"Apa kau baik-baik saja?" Tiba-tiba sebuah suara berat menyapa Shinichi yang sedang mematung di atas tanah.
Spontan pemuda tersebut langsung menoleh ke asal suara tersebut.
"Eh…em…ya aku baik-baik saja." balas Shinichi gugup.
"Terimakasih banyak paman!" katanya sambil tersenyum.
"Orang ini luar biasa!"
seru Shinichi dalam hati.
Bagaimana tidak, tubuh pria itu tinggi dan kekar. Ditambah wajah yang cakep dengan kulit gelapnya. Tangannya yang berotot menggenggam kuat busur panah.
"Apa kau terluka?" Pria itu melirik sobekan lengan baju Shinichi.
"Tidak apa." Shinichi mengangguk pasti dan meremas sobekan bajunya.
Kemudian pria itu mengulurkan tangannya, dan disambut hangat oleh Shinichi.
Banyak pertanyaan di dalam benak pria itu. Tapi dia urungkan, melihat dari kondisi mereka sekarang.
"Mari ikut aku," ajak pria itu. Shinichi tak punya pilihan selain mengikutinya. Karena hanya pria itu yang bisa dia percaya untuk saat ini.
Dan juga orang ini tampak sudah sangat berpengalaman soal tempat ini. Meski begitu dia akan tetap waspada.
Sekali lagi Shinichi melirik binatang malang itu. Sebenarnya bukan kematian yang dia harapkan. Tidak seharusnya beruang itu mati, yang dia inginkan hanya agar beruang itu pergi dan dirinya bisa selamat. Tapi itulah hukum alam.
"Ne- nenek?" sapa Ran gugup.
Wanita tua itu tersenyum ramah dan kemudian dia menggerak-gerakkan kedua tangannya. Ran paham dengan gerakan tersebut. Itu adalah bahasa isyarat!
Apakah nenek ini tidak bisa bicara?
"Kamu siapa? " tanya sangat nenek dengan bahasa isyaratnya.
"Namaku Ran Mouri dan aku tersesat di sini," jawab Ran jelas. "Nenek sendiri siapa?"
Wanita tua itu kembali menggerakkan jari dan tangannya.
"Aku seorang tabib. Namaku Leen."
Sangat beruntung. Wanita tua ini masih memiliki pendengar yang sehat.
Kemudian nenek Leen membantu Ran untuk berdiri dan juga kembali mengangkut keranjang tadi di punggungnya.
Gadis itu merasa tidak enak. Seharusnya dialah yang menuntun nenek itu berjalan dan membawakan barang-barangnya. Tapi ini justru sebaliknya.
Langkah Nenek Leen membawanya kepada sebuah rumah sederhana yang tak jauh dari tempat pertama mereka bertemu. Di halamannya terhampar berbagai macam tanaman obat yang sedang dijemur. Sedangkan di kedua sisi rumah terdapat kebun kecil yang tertanam di dalamnya beberapa jenis tumbuhan. Semuanya tampak terawat dengan baik.
Ran pun diajak masuk ke dalamnya. Di dalam sana hanya terdiri atas tiga bagian, yaitu; ruang tamu, kamar dan dapur. Rumah itu terbuat dari anyaman bambu dan atapnya terbuat dari daun rumbia. Ada beberapa lubang di berbagai sisi. Lantainya tidak dilapisi apapun, hanya ada tanah yang tak rata. Rumah ini hampir tak layak huni.
Apakah nenek Leen tinggal di sini?
Kenapa dia sendirian?
Dimana keluarganya?
Banyak pertanyaan yang bertumpuk dalam benaknya, namun tak satupun bisa dikeluarkan. Ran merasa tak enak bila sampai dia menanyakan hati itu. Karena Nenek Leen telah menolongnya.
Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertanya.
Wanita tua itu membantu Ran berbaring di atas tempat tidur. Setelah itu dia pergi ke dapur untuk mengambil sesuatu.
Di kamar itu tidak ada apa-apa. Hanya ada sebuah kasur usang yang sedang dia tiduri saat ini.
Aroma masakan menusuk penciuman Ran, membuat perutnya meronta-ronta minta diisi. Tak lama dari itu, Nenek Leen datang dengan sebuah nampan di tangannya. Nampan tersebut berisikan semangkuk bubur beserta kawan-kawannya; irisan ayam, kerupuk, kecap dll. Serta segelas minuman herba yang asapnya masih mengepul. Semua itu masih hangat dan sangat menggiurkan.
Makanan itupun diletakkan di sisi tempat tidur. Kemudian wanita tua itu membantu Ran duduk bersandar. Pertama gadis itu menatap nampan tersebut dan beralih pada wajah orang yang telah menolongnya itu. Tatapannya memohon. Nenek Leen pun tersenyum dan mengangguk.
Tanpa aba-aba, tangan gadis itu langsung menyambar mangkuk tersebut. Dia makan dengan cepat dan lahap. Melihat sikap Ran yang seperti itu, nenek Leen langsung menahan tangannya.
"Jangan terburu-buru. Makanlah dengan tenang. Karena itu tidak baik untuk pencernaan mu, " ujar Nenek Leen dengan bahasa isyaratnya.
"Oh, ya ampun! Betapa bodohnya aku?!" rutuk Ran dalam hati sambil menahan malu.
Gadis itupun menurut. Kini dia makan dengan lebih tenang dan perlahan. Setelah usai, Nenek Leen menyodorkan minuman herba tersebut padanya. Ada sedikit keraguan. Ran tau, kebanyakan dari minuman herba itu rasanya pahit. Tapi dia akan tetap meminumnya untuk menghargai perlakuan baik Nenek Leen.
Mata gadis itu mendelik ketika meneguk minuman tersebut. Ternyata rasanya tidak seburuk yang dia pikirkan. Rasanya manis dan menyegarkan. Dia langsung menghabiskannya tanpa sisa setetes pun dalam satu nafas. Bahkan rasanya dia ingin tambah lagi.
Sembari menunggu gadis yang dia temukan tadi menyelesaikan minumnya, wanita tua itu meraba baju dan rambut Ran. Semuanya masih lembab. Dia pun pergi keluar kamar dan kembali dengan beberapa potongan baju.
Nenek Leen kembali menggerakkan jari dan tangannya, mengisyaratkan bahwa Ran harus lekas mengganti pakaiannya. Di mata Ran, pakaian itu lebih seperti pakaian orang zaman dulu. Tapi dia tak memusingkannya.
Sambil mengganti pakaiannya, Ran memberanikan diri untuk bertanya.
"Apakah nenek tinggal di sini?" Tanyanya hati-hati.
wanita tua itu menggeleng, "Aku tinggal di kota. Rumah ini hanya untuk tempat penyimpanan obat-obatan saja." jawabannya dengan gerakan tangannya.
Ran merasa lega.
"Apa nama daerah ini?" Tanya Ran lagi dan dia sudah selesai mengganti pakaiannya.
"Ini adalah negeri A D R I L I N I A," ujar nenek Leen dalam bahasa isyaratnya.
"Hm... terdengar seperti nama sebuah kerajaan?" pikir Ran.
"Ini memang sebuah kerajaan," celetuk wanita tua itu tiba-tiba sambil mengangguk seolah dia bisa membaca apa yang sedang di pikirkan oleh gadis tersebut.
Ran terkejut. Baru saja dia ingin bertanya lagi, sang nenek menyentuh tangannya. Wajah keriput itu tampak berpikir sejenak.
"Istirahatlah dulu. Kalau kau sudah cukup pulih, Aku akan membawamu ke kota." Dia pun membantu Ran kembali berbaring di atas tempat tidur dan membungkusnya dengan selimut.
...----------------...
Darrion Jefer, dia adalah seorang pemburu yang telah menyelamatkan nyawa Shinichi dari terkaman beruang. Selain berprofesi sebagai pemburu, dia juga berprofesi sebagai seorang guru beladiri di sekolah akademi khusus para bangsawan muda.
Selama mengikuti langkah pria kekar itu, Shinichi sama sekali tak berani berbicara.
"Di sini sangat sepi," kata Shinichi dalam hati. Sejak tadi yang mereka lewati hanya jalan setapak. Mungkin bisa terhitung berapa orang yang lewat dalam sehari. Dia bejalan di belakang mengikuti langkah pria kekar itu sambil menatap punggung tempat anak-anak panah itu bergelantungan.
Di sisi kiri dan kanan mereka hanya terdapat deretan perkebunan yang cukup terawat. Mata Shinichi sibuk memperhatikan jenis-jenis tumbuhan apa saja yang ada di sana.
Ada beberapa buah-buahan yang menjuntai ke arah jalan. Jika tidak fokus, buah itu akan memukul dahi.
Dan itu terjadi pada Shinichi. Beberapa kali dia mendesah kesakitan sambil menyentuh dahinya yang mulai memerah. Kata makian meluncur pelan dari mulutnya.
Darrion tersenyum ketika mengetahui tingkah pemuda yang baru saja dia tolong itu.
"Fokus lihat ke depan. Kalau tidak, dahimu akan memiliki tanduk bulat tambahan." peringat Darrion sambil tertawa kecil.
"Jika kau menginginkan buah-buahan itu, kau bisa memintanya nanti," tambahnya lagi.
Memang di sisi lain, Shinichi juga menginginkan buah yang begitu menggiurkan itu.
"Baiklah paman. Terimakasih," ujar Shinichi yang masih memegangi dahinya.
Langkah pria itu terhenti, begitu juga dengan Shinichi. Dia menatap pemuda yang baru dia tolong itu dari atas sampai bawah.
"Kalau dilihat, kau bukan berasal dari sini. Siapa namamu? Dan dari mana kau berasal?" tanya pria berkulit gelap itu.
"Namaku Shinichi Kudo. Sepertinya aku tersesat." Dia berpikir sejenak. "Aku berasal dari…" Dia tampak bingung untuk menjawab. "Bagiku tempat ini tidaklah normal. Aku seperti terjebak di zaman yang berbeda. Aku harus sangat berhati-hati!" pikirnya, walau sebenarnya dia tak ingin membenarkan pendapatnya ini.
"Dari?" Darrion menaikkan sebelah alisnya.
"Aku berasal dari negeri yang jauh."
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments