"Gue ngga ngerti lo ngomong apaan?"
Kerutan di dahi Tama semakin terlihat karena otak kecilnya tampak melambat dan enggan bekerja sama. Senyuman sinis yang selalu terlihat sama, muncul di sudut bibir Rani menandakan kalau gadis itu sedang mengejeknya. Namun, entah mengapa, Tama malah kecanduan dengan senyuman itu dan ingin selalu melihat sosok Rani yang setengah mengejek.
"Ngga perlu ngerti juga."katanya melangkah pergi.
"Hey, tungguin gue. " Tama mengejar langkah Rani.
"Hah, lelucon macam apa ini? Dia bahkan ngga tau nama gue." bisik Rani hampir tak terdengar.
Mereka beriringan masuk ke dalam kelas meskipun Rani merasa sangat tidak nyaman dengan tatapan mata siswa yang sebentar lagi akan berkumpul untuk bergosip bersama. Sialnya, dengan santainya Tama malah menggenggam tangannya dan menariknya untuk duduk di mejanya.
"Ngga usah berlebihan."Rani menarik tangannya.
"Kan lo pacar gue."
"Ngapain duduk disini?"
"Nemenin lo."
Rani mengeluarkan lattopnya dan mulai fokus dengan tugas yang belum ia selesaikan. Yah, daripada berdebat dengan Tama, lebih baik ia mengintip masa depannya. Namun sialnya, Lattopnya malah enggan untuk menyala.
"Lo_"
"Siang semuanya. "
Ucapan Rani terhenti saat guru pembimbing masuk. Artinya ia tak lagi punya kesempatan untuk meminta bantuan untuk memperbaiki lattopnya. Dengan lunglai, Ia duduk sambil menunduk karena sebentar lagi ia pasti akan dikeluarkan.
"Okay, untuk tugas Presentasi materi Biologi udah selesai semua kan?" kata bu Lia membuka percakapan.
"Sudah Bu."jawab siswa serempak.
Hanya Rani yang tetap menunduk dan meremas tangannya sendiri keras. Yah, dalam situasi seperti ini ia menyalahkan dirinya karena tak memeriksa kelengkapan alat tempurnya sebelum berangkat sekolah.
"Okay, sebelum kita mulai... Ibu ingin bertanya siapa yang tidak menyelesaikan tugas?" katanya.
Dengan gementar, Rani ingin mengacungkan tangannya. Namun tiba-tiba Tama menahan tangannya dan malah mengangkat tangannya sendiri.
"Saya Bu. Saya lupa bawa lattop," katanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Lagi-lagi kamu, Tam. Saya penasaran jadi apa kelak kamu." kata Bu Lia bersungut-sungut.
"Yah, namanya manusia _"
"Keluar sekarang!"
Ia menggeser lattopnya ke hadapan Rani sambil mengedipkan matanya seolah ini bukan masalah besar untuknya. Dengan santainya ia keluar kelas tanpa sedikitpun rasa penyesalan.
Sepanjang pelajaran, Rani tak bisa berfokus. Pikirannya terus melayang pada Tama yang selama ini dikenal nakal dan tukang buat masalah. Padahal jika dilihat dari hasil materinya, ini luar biasa sempurna dan malah mengalahkan pemikiran Rani sendiri yang selama ini memegang kendali di kelas ini sebagai juara pertama.
Sampai jam pulang sekolah tiba, Rani dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Tama sambil menenteng tas dan barang-barang Tama. Banyak hal di kepalanya yang harus ia tanyakan, sekalian ingin berterimakasih kasih karena telah membantunya.
[Kangen Yah?] Dengan santainya Tama menjawab panggilan Rani.
"Mana lo?"
[Ada]
"Mana?"
[Santai aja, gue dibelakang lo.]
Rani berbalik seketika, dan Tama menyambutnya dengan senyuman santai. Ekspresi itu terkadang membuat Rani kesal dan iri karena orang seperti Tama tak pernah merasakan adanya beban dalam kehidupannya.
"Lo punya utang satu ama gue."katanya.
"Hah?"
"Dua kan? Sekali soal Azka, dan sekarang_"
"Makasih."
"Kalau semua hal bisa dibalas dengan kata Makasih, lalu buat apa ada uang? Belanja cukup bilang makasih, dan_"
"Mau gue traktir makan?"
"Uang gue banyak."
"Trus mau lo apaan?"
"Temenin gue ke pesta malam ini. "
"Hah?"
Rani kaget bukan main mendengar ucapan Tama. Bukannya apa, ia tidak pernah datang ke acara seperti itu. Dengan gelengan cepat, ia menolak ajakan itu.
"Lo milih berhutang seumur hidup?" kata Tama sambil tersenyum.
Ia yakin sekali Rani tak akan menolak meksipun gadis itu menggelengkan kepala awalnya. Ia akan merebut kesempatan ini sebagai awal menyemaikan kembali cinta pertamanya yang sudah layu.
Yah, Rani satu-satunya orang yang bisa membuatnya berdesir merasakan aliran Dopamine yang membuatnya kecanduan melihat wajah Rani. Tapi mendekati gadis itu lebih susah dari menundukkan kepala sekolah agar tak pernah menghukumnya seberat apapun kesalahan yang ia lakukan. Apalagi setelah Rani tau dirinya menjadi mainan Tama dan teman-temannya, membuat jarak diantara mereka semakin terlihat.
"Nggada yang lain apa?"
Ucapan Rani kali ini membuat Tama tersadar. "Gue cuma mau itu."katanya.
"Kapan?"
"Malam ini."
"Hah?"
Lagi-lagi Rani hanya bisa menganga tak percaya. Ia tau Atanasius sang pemegang saham terbesar SMA Sint Fatwa tempatnya belajar bukan orang sembarangan. Bagaimana mungkin dirinya hadir dalam acara mereka? akh, memikirkannya saja membuat bulu kuduknya meremang seketika.
"Gue ngga akan maksa. Hanya saja lo tau kan materi itu milik gue? hanya kebetulan aja kita dapat materi yang sama. "katanya.
"Lo ngancam gue?"
"Iya."
Mendadak Rani kesulitan bernafas karena sulit menentukan pilihannya. Yah, kalau ia tak mengikuti kemauan Tama ia akan mencoret masa depannya sendiri. Tapi mengikuti keinginan Tama, sama saja menunjukkan dirinya pada dunia luar yang tak se frekuensi dengannya.
"Okay lah."katanya akhirnya.
"Ngga bisa dirubah lagi yah?"
"Iya."
Yeyyyyyy
Tanpa sadar Tama memeluk Rani erat sakin senangnya. Sontak saja hal itu membuat Rani tidak nyaman dan langsung menepis pelukan Tama. Yah, hatinya masih terlalu beku setelah apa yang Azka lakukan padanya. Rasanya memang lebih sakit dikhianati saat kita tak punya hubungan khusus, daripada dikhianati saat status memang sedang berpacaran.
"Apaan sih? norak banget lo,"katanya marah.
"Jam 6 sore gue jemput yah."
"Emang lo tau rumah gue?"
"Apa sih yang engga_"
"Serah lo deh." kata Rani memilih pergi.
Baru saja beberapa langkah ia lepas dari pandangan Tama, Azka menghadang langkahnya di depan sana. Meskipun Rani masih merasakan debar di dadanya, ia mencoba cuek dan melewati Azka tanpa menyapanya.
"Lo beneran pacarnya Tama?" kata Azka menahan lengan Rani.
"Lo ingat kan, keluarga lo bilang apa? Lo ngga akan ada masa depan ama gue."kata Rani malas tanpa berniat menatap wajah Azka.
"Lo marah karena hal itu?"
"Banyak hal yang buat gue marah Az. Termasuk sikap pengecut lo yang memilih menghilang hanya karena _"
"Gue minta maaf Rani "potong Azka cepat.
"Gue dah maafin kok, tapi kembali kata dulu gue ngga bisa. Gue ada Tama sekarang, yang bisa jadi pacar sekaligus sahabat gue."kata Rani memulai drama barunya.
"Lo yakin? Lo tau kan siapa Tama? Lo ngga lupa juga kan kalau _"
"Gue ingat semua kok. Tapi setidaknya ia ngga sok baik kata lo. Dia tampil apa adanya, ngga kaya lo yang tampil ada apanya. "
"Ran, Please_"
"Makasih buat semuanya,Az. "pamit Rani meninggal pemuda itu mematung sendirian
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments