Apakah Dia Cemburu

Dilara yang mendengarkan ucapan Tuan Enver seketika langsung membulatkan kedua matanya. Jantung Dilara berdetak dengan sangat kencang sekali ketika Fan mulai melajukan kendaraannya hendak melindas ponselnya yang sudah tidak berbentuk di aspal.

"Fan aku mohon jangan lakukan itu, aku mohon hentikan mobil ini," kata Dilara dengan wajah memelas.

Fan seakan menulikan pendengarannya. Dilara tidak bisa membiarkan ponselnya rusak karena di dalam sana ada kenangannya bersama sang kekasih, potret-potret kebersamaan mereka lah yang selama ini mengobati kerinduan Dilara akan kekasihnya tercinta.

Dilara mengarahkan tangannya untuk membuka pintu mobil, tetapi terlambat karena Fan telah mengunci semua pintu mobil ini sebab asisten handal itu sudah bisa menebak kalau Dilara akan meloncat keluar dari dalam mobil.

Tuan Enver yang mengetahui hal itu langsung mendekap Dilara dengan begitu erat, Dilara terus saja berontak mencoba untuk melepaskan dirinya, tetapi Tuan Enver tidak mau menggubrisnya dan terus saja memeluk tubuh gadis remaja itu.

"Kenapa kau lakukan ini? Kenapa kau sangat jahat sekali," kata Dilara disertai isak tangisnya, tangan gadis itu memukul dada bidang Tuan Enver mencoba untuk dilepaskan tetapi empunya tidak perduli.

"Hanya karena ponsel murahan seperti itu kau sampai menangis," kata Tuan Enver seraya menarik dagu Dilara hingga kini menatap ke arahnya. "Aku bisa memberikan ribuan ponsel seperti itu untukmu," sambung Tuan Enver dengan kesombongan yang hakiki.

Dilara menepis tangan Tuan Enver yang memegangi dagunya seraya menatap ke arah lelaki itu dengan sorot tajam dan penuh akan kebencian.

"Ponsel itu tidaklah berguna bagiku, tetapi potret-potret yang ada di dalamnya adalah yang paling penting! Hanya dengan melihat potret itu aku bisa mengobati rasa rinduku kepada kekasihku." Dilara mengutarakan isi hatinya di hadapan Tuan Enver.

Dada Tuan Enver terasa bergemuruh bagaikan ada badai di dalam sana, kenapa ia harus merasakan nyeri di bagian dadanya ketika mendengarkan kenyataan kalau istri kecilnya ternyata memiliki seorang kekasih dan hanya dengan melihat bulir-bulir air mata yang keluar dari pelupuk indah itu sudah membuat Tuan Enver bisa menebak kalau istri kecilnya begitu mencintai lelaki itu-lelaki yang tidak ia ketahui.

Tuan Enver yang tidak bisa menahan emosinya pun langsung mengarahkan tangannya mencengkeram dagu Dilara dengan begitu kuat sekali.

Dilara mulai merasa kesulitan bernafas hingga rona merah di wajahnya melebur seketika dan menyisakan wajah seputih kertas, Dilara mulai merasakan rahangnya hampir saja melebur dengan cengkraman lelaki di hadapannya ini. Sekujur tubuh Dilara bergetar ketakutan ketika melihat sorot mata membunuh yang terpancar nyata dari kedua manik Tuan Enver.

"Tolong lepaskan aku," pinta Dilara dengan suara yang terbatah-batah.

"Sekali lagi kau berani mengatakan jika kau memiliki seorang kekasih, maka aku akan membunuh lelaki itu!" ancam Tuan Enver tanpa melepaskan cengkraman tangannya.

Fan melihat ke arah belakang, ia pun langsung kaget kemudian menepikan mobilnya. Fan jelas-jelas melihat jika kini tubuh Dilara mulai lemas karena mulai kehabisan oksigen.

"Enver dia bisa mati," teriak Fan panik.

Setelah mendengarkan teriakan Fan seakan Tuan Enver mendapatkan semua kesadarannya. Lelaki itu melihat wajah Dilara yang sudah pucat kasih mirip seperti mayat. Pun Tuan Enver segera menjauhkan tangannya dan Dilara jatuh ke dalam pelukannya karena tubuhnya terasa sangat lemah sekali.

Tuan Enver merasa sangat menyesal karena ia telah menyakiti gadis kecil ini, kenapa dia harus marah hanya karena gadis kecil ini memiliki kekasih. Bukankah seharusnya Tuan Enver tidak perduli karena dia hanya menikahi Dilara untuk suatu kepentingan dan bukanlah berdasarkan cinta. Argh! Tuan Enver tidak mengerti apa yang terjadi sekarang, tetapi dia sungguh menyesal telah menyakiti Dilara, kenapa juga dia harus menyesal Bukankah mereka tak memiliki hubungan yang serius seperti pasangan suami-istri lainnya. Semakin dipikirkan maka Tuan Enver akan semakin kebingungan dan biarkan saja semua berjalan sesuai dengan waktu.

"Pergi ke kantor!" titah Tuan Enver pada asistennya.

"Baiklah," jawab Fan yang sudah merasa lega karena Dilara lolos dari maut, tetapi kini gadis itu sedang pingsan.

***

Dilara mulai mengerjap-ngerjapkan matanya lamat-lamat seluruh penglihatannya pun kembali dengan sempurna. Dilara mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan ini, ada di mana dia sekarang? Ruangan ini tampak begitu asing dan juga suram karena semua perabotan dan juga cat yang ada di dalam ruangan ini berwarna hitam.

Dilara kembali teringat sebelum ia pingsan tadi, di mana lelaki itu? Lelaki yang hampir saja membuat nyawanya melayang! Dilara mulai mengedarkan pandangannya kembali mengamati ruangan ini dengan seksama dan tidak ada satupun orang di dalam ruangan ini. Perlahan tapi pasti Dilara mulai menurunkan kakinya dari atas ranjang lalu gadis itu berjalan menuju ke pintu.

"Semoga saja pintu ini tidak terkunci," batin Dilara kemudian mengarahkan tangannya memutar ke nop pintu dan terbuka. "Lelaki arogan itu ternyata sangat menakutkan sekali jika sedang marah," gumam Dilara. "kenapa dia tadi mengatakan jika aku tak boleh mengucapkan kalau aku memiliki seorang kekasih ataukah mungkin dia cemburu? Mana mungkin lelaki yang tidak memiliki hati seperti itu bisa cemburu, dan entah karena alasan apa lelaki gila itu memaksaku untuk menandatangani surat pernikahan konyol tersebut." Sebanyak apapun Dilara mencoba untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada di benaknya pun ia tidak akan bisa mendapatkan jawaban sama sekali.

Dilara kini sudah keluar dari ruangan yang gelap mirip seperti lubang penderitaan. Maniknya mengamati seksama ruangan ini yang nampak seperti ruangan kerja, tetapi tidak ada satu orang pun di dalam ruangan ini. Dilara mulai berjalan menuju ke pintu dan ia segera keluar dari ruangan tersebut dengan langkah cepat hingga tanpa sadar menabrak seseorang.

"Aduh, sakit," rintih Dilara.

Seseorang yang Dilara tabrak justru mendorongnya hingga menubruk pintu yang sudah tertutup dan kini punggung Dilara terasa sangat sakit sekali ketika bersentuhan dengan handle pintu cukup keras.

"Nona tolong menjauh lah, punggungku sakit sekali terkena handle pintu," pinta Dilara kepada seorang wanita cantik yang kini masih menempel di tubuhnya.

"kau itu kalau jalan pakai mata! Andaikan saja tadi aku yang terluka maka aku tak akan membiarkanmu begitu saja," umpat wanita cantik dengan baju yang minim akan kain menempel di tubuhnya.

"Apakah penglihatanmu itu sudah tidak berfungsi! Aku memang menabrakmu, tetapi lihatlah kau justru mendorongku ke pintu hingga punggungku terasa sakit," maki Dilara balik yang tidak terima disalahkan oleh wanita di hadapannya.

Dilara menggosok pelan punggung yang terasa nyeri mengunakan telapak tangan. Rasa nyerinya seakan tembus ke tulang sangking kerasnya wanita sialan itu mendorong Dilara tadi.

"Gadis remaja sepertimu berani membuat masalah di kantor perusahaan ini!" kata wanita itu.

Wanita itu melayangkan tangannya hendak menampar Dilara tapi Dilara dengan sigap langsung memegangi tangan wanita itu kemudian mendorongnya hingga jatuh ke lantai.

"Ada apa ini!" pertanyaan yang penuh akan terguran itu berasal dari Tuan Enver.

Jangan lupa like dan komentar biar author semakin semangat lagi. serta ikuti akun Mangatoon saya dan follow Ig khairin-junior. Terima kasih.

Terpopuler

Comments

eka agustyan

eka agustyan

enver udh mulai ada rasa sm dilara tpi belum menyadarinya.semangat thor

2023-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!