Janggal

Malam akhirnya datang. Keluarga Dokter Stephen sudah kembali ke rumah mereka sejak satu jam lalu. Tubuh Deril masih terasa mengambang karena saking senangnya. Berkali-kali Deril melirik ke arah jendela yang dia biarkan terbuka, kalau-kalau dia bisa melihat Mika sekali lagi.

Deril sengaja mendekor meja belajarnya di depan jendela kamar yang mengarah ke rumah Dokter Stephen. Laki-laki mana yang bisa melewatkan wajah cantik itu walau hanya sedetik? Semenjak pertemuannya dengan Mika, Deril merasa bersyukur bahwa dia pindah ke rumah ini, meski rumah ini jauh dari kata modern.

Kebosanan akhirnya melanda Deril beberapa jam kemudian. Karena terlalu senang, dia sampai tidak mengantuk sama sekali, padahal jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Untung saja besok adalah akhir pekan. Dia bisa bangun lebih siang dari hari biasanya.

Laptop di depan Deril menyala, membiarkan dua pelawak beradu mulut diiringi gelak tawa dari penonton. Tiba-tiba saja Deril ingin mencari informasi tentang tempatnya tinggal. Karena ada Mika, perempuan paling cantik yang pernah Deril lihat, mungkin saja tempatnya dia tinggal itu cukup terkenal.

Jari-jemari Deril bergerak lihai di atas keyboard. Matanya bergerak antusias, menangkap informasi apapun yang ada di layar. Namun, semakin banyak informasi yang dia temukan, semakin aneh pula perasaannya.

'SEORANG ANAK LAKI-LAKI MENGHILANG TANPA JEJAK'

Headline berita itu cukup menyita perhatiannya. Berita itu terbit sekitar sepuluh tahun yang lalu. Namun, tidak begitu mendapat perhatian dari komunitas daring.

Deril membacanya pelan-pelan. Dari penjabaran yang tertulis, anak laki-laki yang disebut menghilang itu adalah seorang gelandangan yang baru saja ditinggal mati oleh ayahnya. Ayah anak itu terkenal kasar dan pemabuk. Dia cukup meresahkan bagi sebagian besar warga di desa tempat Deril tinggal. Para petinggi di desa itu sudah berkali-kali memperingatkan agar ayah anak itu mengubah kelakuannya, namun tindakan itu berbuah nihil. Hingga akhirnya dia mati dan meninggalkan seorang anak sebatang kara. Anehnya, belum sempat warga memutuskan bagaimana nasib anak itu, dia malah menghilang. Tidak ada orang yang bisa menemukannya.

"Wow, kasus ini cukup menarik," gumam Deril. Tidak pernah ada masalah di tempat tinggal sebelumnya, berbeda dengan tempatnya sekarang. Sesaat, Deril melupakan bidadari yang tinggal di sebelah rumahnya.

"Coba kita lihat ada berita apa lagi," jari telunjuk Deril dengan cepat menyapu setiap timeline yang menarik perhatiannya. Ternyata, tidak hanya kasus hilangnya anak laki-laki itu yang membuat desa ini heboh. Ada satu kasus lagi tentang hilangnya seorang kembang desa di tempat tinggal Deril.

"Kasus ini menemui jalan buntu?" Kening Deril berkerut. "'Wanita itu merupakan seorang yang beruntung karena mempunyai suami berprofesi sebagai dokter. Anak perempuannya memiliki paras yang tidak kalah cantiknya dengan dirinya. Namun, wanita bernama Xiao Ying itu menghilang tanpa jejak. Polisi tidak menemukan petunjuk apapun karena sedikitnya saksi dan tidak adanya kamera CCTV.'"

Deril mendongak ke luar jendela. Dia memperhatikan sekitar. Di tempat tinggalnya dulu, kamera CCTV bertebaran di segala penjuru. "Wah... Benar-benar tidak ada kamera CCTV di jalanan."

Kemudian, mata Deril mengarah ke rumah Mika. Di sana ada satu kamera CCTV yang terpasang di dekat jendela depan. Tidak heran, Dokter Stephen pasti setidaknya punya satu atau dua kamera CCTV di rumah.

"Apa Xiao Ying itu istrinya Dokter Stephen?" gumam Deril.

***

"Bu," Deril mencoba membuka percakapan.

Matahari sudah tinggi untuk dikatakan masih pagi. Tapi, Deril baru menyantap sarapannya sekarang. Meski dia ingin tidur lebih lama lagi, perutnya tidak memikirkan hal yang sama.

"Ya?" jawab Serena tanpa membalas pandangan Deril. Serena sibuk mengaduk adonan untuk bahan rotinya.

"Ibu sudah kenal sama tetangga sekitar sini?"

"Pastinya, dong!" Serena bangga. "Ini mau buat roti untuk dibawa ke tempat arisan besok."

Deril menyelesaikan sarapannya sambil berpikir. "Ada berapa dokter di sini, Bu?"

Serena menoleh sekilas. "Maksudmu di sekitar rumah kita?"

"Memangnya Ibu sudah kenalan sama satu desa?"

Serena melirik ke atas, seolah sedang berpikir. "Hampir," jawabnya. "Tapi, setahu Ibu, cuma tetangga sebelah yang kerjaannya sebagai dokter."

Deril berjalan melewati Serena dan membantu Serena mencuci piring. "Apa Ibu tahu kalau dulu ada kasus orang hilang di sini?"

"Orang hilang?"

"Iya." Deril meletakkan piring pada rak. "Mungkin Ibu dengar dari tetangga lain?"

"Nggak ada." Serena membuka pintu kulkas, lalu meletakkan adonan kuenya di dalam kulkas. "Cerita seram begitu, mana mungkin diberitahu waktu awal perkenalan, kan?" jawabnya. "Memangnya, kamu tahu cerita itu dari mana?"

"Internet."

"Mungkin cerita itu tidak begitu penting. Bahkan ayahmu tidak berkata apapun pada Ibu."

Deril berpikir ada benarnya juga apa yang ibunya katakan. Jika kasus hilangnya orang itu adalah hal yang harus Deril ketahui, pastinya Alex sudah mengatakannya sebelum mereka pindah ke sini.

"Aku balik ke kamar," Deril menutup percakapan.

"Oh, ya! Apa kamu sudah memutuskan akan dijadikan apa loteng itu?"

"Sudah. Aku akan melukis di sana. Pemandangan dari jendelanya bagus sekali."

"Jangan sampai lupa waktu, ya! Ingat, kamu masih ada tugas-tugas sekolah yang harus diselesaikan!"

Deril tersenyum saja mendengar nasehat ibunya. Dia tidak bisa janji kalau dia akan ingat waktu jika sudah memegang kuas.

'Oh!' Deril teringat sesuatu ketika dia mulai menapaki anak tangga. Deril teringat kejadian tempo hari, saat melihat pipi Mika terkena cat lukis. 'Apa Mika juga melukis?' batinnya. Dia merasa ada sedikit harapan untuknya dekat dengan Mika. Walau tidak mungkin mengundang seorang gadis ke loteng sempit seperti itu, mungkin saja dia bisa melukis bersama Mika di taman.

Deril mencoba membuka jendela berukuran setengah badannya, yang menjadi sumber cahaya di loteng itu. Lampu di sana tidak berfungsi ketika Deril menekan saklar.

"Hhh... Jendela ini juga perlu perbaikan," gumam Deril. Di saat yang bersamaan, matanya menangkap hal yang ganjil.

Sayup-sayup, Deril dapat mendengar suara piano dari rumah Dokter Stephen. Jendela lantai dua rumahnya dibiarkan terbuka, membuat Deril dapat melihat ke dalamnya dengan bebas.

Dokter Stephen tengah duduk di depan sebuah piano tua. Tangannya terlihat lihai dalam menekan tuts-tuts piano. Wajahnya berseri-seri. Senyuman terulas lebar. Matanya menyipit, seakan meyakinkan siapapun yang melihat bahwa suasana hatinya benar-benar baik saat ini. Beberapa kali dia menoleh pada Mika yang duduk di sebelahnya.

Berbeda dengan Dokter Stephen, wajah Mika jauh dari kata bahagia. Sorot matanya getir. Wajah cantiknya pucat pasi. Jangankan senyuman, bibir merahnya malah bergetar seperti ingin menangis.

Deril bergerak dari posisinya. Dia tahu bahwa Dokter Stephen ataupun Mika tidak akan melihat dirinya di loteng sana, namun Deril memilih untuk bersembunyi. Deril tidak boleh ketahuan sekarang. Rasa penasarannya terlalu besar untuk berhenti memperhatikan ayah dan anak itu.

"Aneh."

Hanya itu yang ada di pikiran Deril saat ini.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!