Pagi hari yang cerah di hari Minggu. Setelah mengamati rumah Dokter Stephen beberapa hari terakhir ini, Deril menyadari bahwa Mika tidak pernah keluar sama sekali. Terkadang, Deril melihat ada mobil masuk ke dalam garasi, tapi itu bukan mobil Dokter Stephen yang biasanya dibawa.
Sebelumnya, Deril tidak pernah merasa terlalu tertarik dengan tetangga sebelahnya itu. Dia hanya ingin dekat dengan Mika dalam artian baik. Namun, setelah mendapatkan pesan minta tolong tetapi malah diabaikan ketika datang, Deril menjadi semakin penasaran.
Deril memang sering mendengar mengenai Mika dari teman-teman sekolahnya. Dari semua informasi yang dia dengar, Mika tidak pernah bersekolah. Mereka tahu mengenai Mika karena gadis itu memiliki paras yang luar biasa cantik. Tidak ada yang pernah bicara dengannya.
"Hhhh, andai kamera CCTV-nya tidak sebanyak itu!" gerutu Deril dengan suara rendah. Sebenarnya, dia ingin sekali menerobos masuk dan mencuri rekaman CCTV yang ada di dalam rumah Dokter Stephen. Sayang sekali, meski berhasil masuk sekalipun, dia tidak tahu denah rumah Dokter Stephen.
"Nak, bantu Ibu keluarkan sampah!"
Seruan itu membuat Deril terlonjak kaget. Dia cepat-cepat berdiri dari sofa ruang tamu dan menghampiri Serena yang berada di dapur. Ibunya tengah meletakkan piring-piring bersih kembali ke dalam rak kayu yang baru saja dipasang oleh Alex. Sedikit demi sedikit, dapur itu tampak semakin penuh.
"Sebelah sana," Serena mengedikkan kepalanya ke arah kantung plastik daur ulang berwarna hijau lumut. "Itu sampah organik, ya! Jangan sampai salah taruh!" pesannya.
Deril meraih kantung itu tanpa suara, lalu beranjak ke luar rumah, menuju tempat pembuangan sampah yang ada di ujung jalan, dekat jalan raya besar, sejauh satu kilometer dari rumahnya. Deril tidak langsung kembali sesampainya di sana. Perhatiannya tertuju pada gerombolan ibu-ibu yang mengerumuni gerobak sayur.
Hari itu masih pukul enam pagi. Deril tidak biasa bangun pagi di akhir minggu, namun berbeda dengan hari ini. Pikirannya kacau semenjak menimbulkan masalah di rumah Dokter Stephen. Tidurnya jadi tidak pernah tenang. Deril selalu menunduk ketika harus melewati rumah Dokter Stephen.
Dia bukanlah anak yang suka mencari masalah. Deril lebih banyak berdiam diri untuk menghindari adanya masalah tidak berarti yang bisa membuat dirinya tidak enak pada orang lain.
Sialnya, dia malah bermasalah dengan seorang dokter spesialis yang memiliki anak gadis paling memikat yang pernah Deril lihat. Padahal, hobi mereka sama. Deril tidak bisa melupakan ingatan tentang sosok Mika yang memusung rambutnya ke atas dan ditusuk dengan kuas lukis. Sayang sekali, kesempatan untuk lebih dekat dengan Mika menghilang begitu saja karena tindakan cerobohnya tempo hari.
Tawa melengking dari gerombolan ibu-ibu yang saling bersahutan, membuat Deril tersadar dari lamunannya. Deril merogoh kantong celana trainingnya, dan mendapati ada secarik uang pecahan dua puluh ribu rupiah dari kantong sebelah kiri.
Deril melangkah mendekati gerobak sayur itu. Entah dari mana, Deril berpikir untuk mengorek informasi dari ibu-ibu itu.
'Kalau benar tujuan mereka hanya untuk membeli sayur, pastinya mereka tidak memerlukan waktu yang begitu lama di depan gerobak sayur itu,' pikir Deril. 'Artinya, mereka berkumpul untuk membicarakan satu dan lain hal.'
Salah satu ibu-ibu menyadari kehadiran Deril. Mana mungkin Deril yang memiliki sosok bule, diabaikan begitu saja oleh ibu-ibu itu. Secara kebetulan, ibu itu mengingat Deril yang hadir di acara arisan tempo hari.
"Lihat, lihat, siapa yang datang!" Bu Fabi tampak antusias, membuat semua mata tertuju pada Deril.
"Eeeeeh, si anak bule lagi jalan-jalan pagi, ya?" timpal Bu Agung.
"Sini, Nak! Mau belanja?" tawar Bu Ayu.
Deril melirik ke arah gerobak sayur. Dia tidak pernah berbelanja bahan makanan sebelumnya. Bahkan, Deril tidak tahu nama sayuran di atas gerobak itu, kecuali wortel.
"Murah aja, Dik," Kang Sayur ikutan nimbrung.
"Mau beli wortel, Pak," jawab Deril.
'Ya elaaaah, kenapa aku jadi belanja? Rencananya, kan, nyari informasi tentang Mika,' batinnya.
"Nyari berapa, Dik?" Kang Sayur sudah siap-siap memasukkan wortel dagangannya ke dalam kantong plastik.
"Tiga biji aja."
"Tumben-tumbenan, lho, ada anak laki yang mau belanja buat ibunya," Bu Ayu buka suara.
"Anak saya, mah, nggak akan mau! Boro-boro beli sayur, disuruh turun buat makan siang saja, banyak banget alasannya!" sahut Bu Agung.
"Iya, bener! Anak saya si Bayu juga begitu! Sukanya ngerem di kamar!" lanjut Bu Fabi.
Deril melirik ke arah seorang ibu yang daritadi hanya senyum-senyum. Ibu itu berparas lokal dengan rambut terikat rapi. Ada lesung pipi yang terlihat setiap kali dia tersenyum.
'Ibu itu pasti nimbrung cuma agar diterima di lingkungan sosialnya,' pikir Deril.
"Eh, iya, Nak Deril tetanggaan sama Neng Mika, kan, ya?" tanya Bu Fabi.
"Iya, Bu."
"Pasti seneng, ya, punya tetangga cantik begitu?"
"Hehehe," Deril cengengesan.
"Nggak banyak anak gadis di desa ini," ujar Bu Agung. "Mereka malah memilih untuk merantau. Entah sekolah di kota, atau ke luar pulau. Padahal, Anak-anak gadis kita, lumayan cantik."
"Kalau mereka tahu ada cah ganteng seperti Nak Deril di sini, pasti mereka mau cepat-cepat balik," pujian dari Bu Ayu dijawab dengan anggukan setuju oleh ibu-ibu lainnya.
"Ngomong-ngomong, ibu-ibu kenal Mika?" Deril memberanikan diri untuk angkat suara.
"Kenal, dong! Anak gadis cantik begitu, pastinya jadi incaran ibu-ibu yang punya anak laki."
"Anaknya seperti apa?" tanya Deril.
"Anak cantik yang pemalu," jawab Bu Agung.
"Eh, dulunya dia nggak begitu, kan?" sambung Bu Ayu.
"Mika waktu kecil itu periang sekali. Suka lari sana-sini," jawab Bu Febi. "Tapi sejak balik dari luar negeri, dia jadi pemalu."
Deril sempat menangkap tingkah ibu-ibu di depannya yang sekilas saling melemparkan tatapan penuh arti. Seolah ada yang tidak boleh Deril ketahui.
"Ibu Mika," Deril memutuskan untuk meruntuhkan dinding penghalang itu, "katanya menghilang, ya?"
Hening.
Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Deril. Deril berpura-pura membolak-balikkan sayuran yang ada di gerobak untuk memecah keheningan.
"Iya. Ibunya Mika menghilang." Jawaban itu muncul dari ibu-ibu yang sedaritadi hanya diam.
Ibu-ibu yang lain melempar pandangan panik. Seperti yang Bayu katakan, pastinya kabar buruk seperti ini akan dikubur dalam-dalam oleh tuan rumah. Pendatang seperti keluarga Deril tidak harus tahu hal yang bisa merendahkan desa ini.
"Sampai sekarang tidak ketemu?" tanya Deril.
"Duuuh, berita lama begitu, kamu nggak perlu tahu," sahut Bu Agung. "Bu Intan juga, pakai dijawab segala, hahahahaha!" dia tertawa canggung.
"Tapi, sepertinya Nak Deril sangat penasaran dengan berita itu. Mungkin dia mau tahu tentang keluarga dari gadis yang dia suka?" Bu Intan menjawab.
"Iya, saya mau tahu!" Deril buru-buru menimpali, takut ibu-ibu yang lain menutup pembicaraan lagi.
"Bu Xiao Ying itu memang tidak tahu diuntung. Punya suami kaya dan baik, malah kabur ninggalin anaknya," Bu Intan memulai.
"Ta-tapi, berita itu belum pasti, kan!" Bu Ayu masih berusaha menutupi. "Selama yang kita tahu, Bu Xiao Ying itu baik sekali, padahal dia orang asing. Tapi dia tetap belajar berbaur dengan kita."
"Buktinya, sampai sekarang dia tidak pulang. Dia meninggalkan anaknya yang waktu itu masih lima tahun. Kalian sendiri pernah lihat laki-laki lain yang datang dan adu mulut sama Bu Xiao Ying. Pasti itu selingkuhannya yang diajak kabur."
"Aduh, aduh! Bu Intan ini kebanyakan nonton sinetron, hahahahaha!" Bu Febi jadi gugup sendiri.
"Kalau saya jadi istri Dokter Stephen, saya tidak akan bertindak bodoh begitu! Apalagi, punya anak secantik Mika. Saya pasti bisa jadi ibu yang baik buat mereka," mata Bu Intan berkilat, membuat Deril sadar kalau sebenarnya Bu Intan memendam perasaan untuk Dokter Stephen. Pantas saja dia berapi-api waktu menjelekkan ibunya Mika.
"Apa mungkin sikap Mika berubah setelah ibunya hilang?" Deril masih memegang kepercayaan bahwa ibunya Mika 'hilang', bukannya kabur dengan selingkuhan.
"Sepertinya bukan karena itu," Bu Ayu yang menjawab. "Sebelum ibunya Mika menghilang, Mika sedang di luar negeri. Mika menyelesaikan sekolah dasarnya di luar negeri."
"Yah, memang anak orang kaya. Nggak mau sekolah di desa begini," sambung Bu Agung.
"Kalau nggak salah, dia di luar negeri selama tujuh tahun, ya?" tanya Bu Ayu pada Bu Fabi di sebelahnya.
"Delapan tahun, Bu," koreksi Bu Fabi. "Habis itu dia balik ke sini. Sekarang, sih, sudah hampir dua tahun di sini, ya?"
"Iya, hampir dua tahun. Tapi anaknya jarang keluar. Jadi pemalu. Persis seperti tuan putri yang dipingit ayahnya."
"Mungkin Dokter Stephen tidak mau kalau Mika sampai pergi seperti ibunya," Bu Intan merusak suasana, membuat semuanya kembali menutup mulut.
"Pagi, ibu-ibu! Masih asyik aja ngerumpi sampai jam segini!" sapaan itu datang dari seorang wanita tua yang datang mendekat dengan motor matic-nya.
"Pagi, Bu Sonya!"
"Eh, Bu Sonya!"
"Bu Sonya mau ke rumah Dokter Stephen?"
Kedatangan wanita yang bernama Sonya membuat ibu-ibu lainnya bernafas lega.
"Iya. Dokter Stephen minta dibersihkan rumahnya. Tapi tumben sekali mintanya mendadak. Pagi-pagi pula," jawab Bu Sonya.
"Mungkin habis ada pesta lagi, ya?" tanya Bu Agung.
"Bisa jadi. Saya duluan, ya!" Bu Sonya buru-buru pamit.
"Pesta apa?" tanya Deril. Dia tidak ingat ada pesta apapun yang dia lihat di sebelah rumahnya.
"Oooh, pesta kecil-kecilan. Dokter Stephen suka buat pesta teh untuk Neng Mika. Kalau kamu dengar Dokter Stephen main piano, artinya besoknya ada pesta."
"Mika pasti senang sekali, ya, dibuatkan pesta begitu. Sudah seperti anak bangsawan."
Alis Deril berkerut. Hal yang dia ingat, ekspresi Mika tampak pucat ketika Dokter Stephen memainkan piano. Itu bukan seperti dia senang menyambut pesta yang ibu-ibu ini katakan.
Lagipula, Deril mendengar Dokter Stephen bermain piano sudah lebih dari seminggu. Pesta teh apa yang berlangsung sampai harus menunggu seminggu lebih untuk dibersihkan?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
wulanzahira
pesta teh untuk melayani para bapak2 yg dilihat deril kali yaw....
2023-03-23
1
wulanzahira
jangan2 cctv itu juga palsu cm buat nakut2i para tetangga biar ga asal masuk ke rumahny🤔
2023-03-23
1