Sudah dua hari berlalu. Deril kehabisan banyak tenaga karena memikirkan apa yang seharusnya dia lakukan. Dia tidak bisa terlalu berani setelah apa yang Dokter Stephen perbuat pada keluarganya. Saat melihat wajah Dokter Stephen terkejut karena mengetahui Diana berhasil Deril selamatkan, Deril semakin yakin, bahwa sebenarnya Dokter Stephen ingin membunuh adiknya. Dia tidak memiliki rasa ragu untuk menghilangkan nyawa orang lain.
"Dia adalah manusia serendah itu," gumam Deril.
Deril menyandarkan tubuh ke belakang. Dia melihat langit-langit ruang tamunya. Ada sarang laba-laba di salah satu sudut atas ruangannya. Serena masih setia di rumah sakit. Ibunya menolak untuk berlama-lama di rumah, meskipun wajahnya tampak lesu karena kelelahan. Serena memilih membiarkan Deril yang sedang sakit beristirahat sepenuhnya dan melarangnya bolak-balik ke rumah sakit. Serena berjanji akan selalu memberi kabar tentang perkembangan Alex dan Diana.
"Setidaknya, aku harus bersyukur karena Ayah tidak apa-apa sekarang. Aku harus memberitahu Ayah kalau Dokter Stephen adalah orang yang sangat berbahaya," kata Deril pada laba-laba yang bergerak di sarangnya. "Apa aku juga harus menceritakan hal ini pada Ibu?"
Deril menggeleng. "Tidak. Ibu terlalu dramatis. Ibu akan meraung-raung di depan rumah Dokter Stephen sambil menyalahkan orang itu walau tidak memiliki bukti apapun. Bisa-bisa, Ibu dianggap gila dan kami diusir dari sini. Rumah ini satu-satunya yang kami miliki saat ini."
"Bagaimana kalau aku berpura-pura tidak curiga padanya?" tiba-tiba ide itu terlintas di kepala Deril. "Aku bisa saja bertamu. Aku bisa minta bertemu Mika untuk mengucapkan terima kasih karena membantuku malam itu." Deril mengusap wajahnya. "Untuk bisa melakukan hal itu, bukannya aku harus jago acting? Wajahku ini masalahnya! Wajah ini tidak akan bisa banyak berbohong!"
TING! TONG!
Deril langsung bangkit dari duduknya, begitu mendengar suara bel pintu. Dia berjalan begitu saja untuk membukakan pintu.
"Halo, Bro!" Bayu nyengir saat melihat Deril muncul. "Kata ibuku, kamu sakit? Sakit hati habis ditolak Mika?"
Deril tersenyum kecil. Sebenarnya, dia terlalu capek untuk meladeni Bayu saat ini. "Apa Bu Febi yang kasih tahu kamu, kalau aku lagi sakit?"
Bayu mengangguk. "Ibuku nggak lihat ibumu dalam waktu lama. Terus mereka teleponan tadi pagi. Ibuku nyuruh aku jenguk kamu sepulang sekolah," jawab Bayu seraya menunjuk seragamnya, seolah memberitahu bahwa dia langsung ke rumah Deril begitu jam sekolah berakhir. "Kamu sudah baikan?"
"Begitulah," Deril menyingkir dari ambang pintu, membiarkan Bayu masuk dan duduk bersama di ruang tamu. "Kamu mau minum apa?"
"Air es aja. Di luar panas sekali," sahut Bayu. "Aku cuma dengar cerita dari ibuku sekilas. Katanya, orangtuamu di rumah sakit? Adikmu juga?"
Deril menuangkan sesendok penuh es batu ke dalam gelas. "Iya. Ayah dan adikku masuk rumah sakit." Kemudian Deril mengisi gelas itu dengan air putih, sesuai pesanan Bayu.
"Kenapa?" Bayu menuntut cerita lebih.
Deril bergabung bersama Bayu di ruang tamu rumahnya. Dia menyodorkan segelas air putih dingin ke tangan Bayu. "Ayahku muntah darah setelah makan racun. Lalu adikku, terkubur di halaman belakang rumah."
"BRUUH!!! UHUK, UHUK, UHUK, UHUK!" air menyembur dari mulut Bayu. "HAH!? APA!?"
Deril tersenyum kecil. "Bercanda," dustanya. "Kami kena demam berdarah," Deril memilih untuk berbohong. Tidak ada gunanya menceritakan hal yang sebenarnya pada Bayu. Dia ataupun ibunya akan menceritakan hal ini ke mana-mana. Tentu saja hal itu akan merugikan Deril, terlebih keluarganya. Dokter Stephen tidak akan tinggal diam.
"Kamu ini, bikin kaget saja!" keluh Bayu sembari mengusap air yang menetes dari ujung bibirnya.
"Awalnya aku yang kena. Terus ayah dan adikku. Untung saja ibuku nggak sampai kena."
"Wah... Sekarang memang lagi musim demam berdarah. Kalian harus hati-hati!"
Deril mengangguk. Dalam hati, 'udah, pokoknya iya-iya saja!'
***
Deril berjalan menuju gerbang rumah Dokter Stephen. Dia memencet belnya dua kali, lalu menunggu. Hari sudah hampir malam. Sekitar setengah jam lagi, Dokter Stephen akan sampai di rumah. Deril memang ingin Dokter Stephen melihat dirinya datang. Dia tidak memiliki rencana. Namun, bertemu dengan Mika dirasa bisa memberikan jawaban.
Baru saja Tangannya terangkat untuk kembali memencet bel, tiba-tiba pintu depan rumah Dokter Stephen terbuka. Mika keluar dari dalamnya. Dia berjalan cepat menghampiri Deril. Belum sempat berbasa-basi, Mika sudah memasang wajah ketakutan.
"Malam, Mika!" sapa Deril.
"Pergi! Papa pulang!" desis Mika.
"Aku cuma mau berterima kasih sama kamu karena sudah bantu aku tempo hari," tandas Deril. Dia tahu apa yang Mika takutkan. Dokter Stephen tidak akan suka jika mereka bertemu. Entah karena Dokter Stephen sangat menyayangi anak gadisnya itu, atau karena Dokter Stephen sangat membenci Deril yang terlalu ikut campur.
"Papa marah! Papa nggak suka kamu!"
Deril tersenyum. "Tenang saja. Aku memang berniat akrab sama ayahmu, kok!"
Mika menganga, tidak percaya dengan apa yang Deril katakan. Begitu sadar, dia menggeleng. "Jangan! Jangan dekat aku! Mati!"
Deril menoleh karena melihat cahaya lampu menyorot dari kejauhan. "Kita bahas apa maksudmu dengan 'mati' nanti saja, kalau ada kesempatan. Dokter Stephen datang," kata Deril.
Mika menarik nafas, lalu menghembuskannya perlahan. Wajahnya yang sedetik lalu tampak pucat karena takut, spontan berubah. Mika memasang wajah tenang begitu mobil ayahnya sampai di depan gerbang. Deril sempat membelalak tidak percaya dengan perubahan ekspresi Mika yang tiba-tiba itu.
"Wah, wah, wah! Lihat siapa yang mampir?" Dokter Stephen keluar dari dalam mobilnya.
Deril mengangguk. "Selamat malam, Dok!" sapanya. "Saya datang untuk bilang terima kasih secara langsung. Berkat Dokter, ayah dan adik saya mendapatkan perawatan yang luar biasa bagus selama dirawat di rumah sakit."
Dokter Stephen balas tersenyum. Dia tidak langsung menanggapi apa yang Deril katakan. "Apa kamu juga sudah sehat?"
"Sudah. Saya mendapat perawatan terbaik dari Dokter Rendi."
Mika memekik pelan ketika Deril menyebutkan nama Dokter Rendi. Deril berusaha keras untuk tidak bereaksi pada Mika. Ini adalah pertempurannya dengan Dokter Stephen. Sekali saja Deril melakukan kesalahan, dia akan terlempar jauh ke belakang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments