“Suruh semua media masa untuk memberitakan tentang pernikahan ini!” titah Tuan Enver pada Fan.
Dilara langsung membulatkan kedua matanya. Jika sampai pernikahan ini di ketahui oleh semua orang, mau di taruh di mana wajahnya, dia mencintai lelaki lain dan lelaki itu tidak boleh sampai tahu jika Dilara telah menikah-ralat ini tidak bisa dibilang seperti pernikahan sebab Dilara jelas-jelas tidak mengetahui jika surat yang tadi telah ia tanda tangani ialah surat pernikahan. Dilara harus menghalangi semua hal buruk ini sampai tersebar luas, Dilara tidak ingin masa depannya hancur dalam sekejap mata.
“Fan jangan turuti permintaan konyol itu." Dilara menatap kearah Dan sesaat kemudian menarik pandangannya kearah Tuan Enver. "Aku tidak mau menikah dengan kamu dan kenapa kamu memaksaku? Kenapa tidak kamu menikahi wanita lain saja,” teriak Dilara sembari melangkah menghampiri Tuan Enver dengan kedua bola mata yang membulat penuh.
“Aku bisa menikahi siapa saja yang aku inginkan!” ujar Tuan Enver sembari mengangkat rahangnya angkuh.
“Lalu kenapa kau memilihku?” kata Dilara.
“Anggap saja kau sedang beruntung,” ujar Tuan Enver santai.
“Hahaha, beruntung? Aku bahkan merasa menjadi gadis tersial di muka bumi ini setelah melihat wajahmu yang jelek itu,” ujar Dilara dengan tatapan yang jijik.
Dilara menatap Tuan Enver seperti seonggok sampah yang memiliki bau busuk. Kira-kira seperti itulah arti tatapan Dilara pada lelaki arogan itu.
“Astaga, dia berani sekali,” batin Fan merasa cemas dengan keberanian yang Dilara miliki.
Tuan Enver menarik pinggang Dilara kemudian mengecup bibir ranum itu dengan paksa, Dilara berontak dan ia pun mengigit bibir Tuan Enver dengan sangat kasar hingga lelaki itu melepaskan kecupannya.
“Berani sekali kau mengambil ciuman pertamaku,” bentak Dilara dengan wajah yang sudah nampak murka.
“Manis sekali,” sahut Tuan Enver dengan mengusap bibir bawahnya yang tadi sempat di gigit oleh istri kecilnya itu.
“Mesum,” teriak Dilara marah.
“Bawa dia ke kamarnya!” titah Tuan Enver pada seorang wanita paruh baya.
“Baik, Tuan,” jawab Bi Alin, ya itu lah nama pelayan yang selama ini membantu mengurus kebutuhan Tuan Enver ketika ada didalam rumah.
“Nona, mari saya antarkan ke kamar Anda,” ujar Bi Alin dengan mengedipkan satu matanya yang seakan mengisyaratkan jika Dilara harus mengikutinya.
“Aku tidak mau menjadi istri kamu,” kata Dilara pada Tuan Enver kemudian melangkah pergi bersama dengan Bi Alin yang kini mengandeng tangannya.
“Gadis pintar,” ujar Enver.
“Lelaki mesum,” jawab Dilara sembari menatap Tuan Enver mengunakan ekor matanya.
Fan duduk di sofa setelah Tuan Enver duduk. Kini kedua lelaki itu masih menatap kearah Dilara yang kini menaiki anak tangga rumah ini sembari membulatkan kedua matanya. Gadis itu sungguh berani menatap Tuan Enver dengan wajah seperti itu, dan untuk kali pertama juga Tuan Enver melepaskan seseorang yang sudah berani menyinggungnya.
Tuan Enver mengalihkan pandangannya kearah Fan dan ia melihat lelaki itu masih menatap Dilara. Tuan Enver langsung menendang meja yang ada dihadapannya hingga membuat Fan menatapnya.
“Enver, kamu membuat aku kaget,” ujar Fan sembari memegangi jantungnya yang kini sudah berdetak dengan kencang.
“Sudah kau lakukan perintahku tadi?” pertanyaan yang keluar dari mulut Tuan Enver lebih mirip seperti suatu teguran.
“Belum,” jawab Fan jujur. “Kenapa kamu melakukan semua itu? Kau bisa memilih wanita manapun yang ingin kamu nikahi, tapi kenapa harus gadis remaja itu?”
“Karena aku ingin menghukumnya! Mempermainkan gadis remaja itu rasanya hari-hariku akan sangat menyenangkan sekali,” ujar Tuan Enver dengan seringai liciknya.
“Enver, kasihan dia. Apakah kamu tidak merasa iba dengan kondisinya, dia anak yang terbuang dan juga anak yang di sia-siakan oleh Papanya sendiri,” ujar Fan. “Maaf dan aku tidak akan mempertanyakan keputusan kamu lagi,” jawab Fan yang baru saja mendapatkan tatapan tajam dari Tuan Enver.
“jangan sebutkan nama gadis itu, cukup kasih bukti saja jika aku sudah menikah. Aku sungguh merasa risih sekali ketika mengetahui para kolegaku mencoba untuk menjodohkan putri mereka denganku.”
Ya, itulah alasan Tuan Enver. Lelaki itu merasa sangat risih sekali setiap kali para rekan bisnisnya mencoba untuk menjodohkannya dengan putri-putri mereka. Ketika pertama kali melihat foto Dilara di ponsel Emir dan disaat itulah mulai terbersit didalam pikiran Tuan Enver untuk menikahinya dan Tuan Enver juga ingin menyiksa Dilara karena baru kali ini ada orang yang berani menghinanya dan juga menatapnya dengan sebelah mata.
***
“Bisakah Anda membantu saya untuk kabur dari rumah ini?” tanya Dilara pada Bi Alin setelah mereka masuk kedalam ruangan kamar ini.
Bi Alin meminta Dilara untuk duduk di sofa kemudian ia berdiri disamping Dilara dan gadis cantik itu pun menatapnya dengan sorot mata menunggu jawaban.
“Tidak akan ada orang yang bisa lolos dari jerat Tuan Enver, begitu pula dengan Anda. Sebaiknya Anda menuruti saja keinginan Tuan Enver,” ujar Bi Alin.
“Inikah solusi yang ingin kau katakan melalui kedipan mata tadi?” tanya Dilara dengan geram.
“Nona, apakah Anda memiliki ponsel?” tanya Bi Alin.
“Ya, memangnya kau kira aku ini hidup di jaman purba apa, hingga tak memiliki ponsel,” jawab Dilara jutek.
“Kalau begitu ketik di pencaharian nama Tuan Enver,” pinta Bi Alin. “Sepertinya Anda belum mengetahui siapa itu Tuan Enver,” sambung Bi Alin dengan mengulas senyuman manis
“Dia hanyalah lelaki mesum dan juga sombong memangnya apa lagi,” jawab Dilara menyepelekan.
Dilara menuliskan nama Tuan Enver di pencarian dan kini Dilara baru tahu jika lelaki itu ialah orang terkaya nomor satu di negara ini dan sekaligus lelaki paling kejam yang paling di takuti di dunia bisnis. Bahkan rumornya ada seorang lelaki mencoba untuk menyingung Tuan Enver dan keesokan harinya lelaki itu menghilang begitu saja tanpa ada kabarnya hingga detik ini.
Dilara meneguk salivahnya sendiri dan sekarang ia baru ingat kenapa pemimpin di kampusnya dan juga semua dosen menjaga setiap tutur kata dan juga perilaku mereka dihadapan lelaki mengerikan itu.
“Nona pasti masih menyayangi Papa, Nona, jadi jangan lakukan apapun atau lelaki paruh baya itu akan menghilang begitu saja,” ujar Bi Alin kemudian melangkah keluar dari ruangan kamar ini.
"Sial! Kenapa aku bisa berurusan dengan lelaki mengerikan sepertinya,” batin Dilara sembari menggenggam erat ponselnya.
Dilara mendengar pintu ruangan kamar ini di buka oleh seseorang, Dilara mulai mengarahkan pandangannya ke arah pintu dan nampaklah Tuan Enver berjala menghampirinya dengan sorot mata tajam. Tatapan mata lelaki itu seakan sedang mengkritik Dilara dan mencoba untuk mengancamnya melalui seringai buas yang kini terukir di bibirnya.
“Ke-kenapa kau kemari?” tanya Dilara gugup sembari mulai menarik tubuhnya dari kursi yang sedang ia duduki.
“Ini adalah kamarku,” jawab Tuan Enver santai.
“Kalau begitu aku akan keluar dari sini sekarang.” Dilara langsung buru-buru melangkah keluar dari ruangan ini.
Tuan Enver menarik salah satu senyuman pada sudut bibirnya dan dengan gerakan gesit lelaki itu mulai menjatuhkan tubuh Dilara ke sofa kembali dan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Benazier Jasmine
lanjut
2023-06-08
0