P × L = Ribet

"Happy Anniversary, Sayang."

Sapaan pertama begitu Rani keluar dari kamar pagi ini. Yah, sebenarnya ia enggan membuka mata dan memilih melanjutkan kenangan manisnya awal pertama kali masuk dalam kehidupan Tama. Awalnya yang hanya pura-pura, kini berakhir seserius ini.

"Tumben ingat?" Komentar Rani mengucek matanya.

"Ingat dong. "Tama menyerahkan buket bunga yang dibawanya bersamaan dengan boneka beruang yang mengenakan seragam tentara.

"Aku ulang tahun hadiahnya ini, Natalan hadiahnya juga ini, Aniv tahun lalu juga ini, masa sih selalu ini?" kata Rani menatap bunga itu dengan perasaan yang sulit diungkapkan.

Tama mengusap beret di kepala boneka TNI itu. "Dia adalah pengganti ku."katanya.

"Kamu kan cuma satu, Tam."kata Rani meletakkan boneka itu di meja disampingnya.

"Kenapa dibuang?"

"Ini kamu kan?"

"Terus?"

"Tau."

Rani kembali masuk ke kamarnya dan meletakkan buket bunga itu di sembarangan tempat. Yah, ia sedikit kecewa karena bukan ini yang ia harapkan.

lalu apalah yang ia harapkan?

Ia menggigit bibirnya sendiri dan menatapnya di cermin. Pastinya ia masih seperti orang-orang lainnya yang ingin sebuah ciuman.

Tok...tok...tok

Ketukan di pintu ber irama cepat, menandakan kalau Tama berada di sana. Dengan malas, Rani membuka pintu.

"Jadi cowok peka dong!" makinya.

"Peka gimana maksud lo?"

Diluar dugaan yang berdiri di sana buka Tama melainkan Laudy. Ditangannya terdapat nampan berisi buah-buahan kesukaan Rani, Karana ia tau benar apa yang dibutuhkan kakaknya itu.

Tapi melihat respon Rani, sontak saja ia kebingungan. Sejak kapan Rani menganggapnya sebagai seorang Cowok? biasanya ia selalu bertingkah semaunya tanpa memikirkan apapun.

"Lo_"

"Salah ya?" katanya menunjuk nampan buah ditangannya dengan matanya.

Secepat mungkin ia meraih nampan itu dan menutup pintu kamarnya dengan keras sampai Tama yang diruang Tamu terperanjat mendengarnya. Yah, terkadang ia kesulitan menerka apa yang diinginkan wanita itu. Dan untuk mencari tau, ia terlalu sibuk karena sedang berkencan dengan Alaska.

"Gila! Dia beneran ngga perduli ama gue?' katanya panas.

Sementara itu, Tama dan Alaska bertatapan sambil tersenyum satu sama lain.Yah, dibanding Laudy Alaska sedikit lebih tau soal kegilaan Rani.

"Soal Azka, lo ngga perlu takut bang. Gue bisa amanin sendiri kok," kata Alaska kembali ke poin pembicaraan.

"Gue kepo aja niat Azka yang sebenarnya itu apa sih?" balas Tama dengan emosi yang setengah memuncak.

Yah, sedari tadi ia berusaha menahan emosi saat mendengar kejadian itu dari kedua sahabatnya. Ia sedikit menyesal karena membiarkan Rani berjuang sendiri mempertahankan cinta mereka. Harusnya dia yang menjaga gadis itu, dan menemaninya setiap saat.

"Lo tau sendiri bang, masa lalu mereka."kata Alaska.

Alaska menghela nafas."Menurut lo gue harus diam aja?" katanya menatap mata itu.

Alasaka tersenyum."Jangan deh, mending biarin aja bang. Ntar gue kena maki ama Rani lagi. Dia minta buat rahasiain ini dari lo bang." katanya.

Saat mereka sedang asik-asiknya bercanda, Rani keluar dan melempar Tama dengan buket dan bonekanya. Jelas terlihat raut kaget Alaska dan Tama apalagi saat Rani pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun.

"Lo urus deh bang, gue dah nyerah." Alaska bangkit dan menepuk bahu Tama.

"Lo jangan lari dong."

Alaska mengedipkan matanya sebelah. "Lo lebih paham, Bang." katanya kabur.

Sekarang tinggal Tama yang menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan wajah bingung. Jujur, ini adalah kali pertama ia harus membujuk yang namanya wanita. Biasanya ia yang selalu dikejar sehingga ia tak punya tameng kuat mengahadapi amukan Rani.

"Apa yang harus gue lakuin?" katanya bingung.

Ia kemudian mendekati kamar Rani dan menghela nafas panjang.Tanpa ia sadari Laudy menatapnya sambil geleng-geleng kepala. Untuk pertama kalinya ia melihat si ganas Tama mengeluh seperti itu. Jika ini bukan tentang Rani, pastinya ia sudah mengejek atasannya itu.

"Lo mau satu rahasia bang?" kata Laudy menghampiri Tama.

"Emang lo tau apa?"

Laudy mengarahkan tatapan matanya pada Anjing yang berada tak jauh dari mereka. Tanpa berfikir panjang lagi, Tama tau apa yang harus ia lakukan sekarang.

Yah, anjing itu adalah pengganti dirinya saat ia pergi dulu. Ia dan Rani sengaja mengadopsinya dan mengatakan mereka akan merawat anjing itu sebagai Papa dan Mama. Namun karena Tama yang sibuk, ia terpaksalah membiarkan Rani merawatnya seorang diri.

"Sangchu, Papa boleh minta tolong?" katanya mendekati anjing yang duduk manis itu.

Ia meraihnya dan menggendongnya segera menuju pintu kamar Rani. Ia berdehem dan kemudian mengetuk pintu.

"Ran, kamu ngga mau ngucapin salam perpisahan buat Shangchu? pancingnya.

'Perpisahan apaan?' kata Rani dalam hati.

Ia berjalan mendekati pintu tanpa berniat membukanya. Ia takut itu hanyalah akal-akalan Tama membuatnya keluar. Namun saat mendekati pintu, ia mendengar dengan jelas suara nafas anjing kesayangannya itu membuatnya gugup seketika. Namun ia memilih untuk egois, karena merasa Tama sudah kelewatan.

"Aku beneran bawa Shangchu ya, Ran."kata Tama di belakang pintu.

Namun karena tak mendapatkan respon apa-apa dari Rani ia harus menghela nafas lagi. Percuma menempelkan telinganya berkali-kali kalau gadis itu tetap tak kunjung bicara.

"Ran, kali ini aku serius. Aku ngga akan pergi kalau kamu ngga keluar."katanya dengan nafas besar.

'Bisa juga lo ngeluh' kata Rani dalam hati.

Tepat saat Tama terduduk di pintu kamar, terdengar suara klakson di luar menandakan kalau orang yang ditunggu-tunggu keluarga ini sudah tiba. Laudy yang tadinya terpaku, tiba-tiba berlari ke luar rumah disusul Alaska.

Tanpa sadar sebuah senyuman tersungging di sudut bibir Tama. Entah mengapa ada sedikit rasa iri dalam hatinya meskipun kekayaan orang tuanya tak bisa dibandingkan dengan keluarga ini, Ia hanyalah anak yang selalu ditemani kemewahan dan harus mengemis perhatian. Yah, salah satu alasannya selalu mencari masalah karena hanya begitu Papanya akan memarahinya.

ia kemudian tersadar dan ingin kembali memenangkan hati Rani. Ia mengetuk kembali pintu, namun....

"Aduh!" keluhnya begitu jidatnya ditubruk pintu.

Yah, Rani tiba-tiba membuka pintu tanpa memberitahunya. Dan tanpa perduli Tama yang meringis, Ia berlari kayaknya anak kecil menyambut kedatangan Papanya. Hal itu membuat Tama hanya bisa geleng-geleng kepala sambil ikutan menyambut sang tuan rumah utama.

Selanjutnya mereka makan malam bersama karena Yusuf baru pulang dari Jerman. Dan disinilah puncak permasalahan antara Tama dan Rani dimulai.

"Papa tau ngga kalau Tama itu jahat banget ke Rani?" kata Rani di sela mulutnya yang penuh makanan.

Uhukkkkkk

Tama tiba-tiba tersendat. Mita menyodorkan minuman sambil menepuk punggungnya." Jangan kelewat, Ran. Liat Tama jadi batuk," katanya.

"Misal ke Rani dia jahat, kalau ke Papa dan Mama engga...."

"Pap ngga usah ngomong deh."potong Rani sok cemberut.

"Itu alasannya bang, kenapa gue ngga mau punya pacar kaya tipe Rani...."

"Panjang kali lebar hubungannya, tapi akhirnya ribet." sambung Alaska menyempurnakan kata-kata Laudy.

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!