5. Berbicara berdua

"Kamu pergilah ke kamar mandi buat bersihin tubuh kamu, baru setelah itu kita makan malam bersama. Mama akan kenalin kamu sama dia nanti," ucap Sekar pada putranya.

Calvin segera masuk ke dalam kamar, semoga saja ini memang pilihan yang terbaik untuk pria itu dan juga keluarga. Benar kata Mama Sekar, dia harus membuka hati untuk wanita lain. Ini semua juga demi masa depannya. Calvin juga tidak mungkin selamanya hidup sendiri, dirinya juga perlu pendamping dan juga anak-anak, yang akan meramaikan kehidupannya.

Setelah membersihkan tubuhnya, pria itu turun untuk makan malam, seperti yang diperintahkan mamanya tadi. Sampai di ruang makan, tampak ruangan masih sepi, makanan hanya ada beberapa saja yang tersedia. Bahkan nasi pun masih belum ada.

Calvin duduk di meja makan sambil menunggu kedua orang tuanya turun. Dia juga memeriksa pekerjaannya lewat telepon yang ada di tangan, hingga terdengar suara langkah kaki mendekati meja makan. Pria itu pun mengangkat kepala. Dirinya begitu terkejut melihat seorang gadis ada di sana dan sedang menyiapkan makanan. Siapa lagi kalau bukan Zakira.

Sama seperti Calvin, gadis itu juga terkejut. Namun, tetap melanjutkan pekerjaannya. Dia m emang tadi diminta oleh Sekar untuk membantu bibi di dapur karena wanita itu tahu, jika calon menantunya memang sangat pandai dalam memasak.

Calvin memandangi setiap pergerakan yang dilakukan Zakira. Dia berpikir apa mungkin gadis ini yang dimaksud oleh mamanya tadi? Kalau dilihat-lihat memang cantik, bodynya juga tidak kalah dengan gadis di luaran sana.

"Kamu di sini, Calvin. Mama kira kamu belum turun," ucap Sekar yang baru datang bersama sang suami.

Calvin hanya mengangguk tanpa suara. Sesekali dia masih melirik ke arah Zakira. Sekar tersenyum melihat apa yang dilakukan putranya. Wanita itu pun memanggil calon menantunya dan memintanya untuk duduk. Biar bibi yang melanjutkan.

"Oh, ya, Vin. Ini namanya Zakira, dia adalah calon istrimu. Mama harap kalian bisa saling mengenal mulai hari ini."

Baik Calvin maupun Zakira begitu terkejut. Memang sejak pertama mereka memang merasakannya, tetapi saat mamanya mengatakan secara langsung seperti ada yang berbeda. Keduanya saling berpandangan, seolah menilai satu sama lain.

"Vin, kenapa diam saja? Kamu setuju, kan?"

"Memangnya aku boleh menolaknya?" tanya Calvin tanpa melihat ke arah mamanya dan memilih mengambil makanan.

"Baguslah, kalau kamu sadar diri. Pokoknya Mama nggak mau tahu, pernikahan harus tetap terjadi. Zakira sudah setuju jadi, kamu juga harus setuju. Nanti acara akad nikah akan dilakukan di gedung yang sama dengan acara resepsi."

Calvin hanya diam, percuma juga membantah apa yang mamanya katakan.

"Nyonya Sekar, maaf jika saya lancang. Kalau memang hari pernikahan saya sudah ditetapkan, saya ingin yang menikahkan adalah papa saya. Bagaimanapun juga mereka adalah orang tuaku dan papa juga waliku jadi, hanya dia yang berhak untuk menikahkan aku," sela Zakira.

"Kalau mengenai itu kamu jangan khawatir. Saya juga sudah memperkirakan hal itu."

Zakira mengangguk senang karena apa yang diinginkan bisa tercapai. Meskipun dia tidak lagi bisa bersama dengan kedua orang tuanya, setidaknya nanti bisa melihat sang papa menjadi wali untuk dirinya.

"Zakira, kamu ada sesuatu yang diinginkan nggak, saat akad nikah nanti. Misal mengenai mas kawin atau mungkin acara resepsinya mau seperti apa?" tanya Sekar.

"Tidak, Nyonya. Saya terserah saja mau mas kawin berapa. Saya juga tidak ada keinginan mengenai acara resepsi mau seperti apa."

Sekar mengangguk, kalau seperti ini tidak akan sulit untuk mempersiapkan semuanya. "Zakira, mulai sekarang saya harap kamu tidak memanggil saya dengan panggilan nyonya lagi. Panggil saja saya Mama, sama seperti Calvin, kamu mengerti?"

"Tapi rasanya itu tidak sopan, Nyonya. Kamu sebentar lagi mau jadi menantu saya, apanya yang tidak sopan?"

"Baiklah kalau begitu, Nyonya, eh ... Ma–mama."

"Bagus! Ya sudah, sekarang kita makan saja."

Mereka semua pun melanjutkan makan malam dengan tenang. Usai makan malam Zakira membantu bibi untuk membersihkan meja makan, sementara Mama Sekar dan Papa Gunawan pergi ke ruang keluarga.

Calvin masih menunggu Zakira selesai mengerjakan pekerjaannya. Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan dengan gadis itu. Zakira bisa melihat jika Calvin dari tadi menang melihat ke arahnya. Namun, sebisa mungkin dia bersikap biasa saja. Padahal dalam hati gadis itu merasa sudah deg-degan.

"Apa kamu sudah selesai? Aku ingin bicara sama kamu," tanya Calvin saat melihat calon istrinya sudah selesai dengan pekerjaannya.

"Sudah, Tu–Tuan." Zakira bingung harus memanggil Calvin apa, jadi lebih baik panggil tuan saja.

"Ayo, ikut aku ke samping rumah. Kita bicara di sana saja." Calvin berdiri dan pergi lebih dulu, sementara Zakira mengikutinya dari belakang. Gadis itu menebak jika pasti calon suaminya ingin membicarakan mengenai pernikahan. Entah apa yang diinginkan oleh pria itu, mudah-mudahan saja bukan sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan.

Calvin duduk di sebuah kursi yang ada di tengah taman rumahnya, sementara Zakira masih berdiri di sampingnya. Gadis itu juga sebenarnya ingin duduk, tetapi takut jika dibilang lancang, jadi lebih baik berdiri saja dan mendengar apa yang ingin pria itu katakan.

"Duduklah! mungkin ini akan sedikit lama, kamu tidak mungkin berdiri terus di sana, kan?" pinta Calvin yang akhirnya dituruti oleh Zakira.

Entah kenapa berada di sisi calon suaminya membuat jantung gadis itu berdetak lebih kencang. Perasaannya pun mulai tidak tenang, memikirkan banyak hal yang kemungkinan akan terjadi. Apalagi melihat wajah tegas pria itu semakin membuat, semakin membuat nyali Zakira menciut.

"Apa alasan kamu menerima pernikahan ini? Aku yakin kamu juga pasti sudah memikirkan semuanya, apa itu semua karena uang? Jawablah dengan jujur, jangan mencoba untuk membohongiku," tanya Calvin dengan menatap ke arah Zakira, membuat Gadis itu semakin gugup dan salah tingkah.

Zakira berusaha untuk membuat dirinya tenang dan baik-baik saja. Dia juga tidak ingin ada kebohongan di atas pernikahan yang akan dibangun, jadi lebih baik berkata jujur. Terserah apa calon suaminya nanti.

"Munafik sekali Jika aku bilang pernikahan ini bukan karena uang karena nyatanya memang seperti itu. Aku menikah karena ingin membayar hutang kedua orang tuaku, juga agar mereka tidak dipenjara karena kesalahan yang sudah mereka buat."

Calvin menatap Zakira, dia tidak mengerti apa maksud dari calon istrinya. Pria itu memang tidak tahu apa-apa tentang wanita itu. Dalam hati dirinya merasa suka dengan pilihan ibunya karena Calvin bisa melihat ketulusan dari mata Zakira. Akan tetapi, semua itu tidaklah cukup karena nyatanya pernikahan ini hanya karena uang. Lagi-lagi karena benda itu yang membuat Kelvin muak.

Terpopuler

Comments

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

Zakira beda loh Calvin,meskipun pernikahan Krn uang,tp uang itu bukan untuk dirinya sendiri,dia jadi tumbal bayar hutang kedua orangtua nya

2023-02-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!