mereka.
"Tidak bisakah kalian diam?!!" teriak seorang bawahan yang tengah berdiri tepat di samping tuanya.
Hanya dengan satu kalimat saja keluarga itu langsung bungkam. Tampaknya orang itu adalah bawahan terdekat dari tuan mereka.
"Percuma! Apapun yang kalian lakukan, itu tidak akan ada gunanya!" kata orang itu sambil menyeringai.
Si istri menatap ke sekelilingnya. Banyak orang berjubah hitam yang tak pernah diketahui wajahnya. Setengah bagian atas wajah mereka ditutupi oleh topeng yang kurang lebih sama bentuknya. Menyisakan lubang hidung hingga dagu dibiarkan terbuka.
Namun sedikit berbeda dengan tuan mereka. Dia sedikit lebih mencolok. Di setiap ujung dari jubahnya bergaris emas dan penutup wajahnya berwarna putih dengan ukiran emas di sudut kiri dahinya.
Kembali terdengar suara rintihan dari si putri tunggal. Air matanya mengalir bercampur dengan darah di pipinya. Lalu disusul raungan pilu dari anggota keluarga lainnya. Suara itu seperti menandakan keputusasaan mereka.
"Mau kalian berteriak sampai tenggorokan kalian putus pun, itu tidak akan bisa merubah nasib kalian!" Bawahan itu menatap wajah mengerikan mereka satu persatu.
"Kecuali-..." Dia sengaja memutus kalimatnya. Hanya sekedar ingin tau tanggapan dari keluarga tersebut. Orang itu melirik pada tuannya yang masih duduk tanpa merubah posisinya sedikitpun.
Hening!
Mendengar kata pengecualian itu, mereka langsung menutup mulut rapat-rapat dan membuka telinga lebar-lebar. Mereka menatap orang itu dengan penuh harap.
"Kecuali apa tuan?? Apapun itu, akan aku berikan. Aku mohon, beri kami kesempatan." Sang kepala keluarga membuka suara. "Ya. Kami memang salah! Kami akan perbaiki semuanya !" tambahnya lagi dengan suara penuh getaran.
Tuan mereka yang tengah duduk angkuh itu menganggukkan kepalanya sebagai isyarat. Bawahan itupun langsung paham dengan maksud tuannya.
Dia menatap lurus pada keluarga itu.
"Kecuali kalian mau menjawab pertanyaan tuanku ." Ucap orang itu.
"Tentu, tentu kami akan menjawabnya." Kini sang istri yang berbicara. Dia tampak terburu-buru dan tidak sabaran.
Wajah di balik topeng putih itu terangkat, bibir tipis itupun sedikit terbuka. Mata elangnya menatap penuh bahaya, seolah ingin menerkam mangsanya saat itu juga.
"Siapa…" Nada bicaranya begitu dingin, bahkan lebih dingin dari udara malam yang selama ini menemani mereka.
"Siapa yang mengirim surat itu?" Bibir itu kembali tertutup.
Ketika mendengar pertanyaan itu, mereka diam sesaat. Memikirkan arti dari setiap kata yang diajukan oleh orang itu. Tak ada apapun yang berhubungan dengan pertanyaan itu di dalam pikiran mereka.
"Kami sungguh tidak tahu apa yang tuan maksud." Ujar sang kepala keluarga takut dan penuh kehati-hatian.
"Surat ancaman yang ditujukan pada Raja." Percakapan diambil alih oleh sang bawahan tadi. Keluarga itu saling bertatapan dan menggeleng serentak.
"Kalau begitu, tidak ada pengecualian bagi kalian!" putus bawahan itu.
seketika mata mereka terbelalak mendengar kalimat itu.
Akhirnya orang yang duduk angkuh itu pun beranjak dari kursinya. Dia melangkah lebar masuk ke hutan lebih dalam dan menghilang di telan oleh kabut.
"Tidak tuan! Aku mohon!! beri kami kesempatan!!" Raungan menyedihkan itu kembali menggema. Mau bagaimanapun mereka meronta, rantai besi itu tetap erat mengikat mereka. Jika diberi syarat harus diinjak, maka mereka akan rela. Asalkan tidak mati dalam keadaan seperti ini.
Sang bawahan itu mendekati mereka. Tangannya dia angkat setinggi bahu. Kedua telapak tangan itu mengeluarkan semacam cahaya yang panas. Setelah itu muncullah kobaran api biru yang siap melahap korbannya tanpa sisa. Bahkan abunya saja pun juga tak tertinggal.
"Sihir api?!" Kata ibu dari keluarga tersebut lirih. Sebagai orang tua yang sudah berpengalaman, tentu dia tau dengan hal yang sedang mereka hadapi. Wanita tua itu berusaha berdiri namun sudah tak mampu lagi.
"Si- siapa kalian? Bukankah para penyihir telah dimusnahkan oleh Raja 11 tahun yang lalu?"
"Itu bukan urusan kalian!!!" Teriak bawahan itu.
Sang jagoan biru semakin besar dan ganas. Tanpa basa-basi lagi kobaran api itu langsung diarahkan pada keluarga malang tersebut. Dia langsung mengamuk! Melahap 4 tubuh itu tanpa ampun.
Lagi-lagi teriakan pilu itu menggema. Mungkin sekarang pita suara mereka telah putus dan hangus terbakar!
Sedikit demi sedikit teriakan itu hilang di udara. Menyisakan suara remukan tulang dan bau busuk yang mengerikan.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments