Wanita cantik tadi yang sempat mendorong Dilara segera merubah ekspresi geramnya menjadi wajah sok cantik dan juga manja di hadapan Tuan Enver. Dilara yang melihat akan hal itu langsung memutar kedua bola matanya malas dengan tangan yang masih sibuk mengusap perlahan pinggangnya yang terasa begitu nyeri.
"Tuan Enver, gadis kurang ajar ini tadi menabrak saya," kata pekerja wanita yang tidak Dilara ketahui namanya sembari menunjuk kearah Dilara. "Saya melihat gadis itu buru-buru keluar dari ruangan Anda dan sepertinya dia sedang mencuri dan karena takut ketahuan maka langsung buru-buru keluar dari ruangan Anda, Tuan," tuduh wanita cantik itu sembari menatap Dilara dengan sorot mata yang semakin menajam.
"Jaga ucapan kamu itu, Memangnya apa yang bisa aku curi di dalam ruangan itu? Tanya Dilara balik. Apakah laptop ataukah benda-benda yang tidak berharga lainnya." Jika sedang merasa kesal seperti sekarang maka Dilara akan kehilangan rasa takutnya pada Tuan Enver.
Mendengar ucapan Dilara yang polos lagi-lagi Fan langsung menggigit bibir bagian bawahnya supaya tawa laknat itu tidak keluar dari bibirnya. Sungguh hanya Dilara saja yang bisa mengatakan hal seperti ini di hadapan Tuan Enver.
Tuan Enver sendiri masih menatap ke arah Dilara tajam tanpa mengucapkan satu patah pun.
"Dasar ******! Jaga ucapan kamu itu! Berani sekali kau mengatakan hal tersebut di hadapan Tuan." Wanita itu hendak menampar Dilara kembali, tetapi dengan cepat Dilara langsung menangkisnya kemudian mendorong wanita itu hingga kembali terjatuh di lantai.
"Tuan Enver lihatlah sikap gadis itu begitu kejam dan juga tidak tahu aturan," ujar wanita itu manja seraya menarik tubuhnya berdiri di samping Tuan Enver.
Wanita itu mencoba untuk mendapatkan perhatian Tuan Enver.
"Masuk ke dalam!" titah Tuan Enver sembari menatap ke arah Dilara.
"Disuruh masuk ya masuk saja tak perlu membentak seperti itu," oceh Dilara dengan tangan yang masih mengusap perlahan punggungnya yang terasa sakit.
Tuan Enver menatap ke arah punggung Dilara kemudian setelah pintu itu tertutup dengan cukup keras Tuan Enver melirik ke arah wanita yang ada di sampingnya.
Memangnya siapa gadis itu? Kenapa Tuan Enver tidak marah setelah mendengar ucapannya? Kira-kira seperti itulah yang kini sedang dipikirkan oleh wanita itu sekarang. Wanita itu mulai tak perduli dengan siapa gadis kurang ajar itu, karena yang terpenting sekarang ia harus berusaha untuk merayu Tuan Enver.
Wanita itu pun bergelayutan manja di lengan Tuan Enver karena ia berpikir jika kini Tuan Enver menyukai keberadaannya. Wanita itu dengan berani menyandarkan kepalanya di pundak Tuan Enver dengan jemari lentik yang mencoba untuk menyusuri setiap lekuk dada bidang lelaki bertubuh tegap di sampingnya sekarang.
"Pecat dia!" titah Tuan Enver sembari melirik ke arah Fan.
Wanita itu pun langsung mengangkat pandangannya kemudian menatap ke arah Tuan Enver seakan tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"Kenapa Anda memecat saya? Memangnya apa yang telah saya lakukan?" tanya wanita itu sembari mulai menjaga jarak dari Tuan Enver.
"Jangan hanya karena kau pernah naik ke atas ranjang ku satu kali lalu kau bersikap seperti ini." Tuan Enver berbicara dengan nada suara terdengar teratur, tetapi penuh akan makna yang sangat dalam dan tidak bisa diabaikan.
"Tuan," ucapan wanita itu menggantung di udara Ketika Tuan Enver mengangkat satu tangannya.
"Singkirkan dia!" setelah memberikan perintah pada asistennya Tuan Enver pun melangkah masuk ke dalam ruangannya.
***
Saat ini Dilara sedang berdiri di tengah-tengah ruangan ini kemudian wanita itu mendengarkan suara pintu yang di kayun ke belakang. Dilara menatap ke arah pintu dan nampaklah Tuan Enver berjalan mendekatinya.
"Aku harus menjaga jarak dengannya, siapa tahu dia akan mencekikku seperti tadi," batin Dilara yang masih merasa takut akan apa yang lelaki itu lakukan ketika berada di dalam mobil sebelumnya.
"Kemarin lah!" titah Tuan Enver yang kini sudah duduk di sofa.
"Tidak mau," jawab Dilara. "aku akan ke sana tetapi berjanjilah kau tidak akan mencekik aku seperti tadi," ujar Dilara kalah ketika melihat sorot mata nyalang Tian Enver.
"Hem," jawab Tuan Enver dengan daheman.
Dilara pun mulai melangkah perlahan mendekati lelaki itu kemudian mendudukkan tubuhnya di samping Tuan Enver.
"Buka!" titah Tuan Enver membuat Dilara langsung menyentak pandangan menatapnya.
"Apanya?" tanya Dilara dengan wajah polos.
"Baju mu!" titah Tuan Enver untuk kali kedua.
Dilara langsung mundur hingga ke sudut sofa mencoba untuk menjauhi lelaki itu. Dia meminta Dilara untuk membuka bajunya? Apakah lelaki itu sudah gila!
"Tidak mau," ujar Dilara sembari menutupi tubuhnya menggunakan tas yang sedang ia pegang.
Tuan Enver mulai mendekatkan tubuhnya perlahan ke arah, Dilara bersiap untuk kabur, tetapi lelaki itu sudah mengarahkan kedua tangannya untuk memegangi pundak Dilara. Dilara melihat lelaki itu mengarahkan satu tangannya mendekati wajahnya Dilara pun langsung memejamkan kedua matanya dengan begitu erat sekali karena takut lelaki itu akan memukulnya seperti sebelumnya.
"Aku akan mengobati luka di pinggangmu," kata Tuan Enver sembari menyentil perlahan kening Dilara.
Dilara segera membuka matanya kemudian menatap ke arah lelaki itu. "Aku bisa mengobatinya sendiri tanpa perlu kau bantu," jawab Dilara dengan kedua pipi yang sudah merona merah mirip seperti tomat yang hampir busuk.
Dilara sungguh merasa sangat malu sekali sebab tadi ia sudah berpikir yang tidak-tidak padahal lelaki itu hanya mencoba untuk membantunya.
"Aku bukan sedang memohon, tetapi memberikan perintah!" kata Tuhan Enver dengan suara terdengar datar. "Jika kau sudah melupakan surat perjanjian kita maka ...." perkataan Tuhan Enver menggantung di udara ketika Dilara menyela tutur katanya.
"Lekaslah obati lukaku, tapi dengan perlahan," ujar Dilara yang sudah malas mendengar embel-embel perjanjian pernikahan konyol itu lagi.
Dilara pun mulai membuka sedikit baju bagian belakangnya. Hal itu membuat Tuan Enver langsung menepuk pelan jidatnya antara kesal dan juga ingin mencekik gadis kecil yang ada di hadapannya sekarang.
"Buka bajumu yang benar atau aku akan membuka semuanya!" ancam Tuan Enver yang mulai menipis kesabarannya.
"Dia itu kalau menyuruh seenak jidatnya saja Apakah tidak berpikir kalau hal ini sangat sensitif sekali bagi seorang gadis," gerutu Dilara yang masih didengar oleh Tuan Enver.
"Apakah kau ingin Aku menjadikanmu tidak gadis lagi," goda Tuan Enver sembari berbisik di dekat telinga Dilara.
Dilara pun langsung menjauhkan tubuhnya sembari mengusap perlahan telinganya yang terasa geli akibat sikap spontan lelaki itu. Dilara tanpa sengaja menabrakkan punggungnya ke sudut sofa dan gadis itu pun memetik kesakitan sembari mengusap-usap perlahan punggungnya yang berdenyut nyeri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
eka agustyan
tar juga lama2 enver bucin sm dilara
2023-02-19
0