Menyelidiki

Setelah berpamitan kepada kedua temannya Dilara pun langsung berjalan keluar dari gerbang kampusnya dengan kepala yang tertunduk. Dilara mulai merasa jika ada mobil yang kini sedang mengikutinya dari belakang dan Dilara pun tetap tidak menghiraukannya dan malah sibuk bermain ponselnya. Dilara bingung sekali dia harus pergi kemana sekarang? Apakah harus pergi ke rumah lelaki itu? Tapi Dilara tidak suka berada didalam rumah besar tersebut.

Ketika Dilara sedang sibuk berkutat dengan pikirannya harus kemana ia pergi. Mulai terdengar suara klakson mobil dari arah belakangnya dan Dilara yang kaget pun langsung memutar tubuhnya. Ia melihat mobil mewah milik Tuan Enver kini berhenti disampingnya dan terlihat satu kaca mobilnya di buka oleh seseorang yang tidak lain ialah Fan.

“Nona Dilara, sampai kapan Anda akan berjalan seperti ini?” tanya dan dari dalam mobil.

“Memangnya apa urusan kamu jika aku sedang berjalan?” tanya Dilara balik dengan polosnya.

“Saya kemari untuk menjemput Anda,” jawab Fan.

“Oh .... begitu,” jawab Dilara santai kemudian berjalan masuk kedalam mobil.

Kedua mata Fan seketika langsung membola dengan begitu lebar ketika lelaki itu mengetahui jika kini Dilara justru duduk di baris pertama mobil ini-paling tepatnya kini gadis cantik itu duduk disampingnya Fan.

Tuan Enver yang mengetahui akan hal itu langsung melihat kearah Fan dengan kedua mata elangnya, rahang Tuan Enver mengeras dengan begitu sempurna ketika untuk yang kesekian kali istri kecilnya itu justru malah mengabaikan keberadaanya.

“No-nona Dilara, duduklah di baris kedua mobil ini,” pinta Fan dengan tangan yang sudah mengusap keringat jagung di keningnya. Fan bahkan sedang merasa seperti ia di paksa masuk kedalam lubang hitam yang akan menelan semua kebebasannya selama hidup di dunia.

“Aku ingin duduk di sini, biarkan saja di belakang kosong,” jawab Dilara sembari memusatkan padangannya kearah ponselnya.

‘Ya Tuhan ... apakah gadis ini memiliki banyak nyawa sehingga berani bersikap seenaknya sendiri ketika ada Tuan Enver. Aku bisa kehilangan gajiku selama satu bulan jika gadis ini tidak lekas pindah ke baris kedua mobil ini.’

“Nona Dilara sebaiknya duduklah di baris kedua dengan Tuan Enver,” pinta Fan.

Dilara yang mendengarkan nama Tuan Enver di sebut pun langsung memutar kepalanya menatap kearah belakang dan benar saja kini lelaki kejam itu menatapnya tajam seakan lelaki itu ingin mencabik-cabik tubuhnya yang kurus ini.

“Se-sejak kapan dia ada di sana?” tanya Dilara.

“Sejak saya masuk kedalam mobil,” jawab Fan.

Fan memilih keluar dari dalam mobil membukakan pintu untuk Dilara dan tidak disangka dengan santai Dilara justru langsung pindah ke baris kedua mobil ini dengan begitu mudah.

Tuan Enver yang melihat sikap bar-bar istri kecilnya itu segera memijat pelipisnya yang tiba-tiba merasa sangat pusing sekali, mobil mewah yang memiliki harga mahal seakan tak punya harga diri jika dihadapan istri kecilnya ini. Dilara bahkan tanpa dosa meginjak kursi mobil mewah itu tanpa perasaan bersalah. Sungguh Ini untuk kali pertama Tuan Enver melihat ada gadis remaja yang tidak menjaga penampilannya sama sekali.

“Silahkan keluar Nona,” kata Fan setelah membukakan pintu.

Kedua mata Fan langsung membola penuh ketika melihat jika Dilara sudah tidak ada di kursinya.

"Apakah dia keturunan setan, bisa menghilang secepat ini," batin Fan.

“Fan, aku sudah di sini,” kata Dilara seraya melambaikan tangannya dengan mengulas senyuman manis.

Dilara tadi merasa sangat sedih sekali tetapi entah mengapa ketika ia berada disampingnya Tuan Enver, perasaan Dilara merasa jauh lebih baik hingga dengan mudah ia tersenyum secerah sinar mentari siang ini.

“Astaga, ada saja tingkahnya,” batin Fan. “Sepertinya Enver sekarang terkena hukum karma sebab ia malah menikahi gadis remaja yang memiliki tingkah bak anak kangguru yang suka meloncat kesana-kesini sesuka hatinya dan untuk kali pertama aku melihat Enver tidak berkutik menghadapi seorang wanita,” batin Fan merasa sangat senang sekali ketika melihat sahabatnya yang arogan itu justru menderita.

“Kenapa bisa tertutup seperti ini? Aku tidak bisa melihat Fan,” kata Dilara dengan polos.

Ya, sekarang baris pertama dan juga baris kedua mobil ini sudah tak nampak lagi. Dilara tak akan bisa melihat kearah Fan berada dan begitu juga sebaliknya.

Tuan Enver memencet satu tombol yang ada dihadapannya ketika lelaki itu sedang tidak ingin di ganggu oleh tatapan Fan yang selalu saja ingin menyelidiki apa yang ia lakukan. Andaikan saja Fan itu bukan teman baiknya sudah bisa dipastikan jika lelaki itu telah berpindah ke alam lain sudah sejak lama sekali.

Tuan Enver yang sudah tidak bisa menahan emosinya segera menarik lengan tangan Dilara dengan begitu kasar sekali. Dilara meringis kesakitan dengan menatap kearah Tuan Enver. Tuan Enver mengangkat tangannya hendak menyibakkan rambut Dilara yang kini menutupi wajahnya.

“Tu-tuan kenapa Anda hendak memukul saya? Memangnya apa salah saya?” tanya Dilara ketakutan dengan tubuh yang bergetar. “Jika Anda pukul jangan di wajah, sebab sudah ada yang mendahului Anda sebelumnya,” sambung Dilara lagi dengan polos dan juga kejujuran tingkah tinggi.

Dilara akan memanggil Tuan Enver dengan sebutan sopan ketika merasa ketakutan. Tapi ketika ia tidak merasa ketakutan maka sebutan itu juga akan berubah menjadi seenak jidatnya.

Cengkraman tangan Tuan Enver pada lengan Dilara mulai melebur kemudian lelaki itu menyibakkan rambut panjang Dilara ke belakang telinganya. Kedua bola mata Tuan Enver semakin menajam saja ketika melihat ada bekas cakaran di salah satu pipi Dilara dan disalah satu pipi lainnya terdapat suatu tamparan.

“Ke-kenapa matanya semakin menajam ketika melihat wajahku? Apakah dia sedang marah karena aku melarangnya,” batin Dilara didalam hatinya.

“Siapa yang berani melakukan ini?” tanya Tuan Enver dengan setengah suara tertahan di tenggorokannya.

“Aku tadi berkelahi,” jawab Dilara jujur. “Aku sungguh tidak bersalah karena mereka dulu yang menghina keluargaku telah bangkrut,” sambung Dilara.

“Bukankah kau memang bangkrut,” jawab Tuan Enver dan Dilara langsung menundukkan kepalanya sedih.

“Kau benar juga, seharusnya aku tidak perlu marah pada kedua gadis sialan itu,” kata Dilara sembari menatap keluar jendela dengan manik mata yang sudah di penuhi oleh kristal bening.

***

Setelah menurunkan Dilara di kediaman Muzzafer. Fan kembali melajukan mobil ini menuju ke perusahaan karena tadi Taun Enver hanya ingin menjemput Dilara saja.

“Fan! Kau selidiki ada masalah apa di kampusnya!” titah Tuan Enver.

Entah kenapa ia merasa sangat murka sekali ketika mengetahui jika ada orang yang berani menyentuh istrinya-ya walaupun awalnya Tuan Enver hanya ingin memanfaatkan dan juga balas dendam pada Dilara tapi semua kenyataan memilukan di kehidupan gadis remaja itu sudah membuat hatinya tidak tenang dan terlihatlah keinginan untuk melindungi istri kecilnya itu.

Tuan Enver sudah mengetahui semua tentang ucapan Emir di tepat casino malam itu karena pengawalnya mengirimkan bukti percakapan tersebut padanya.

 

Terpopuler

Comments

Rika rohil

Rika rohil

next thor...

2023-02-17

1

eka agustyan

eka agustyan

tunggu ervan bucin sama dilara

2023-02-17

2

Nur Farah

Nur Farah

teruskan

2023-02-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!