Istri Pembayar Hutang
"Maafkan saya, Tuan. Tolong beri kami waktu agar kami bisa membayar hutang-hutang kami. Tolong jangan usir kami dari rumah ini, ini adalah harta kami satu-satunya. Kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi, kami harus tinggal di mana?" pinta seorang pria yang bernama Fadli.
Pria itu sedang berlutut di depan seorang pria yang bernama Tuan Gunawan, yang sedang duduk di sofa ruang tamunya. Tampak beberapa pengawal berdiri di sana, mereka akan melakukan eksekusi untuk mengusir keluarga Fadli dan menjebloskan mereka ke penjara dengan kasus penipuan.
"Itu bukan urusanku. Aku hanya ingin mengambil apa yang harusnya menjadi milikku. Kamu sudah mengulurnya sejak lama dan aku sudah cukup bersabar selama ini." Suara Tuan Gunawan begitu menggelegar, hingga membuat semua orang yang ada di sana merasa ketakutan.
"Saya mohon, Tuan. Saya akan melakukan apa pun asal Anda tidak mengambil rumah ini dan melaporkan saya ke kantor polisi."
"Iya, Tuan. Jangan laporkan kami."
"Jika kamu tidak mau masuk penjara, caranya mudah, segera bayar hutangmu. Jangan lupa bayar juga uangku yang sudah kamu tipu."
Fadli menggeleng kemudian menundukkan kepala, bagaimana bisa dia membayar hutang. Untuk makan saja pria itu kekurangan, bagaimana bisa membayar hutang.
"Kamu saja tidak mampu membayar hutangmu, bagaimana bisa aku melepaskannya begitu saja. Bahkan jika kamu memberikan rumah ini untuk membayar semua hutang, itu tidak akan cukup karena harganya tidak sebanding dengan hutang kalian padaku. Sudah bertahun-tahun aku sabar, tapi ternyata kalian malah memanfaatkan kesabaranku!" teriak Tuan Gunawan.
"Maaf, Tuan. Tadinya saya ingin membayar saat bisnis saya berkembang, tapi ternyata perusahaan saya malah bangkrut jadi, saya tidak bisa membayar hutang kami."
"Itu bukan urusanku! Apa pun yang terjadi, kamu harus membayarnya. Tidak ada alasan apapun!" Tuan Gunawan begitu marah.
Selama ini Fadli memang sudah meminjam banyak uang padanya. Tuan Gunawan juga selalu diam karena masih menganggap pertemanan mereka, tetapi satu tahun terakhir dia mencoba untuk menagih pada Fadli. Namun, pria itu selalu berkelit dan banyak beralasan. Hingga akhirnya Tuan Gunawan tidak tahan dan terpaksa meminta rumah.
Meskipun dalam hati pria itu tidak tega, tapi dia tidak mungkin membiarkan orang-orang seperti Fadli berkeliaran dengan seenaknya. Lebih baik uang itu disumbangkan ke panti asuhan daripada diberikan pada pria tidak bertanggung jawa. Apalagi jika hanya dipakai Bersenang-senang saja.
Mungkin istri dan anaknya tidak mengetahuinya. Selama ini Fadli selalu bersenang-senang di luar sana dan memakai para wanita untuk memuaskan dirinya. Itu juga yang membuat Gunawan jijik terhadap sahabatnya itu. Mereka memang dulu bersahabat, itu juga yang membuat Gunawan tidak tega saat Fadli datang untuk meminjam uang, tetapi kebaikannya malah disalahgunakan.
"Aku mohon, Tuan Gunawan, jangan seperti ini. Apakah kamu tidak ingat kalau kita dulu berteman? Kenapa kamu sekarang berubah?"
Fadli mencoba untuk membuat sahabatnya mengingat masa lalunya, dia yakin Gunawan masih tetap orang baik, yang tidak akan tega mengabaikan dirinya.
"Sayangnya aku tidak akan termakan omonganmu kali ini. Aku akan tetap pada keputusanku, akan kuambil rumah ini dan menjebloskan kamu ke penjara atas penipuan yang sudah kamu lakukan padaku."
"Tolong, Tuan menawan. Jangan lakukan ini padaku." Fadli semakin maju ke depan dan meraih kaki Gunawan.
Namun, dengan segera pria itu menyingkirkan tangan yang akan menyentuh kakinya. Gunawan memang orang kaya dan memiliki segalanya, tetapi bukan berarti dia orang yang haus akan pujian dan hormat. Selama ini dirinya juga dikenal baik dan dermawan.
Tiba-tiba saja ada seorang gadis yang baru saja pulang bekerja. Dia merasa terkejut mendapati kedua orang tuanya bersujud di depan seorang pria. Bahkan dengan air mata yang mengalir dan tampilannya juga terlihat menyedihkan.
"Apa yang terjadi? Kenapa kalian bersujud seperti ini? Ayo bangun!" Gadis itu membantu kedua orang tuanya.
Zakira, itulah namanya. Dia anak dari Fadli dan Mita, gadis itu mengangkat kedua orang tuanya agar bangun dari sujudnya. Namun, mereka menolak karena bagi mereka. Saat ini yang terpenting adalah Gunawan tidak melaporkan Fadli ke kantor polisi, serta tidak mengusirnya dari rumah milik mereka satu-satunya ini.
"Tuan Gunawan, tolong jangan melaporkan kami ke polisi. Rumah ini juga harta kami satu-satunya, Tuan!" pinta Fadli sekali lagi.
Kini Zakira mengerti arah tujuan yang dikatakan papanya. Ternyata orang yang sedang di sofa itu adalah teman sang papa, yang selama ini menagih hutang pada Papa Fadli. Dia juga sempat kesal pada orang tuanya karena memiliki hutang begitu besar. Entah bagaimana mereka akan membayar hutang itu, belum lagi hutang pada orang lain karena memang mereka bukan cuma hutang pada satu orang saja.
Tuhan Gunawan menatap Zakira dari atas sampai bawah, tiba-tiba dia menyeringai menatap ke arah Fadli. Pria itu memiliki ide untuk temannya itu agar hutang mereka lunas. Zakira yang melihat tatapan itu pun merasa sangat risih, dia merasa pasti akan ada sesuatu nantinya.
"Baiklah, aku akan melupakan hutangmu dan juga mengikhlaskan rumah ini, tapi dengan syarat."
"Syarat apa, Tuan? Pasti sebisa mungkin saya akan memenuhinya. Sekalipun itu tidak mungkin, tapi demi Anda, saya akan melakukannya," sahut Fadli dengan begitu yakin, entah setelah ini apa dia masih bisa berkata seperti itu.
"Bagus! Kalau kamu memang sadar posisimu. Syarat yang aku minta hanyalah satu, serahkan putrimu padaku, setelah itu hutangmu aku anggap lunas dan rumah ini menjadi milikmu," ucap Tuan Gunawan dengan tersenyum, sementara Zakira yang mendengar itu sempat terkejut.
Gadis itu hanya menggeleng, dia sangat mengerti apa maksud dari tuan Gunawan. Zakira tidak mau hidup bersama dengan pria itu, yang usianya sama seperti papanya dia akui jika Tuan Gunawan mempunyai kharisma tersendiri. Bahkan penampilannya juga lebih muda, tetapi tetap saja Zakira tidak mau selain karena Pak Gunawan sudah tua, juga tidak ada cinta di antara mereka. Mana mungkin Zakira bisa bersama dengan Pak Gunawan.
Fadli dan Mita sendiri saling pandang, seolah bertanya apakah keduanya setuju atau tidak. Akan tetapi, sudah tidak ada pilihan lain. Jika mereka menolak mereka akan diusir dan entah akan tidur di mana. Kalau menerima, maka harus rela melihat putrinya bersanding dengan pria seusia dirinya.
"Saya setuju, Tuan Gunawan," sahut Mita yang membuat suami dan putrinya menoleh ke arah wanita itu.
Bagaimana mungkin Mita yang seorang ibu rela melihat putrinya menikah dengan pria seperti Tuhan Gunawan. Apakah dia tidak memikirkan perasaan putrinya? Bagaimana jika Zakira tidak bahagia nanti? Apa Mita bisa melihat itu semua?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
IndraAsya
👣👣👣 jejak 💪💪💪😘😘😘
2023-03-05
1
Anne Soraya
lanjut
2023-02-06
0
baiq fathiyatirrohmi
lanjut 🙏🙏🙏 seeeemangattttttt 💪💪💪
2023-02-05
0