Dilara melihat jika kini tangan Papanya yang sudah terangkat tinggi ke atas di genggam oleh lelaki yang begitu ingin ia hindari di kampus tadi.
Memangnya siapa lelaki itu sebenarnya? Kenapa Emir nampak begitu ketakutan sekali hingga wajah lelaki itu pucat pasih bagaikan ada ribuan lintah yang menghisap semua darah di wajahnya itu. Kenapa juga lelaki itu ada di tempat ini? Dan apa hubungan Emir dengan lelaki mesum itu?
“Tu-tuan Enver maafkan atas ucapan putri saya, sungguh semua yang ia katakan itu tidak benar, saya begitu menyayanginya,” dusta Emir.
Tuan Enver menghempaskan tangan Emir dengan sangat kasar sampai lelaki itu meringis kesakitan.
“Aku bisa mengetahui semuanya dari cara kamu melunasi semua hutan-hutan kamu dengan mengorbankannya.” Tegas Tuan Enver.
“Sa-saya terpaksa,” sahut Emir dengan nada suara terdengar gugup.
Emir sangat bodoh sekali karena ia mencoba untuk membohongi Tuan Enver yang memiliki kekuasaan tidak main-main di negro A ini.
Dilara langsung beranjak berdiri dari posisi duduknya ketika mengetahui kalau ternyata Emir mencoba menjualnya pada Tuan Enver, orangtua macam apa yang membiarkan putrinya sebagai bahan pelunasan hutang. Dilara sungguh marah sekali dan ia pun mulai beranjak berdiri dari posisi duduknya kemudian melangkah menghampiri Emir.
“Aku tidak mau menurut keinginan Papa, biarkan saja Papa masuk kedalam penjara!” Dilara masih bersikeras dengan keputusannya.
Sesungguhnya di dalam hati Dilara tidak tega melakukan semua ini namun Dilara juga harus memikirkan nasibnya sendiri, lebih lagi ada seseorang lelaki yang ia cintai.
“Tuan Enver. Aku serahkan gadis nakal itu padamu dan terserah mau Anda apakan karena mulai dari sekarang dia sudah tidak menjadi tanggung jawabku lagi,” ujar Emir tanpa belas kasih.
“Aku tidak setuju dan tak akan ada orang yang bisa memaksaku.” Usai bicara Dilara langsung melangkah melewati Tuan Enver. Tangan Tuan Enver menggenggam pergelangan tangan Dilara hingga membuat langka gadis itu terhenti seketika.
"Dilara! Selama ini Papa membayar semua biaya kebutuhan kamu hingga kau bisa hidup dengan layak! Anggap saja kaki ini kamu sedang menebus semua uang yang Papa keluarga untuk menghidupi kamu sampai sebesar ini." Emir sengaja mengungkit tentang kebaikannya pada Dilara karena ia tahu hanya dengan begini saja Emir akan terbebas dari jerat Tuan Enver.
"Baiklah aku akan menuruti permintaan Anda," kata Dilara yang enggan menyebutkan Emir sebagai Papa. “Lepaskan tanganku! Beraninya kau menyentuhku,” bentak Dilara.
“Fan!” panggilan itu sudah membuat Fan mengerti dan langsung menganggukkan kepalanya.
“Tuan, tanda tangan di sini dan setelah ini Anda dan juga putri Anda tidak akan pernah memiliki hubungan lagi,” ujar Fan sembari memberikan berkas dihadapan Emir.
“Dimana aku harus tanda tangan?” tanya Emir tanpa berpikir panjang.
“Apakah tidak sebaiknya jika Anda membacanya terlebih dahulu?” tanya Fan.
“Tidak. Sejak lahir anak itu tak pernah penting bagiku karena kehadirannya hanya akan membawa sial bagiku saja,” ujar Emir menatap kearah Dilara seperti musuh.
“Cih! Aku bahkan bernasib buruk karena memiliki Papa sepertimu,” sahut Dilara dengan tawa menghina.
“Anda tanda tangan di sini Nona,” pinta Fan.
“Lihatlah Emir! Setelah aku menggoreskan tanda tanganku di sini maka detik itu juga aku bukan putri kamu lagi dan hubungan kita juga telah usai, aku akan menganggap kamu tiada,” ujar Dilara.
Dilara langsung menggoreskan tanda tangannya di sana dan setelah itu Fan mengantarkan Emir keluar dari rumah ini.
Dilara melihat Emir dari jauh kemudian perempuan itu pun menjatuhkan tubuhnya yang lemas di atas lantai. Dilara mengigit bibir bagian bawahnya sendiri mencoba untuk menahan rasa nyeri di hatinya. Mungkin ini yang terbaik, tak masalah tidak memiliki keluarga karena sejak Mamanya meninggal Dilara memang sendirian, takdir sungguh mempermainkan hidupnya. Lalu apa yang akan ia lakukan setelah ini?
“Apakah kau sudah selesai mengeluarkan air mata tak berguna itu?”
Suara arogan dan juga angkuh itu terdengar menyelinap di gendang telinga Dilara membuat gadis itu mengangkat pandangannya. Dia melihat lelaki arogan itu duduk di sofa seraya menaruh satu kakinya bertumpu pada lutut dengan rahang yang terangkat angkuh.
“Memangnya apa urusan kamu?” tantang Dilara yang sedang emosi.
Fan sekuat tenaga mengigit bibir bagian bawahnya ketika mengetahui untuk kali pertama ada seorang wanita yang berani menantang Enver dan ini adalah seorang gadis remaja.
“Sepertinya Enver akan kena mental menghadapi Dilara,” batin Fan,
“Fan. Bacakan surat yang telah ia tanda tangani tadi!” titah Tuan Enver.
“Tidak perlu karena itu tidak penting. Aku sudah tahu jika aku di jadikan alat pertukaran hutang. Dan itu juga otomatis memutus hubunganku dengannya,” kata Dilara.
“Anda salah Nona,” ujar Fan.
Dilara mulai beranjak berdiri dari posisi duduknya kemudian menatap kearah Fan yang kini sudah siap membacakan surat perjanjian yang ada di hadapan lelaki itu. Fan mengatakan jika surat yang di tanda tangani oleh Dilara tadi adalah surat pernikahan dan setelah tanda tangannya tergores di sana maka ia resmi menjadi istri Tuan Enver.
Dilara tertawa terbahak-bahak disela-sela tangisannya itu. Dilara menolak untuk percaya apa yang Fan katakan, mana mungkin ada pernikahan yang terlaksana hanya dengan satu kali tanda tangan saja, sungguh lucu sekali. Begitulah kira-kira pemikiran Dilara sekarang.
Fan memberikan kertas itu pada Dilara dan Dilara pun membacanya dengan seksama. Kedua mata Dilara hampir saja lepas dari kodratnya saat ia memastikan jika apa yang Fan katakan adalah benar dan buka dusta seperti apa yang ada didalam pikirannya.
“Aku tidak setuju dengan pernikahan ini, memangnya siapa yang mau menikah dengan kanebo kering seperti kamu! Aku akan merobek kertas ini dan dengan begitu semua akan kembali seperti semula, aku rela menjadi pelayan kamu untuk membayar hutang-hutangnya tapi tidak menjadi istri kamu,” kata Dilara dengan membuang kertas yang sudah ia sobek hingga tak berbentuk lagi itu.
“Ya Tuhan, seharusnya aku merekam semuanya, sungguh ini kejadian yang sangat langkah sekali. Enver di hina habis-habisan oleh gadis remaja ini,” batin Fan dengan perut yang sudah terasa kaku karena mencoba untuk menahan tawa yang hendak keluar dari bibirnya itu.
“Semua wanita ingin menjadi milikku tapi dia justru memilih menjadi pelayan,” batin Tuan Enver dengan rahang yang sudah mengeras.
“Enver, jangan lukai gadis itu. Dia masih remaja dan tidak tahu apa yang ia katakan sekarang,” ujar Fan yang merasa kasihan jika sampai melihat Dilara dilukai oleh sahabat sekaligus bosnya itu.
“Fan diam lah!” bentak Tuan Enver dengan mata iblisnya.
“Kertas yang kau sobek itu bukan yang asli!” tegas Tuan Enver sembari beranjak berdiri dari posisi duduknya.
“Bukan yang asli,” batin Dilara yang seakan sudah terjebak didalam kubang penderitaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Benazier Jasmine
hebat u dilara tdk mudah ditindas
2023-06-08
0