H-6

《 DISCLAIMER 》

Cerita ini hanya fiktif belaka dan hasil dari imajinasi Author .Jika ada kesamaan nama tokoh ,tempat kejadian ataupun cerita ,itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan .

*

*

*

Semua pasang mata yang berada di aula menatap Jihan dan Jena yang tengah menangis tersedu-sedu. Mereka bertanya-tanya kesedihan apa yang di rasakan dua perempuan itu. Tapi tak berlangsung lama, mereka kembali pada kegiatannya masing-masing. Semantara Jihan, dia memeluk erat tubuh Jena berucap terima kasih pada Tuhan, karena adik dari Ningsih ternyata selamat.

"Hiks... hikss... Dokter Jihan dimana kak Ningsih?" Tanyanya dengan air mata yang membanjiri baju yang di kenakan Jihan.

Jena merasa sedikit lega karena teman kakaknya ternyata selamat, tapi tetap saja hatinya masih belum lega sepenuhnya, karena tidak melihat keberadaan kakaknya.

"Syukurlah Jena, aku pikir kamu tidak selamat hiks.. hiks.." alih-alih menjawab pertanyaan Jena. Jihan malah mengucapkan rasa syukurnya pada perempuan itu.

Jena mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya, mengedarkan matanya ke sekitar mencari keberadaan Ningsih kakaknya di lautan manusia yang berada di aula. Tapi saat dia, tidak melihat batang hidung kakaknya. Jena menoleh pada Jihan, yang di balas dokter itu dengan wajah menoleh ke samping. Tak ingin memandang ke arahnya.

"Dokter! Dok lihat aku! dimana kakak? dimana kak Ningsih? hiks... hiks.. dia selamat seperti dokter kan? Dok, beritahu aku dimana kak Ningsih! DOKTER JIHAN! AKU BERTANYA PADAMU! DIMANA KAK NINGSIH!" suara Jena meninggi, dia bahkan tak sadar berteriak keras pada Jihan. Yang membuat Mega, yang sedari tadi mengamati dari kejauhan, sontak berlari menghampiri Jena dan.

Plak!

"Akhh." "Jena!"

Jihan yang melihat kejadian itu sangat kaget. Lalu berjalan cepat-cepat menghampiri Jena yang tengah memegangi pipinya yang merah karena tamparan keras dari Mega.

"APA YANG KAMU LAKUKAN MEGA!" Teriak Jihan menatap tajam Mega.

"APA!? Aku hanya membantumu, dia berteriak keras padamu, dan kamu hanya diam? itu membuatku muak! Dan soal kakaknya, siapa?Ningsih? dia tidak selamat."

Ucapan sarkas yang terlontar dari bibir Mega, membuat Jihan menatapnya marah dengan Jena yang menatapnya kaget.

"A-apa yang kakak bilang?" Ucap Jena menatap Mega, lalu beralih menatap mata Jihan meminta kebenaran dari ucapan Mega, tapi, dokter itu hanya diam menundukkan kepalanya.

Seketika tangis Jena pecah, kakinya lemas, tak bisa menompang tubuhnya lagi. Dia menangis tersedu-sedu, membuat semua orang yang berada di aula kembali menatapnya.

Jihan yang melihat Jena menangis, langsung memeluk erat tubuh ringkih adik Ningsih itu. Dia juga ikut menangis membuat Mega mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Mega terpaksa melakukannya, dia tahu, jika Jihan tidak akan memberitahu bahwa Ningsih tidak selamat pada adiknya.

Mega sudah mengenal lama Jihan, dan tahu bagaimana sifat Jihan yang terlalu peduli dengan orang lain tanpa dia sadari jika itu membuatnya terlihat lemah.

"Kak." Ucap Ara dengan air mata mengenang di pelupuk matanya menatap sang kakak. Bayu menggeleng, menahan adiknya yang akan menghampiri dua wanita yang sedang berkabung itu.

Ara mengangguk, lalu memeluk kakaknya, membenamkan wajahnya di dada bidang kakaknya. Sementara Bayu, memejamkan mata saat merasakan bajunya perlahan basah, dia semakin mengeratkan pelukannya pada sang adik.

*****

Sementara itu, di ruangan khusus untuk para tentara. Budianto tengah berbicara dengan seseorang di telepon.

"Lapor pak, di tempat pengungsian 2 terdapat 50 rb orang berhasil kami selamatkan, dan 20 rb terluka ringan." Ucapnya melapor pada atasannya yang berada di gedung pemerintah.

"Kerja bagus, jangan biarkan mereka semua keluar 1 cm pun dari tempat pengungsian, jika ada yang melanggar bunuh mereka."

"Tapi pak, apa anda yakin?" Jawab Budianto ragu, lalu menatap pada anggota lainnya yang sama kagetnya mendengar ucapan dari atasannya.

"Apa kamu ingin jika virus itu menyebar seantero Jakarta? ingat, Budianto! aku saja tidak tahu apa anak dan istrimu selamat atau tidak, bukankah kamu belum menemukan mereka?" ucapan atasannya di sebrang telepon, membuat rahang Budianto mengeras. Giginya bergemelatuk menahan amarah. Ingin sekali dia berteriak keras pada atasannya. Tapi dia urungkan karena itu juga salahnya sendiri.

jika dia tahu akan jadi seperti ini, mungkin tadi pagi, seharusnya dia mengantar anak dan istrinya ke sekolah, bukan malah tertidur.

Semua anggota tentara yang berada disana, seketika terdiam mendengar ucapan dari atasan mereka.

"Baik pak, saya laksanakan!" Ucap Budianto sebisa mungkin mengatur nada bicaranya agar tidak terlihat seperti sedang marah.

"Ah jangan lupa, obati semua orang yang terluka" Ucap sang atasan langsung mematikkan teleponnya.

Budianto memejamkan mata menetralkan amarahnya, lalu menoleh pada anggota nya, kemudian menyuruh mereka untuk segera mengambil peralatan medis dan obat untuk mengobati para warga yang terluka.

Setelah kepergian para anggotanya, Budianto membuka dompetnya, terlihat photo anak dan istrinya yang tersenyum menatapnya di dalam photo, lalu terkekeh sambil tersenyum kecut.

"Tunggu aku." Gumam lirih Budianto.

****

Sementara di aula, Jihan menatap Jena yang sejak tadi hanya menatap kosong udara, dia merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan Ningsih. Lalu dengan pelan dokter cantik itu berjalan menghampiri Jena dengan sambil membawa roti untuk Jena.

"Jena makanlah," Ucap Jihan memberikan roti di tangannya pada Jena.

Jena menoleh, lalu dengan ekor matanya melirik ke roti yang ada di tangan Jihan. Lalu adik dari Ningsih itu kembali terdiam menatap kosong. Yang membuat Jihan mengigit bibirnya merasa iba.

Mega yang melihat itu langsung menghampiri Jihan, dia mengambil roti yang berada di tangannya dan duduk di samping Jena.

"Maaf." Ucap Mega, dia memegang bahu Jena untuk menghadap kepadanya. Mega menghela nafas berat karena Jena masih diam tak bergeming, lalu membuka bungkus roti dan perlahan menyuapi Jena.

"Aaa ayo, pesawat akan segera mendarat " Ucap Mega tersenyum manis pada Jena.

Jena memalingkan wajahnya menghindari suapan dari Mega, tapi bukan Mega jika dia langsung menyerah begitu saja. Tanpa kenal lelah, Mega menyuapi lagi Jena tanpa aba - aba, membuat wajah Jena belepotan karena selai coklat dari roti.

"Pfthhh hahaha, lihat! pesawatnya malah menabrak" Ucap Mega menahan tawanya. Wajah perempuan itu buat konyol yang membuat Jena melihatnya sedikit menyungingkan bibirnya sedikit. Tapi, perlahan berubah menjadi isak tangis lirih yang membuat Mega langsung memeluknya.

"Jangan menangis, kamu harus percaya jika apa yang kakak mu lakukan itu untuk menyelamatkanmu, kakakmu pasti senang jika melihat adiknya selamat. Kamu harus membuat kakakmu bangga atas keselamatanmu ok!" Ucap Mega, yang membuat Jena kembali terisak mengingat kakaknya.

"Kak Bayu aku tidak kuat melihat Bu Jena seperti itu." Ara menatap kakaknya sedih, dia bersyukur kakaknya berhasil selamat dan menjemputnya, dia tidak tahu akan jadi seperti apa jika kakaknya tidak selamat seperti kakaknya gurunya.

"Jangan khawatir, kakak akan terus melindungimu." Bayu menutup kedua telinga adiknya dengan tangannya. Dia mencium pelan kening Ara, bukti akan menepati janjinya.

"Sepertinya aku ketinggalan sesuatu?" Budianto meringis melihat pemandangan menyedihkan di depannya.

Mega dan Jihan menoleh pada kapten tentara itu, lalu menatapnya bingung, karena selama mereka mengungsi disini, belum pernah sekali pun melihat tentara yang satu itu. Seolah mengerti dengan tatapan Mega dan Jihan, Budianto langsung mengenalkan dirinya pada mereka .

"Apa ada dari kalian yang terluka?" Tanya Budianto menatap semuanya.

"Ah betul, Ara, bukankah kaki mu terluka?" Celetuk Jena membuat Jihan mengalihkan matanya pada anak SMA yang datang bersama Jena tadi.

"Ah hanya luka sedikit kok Bu." Ara menjawab kaku gurunya, dia menatap nanar Jena karena meskipun hatinya sedang berkabung, gurunya masih tetap memperdulikannya.

"Apa boleh aku melihatnya?" Ucap Jihan tersenyum manis menghampiri Ara.

"Ah iya dokter tolong obati kaki adik ku." Alih-alih Ara yang menjawab, Bayu secara spontan menjawab ucapan Jihan, membuat dokter itu terkekeh geli melihat tingkah Bayu .

*

*

*

Hai sobat sachie..

Gimana episode kali ini?seru ngak?seru dong hihi .

Angkat tangan yang nangis di episode ini haha karena sachie kebetulan jualan tisu haha.

Mau tahu kelanjutannya?terus pantengin cerita ini yaa...

Love seunirverse buat kalian💖💖💖

Terpopuler

Comments

kenazokia Kenzo

kenazokia Kenzo

tor entah kenapa yang bikin sedih tu elu

2023-03-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!