NovelToon NovelToon

Istri Pembayar Hutang

1. Syarat

"Maafkan saya, Tuan. Tolong beri kami waktu agar kami bisa membayar hutang-hutang kami. Tolong jangan usir kami dari rumah ini, ini adalah harta kami satu-satunya. Kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi, kami harus tinggal di mana?" pinta seorang pria yang bernama Fadli.

Pria itu sedang berlutut di depan seorang pria yang bernama Tuan Gunawan, yang sedang duduk di sofa ruang tamunya. Tampak beberapa pengawal berdiri di sana, mereka akan melakukan eksekusi untuk mengusir keluarga Fadli dan menjebloskan mereka ke penjara dengan kasus penipuan.

"Itu bukan urusanku. Aku hanya ingin mengambil apa yang harusnya menjadi milikku. Kamu sudah mengulurnya sejak lama dan aku sudah cukup bersabar selama ini." Suara Tuan Gunawan begitu menggelegar, hingga membuat semua orang yang ada di sana merasa ketakutan.

"Saya mohon, Tuan. Saya akan melakukan apa pun asal Anda tidak mengambil rumah ini dan melaporkan saya ke kantor polisi."

"Iya, Tuan. Jangan laporkan kami."

"Jika kamu tidak mau masuk penjara, caranya mudah, segera bayar hutangmu. Jangan lupa bayar juga uangku yang sudah kamu tipu."

Fadli menggeleng kemudian menundukkan kepala, bagaimana bisa dia membayar hutang. Untuk makan saja pria itu kekurangan, bagaimana bisa membayar hutang.

"Kamu saja tidak mampu membayar hutangmu, bagaimana bisa aku melepaskannya begitu saja. Bahkan jika kamu memberikan rumah ini untuk membayar semua hutang, itu tidak akan cukup karena harganya tidak sebanding dengan hutang kalian padaku. Sudah bertahun-tahun aku sabar, tapi ternyata kalian malah memanfaatkan kesabaranku!" teriak Tuan Gunawan.

"Maaf, Tuan. Tadinya saya ingin membayar saat bisnis saya berkembang, tapi ternyata perusahaan saya malah bangkrut jadi, saya tidak bisa membayar hutang kami."

"Itu bukan urusanku! Apa pun yang terjadi, kamu harus membayarnya. Tidak ada alasan apapun!" Tuan Gunawan begitu marah.

Selama ini Fadli memang sudah meminjam banyak uang padanya. Tuan Gunawan juga selalu diam karena masih menganggap pertemanan mereka, tetapi satu tahun terakhir dia mencoba untuk menagih pada Fadli. Namun, pria itu selalu berkelit dan banyak beralasan. Hingga akhirnya Tuan Gunawan tidak tahan dan terpaksa meminta rumah.

Meskipun dalam hati pria itu tidak tega, tapi dia tidak mungkin membiarkan orang-orang seperti Fadli berkeliaran dengan seenaknya. Lebih baik uang itu disumbangkan ke panti asuhan daripada diberikan pada pria tidak bertanggung jawa. Apalagi jika hanya dipakai Bersenang-senang saja.

Mungkin istri dan anaknya tidak mengetahuinya. Selama ini Fadli selalu bersenang-senang di luar sana dan memakai para wanita untuk memuaskan dirinya. Itu juga yang membuat Gunawan jijik terhadap sahabatnya itu. Mereka memang dulu bersahabat, itu juga yang membuat Gunawan tidak tega saat Fadli datang untuk meminjam uang, tetapi kebaikannya malah disalahgunakan.

"Aku mohon, Tuan Gunawan, jangan seperti ini. Apakah kamu tidak ingat kalau kita dulu berteman? Kenapa kamu sekarang berubah?"

Fadli mencoba untuk membuat sahabatnya mengingat masa lalunya, dia yakin Gunawan masih tetap orang baik, yang tidak akan tega mengabaikan dirinya.

"Sayangnya aku tidak akan termakan omonganmu kali ini. Aku akan tetap pada keputusanku, akan kuambil rumah ini dan menjebloskan kamu ke penjara atas penipuan yang sudah kamu lakukan padaku."

"Tolong, Tuan menawan. Jangan lakukan ini padaku." Fadli semakin maju ke depan dan meraih kaki Gunawan.

Namun, dengan segera pria itu menyingkirkan tangan yang akan menyentuh kakinya. Gunawan memang orang kaya dan memiliki segalanya, tetapi bukan berarti dia orang yang haus akan pujian dan hormat. Selama ini dirinya juga dikenal baik dan dermawan.

Tiba-tiba saja ada seorang gadis yang baru saja pulang bekerja. Dia merasa terkejut mendapati kedua orang tuanya bersujud di depan seorang pria. Bahkan dengan air mata yang mengalir dan tampilannya juga terlihat menyedihkan.

"Apa yang terjadi? Kenapa kalian bersujud seperti ini? Ayo bangun!" Gadis itu membantu kedua orang tuanya.

Zakira, itulah namanya. Dia anak dari Fadli dan Mita, gadis itu mengangkat kedua orang tuanya agar bangun dari sujudnya. Namun, mereka menolak karena bagi mereka. Saat ini yang terpenting adalah Gunawan tidak melaporkan Fadli ke kantor polisi, serta tidak mengusirnya dari rumah milik mereka satu-satunya ini.

"Tuan Gunawan, tolong jangan melaporkan kami ke polisi. Rumah ini juga harta kami satu-satunya, Tuan!" pinta Fadli sekali lagi.

Kini Zakira mengerti arah tujuan yang dikatakan papanya. Ternyata orang yang sedang di sofa itu adalah teman sang papa, yang selama ini menagih hutang pada Papa Fadli. Dia juga sempat kesal pada orang tuanya karena memiliki hutang begitu besar. Entah bagaimana mereka akan membayar hutang itu, belum lagi hutang pada orang lain karena memang mereka bukan cuma hutang pada satu orang saja.

Tuhan Gunawan menatap Zakira dari atas sampai bawah, tiba-tiba dia menyeringai menatap ke arah Fadli. Pria itu memiliki ide untuk temannya itu agar hutang mereka lunas. Zakira yang melihat tatapan itu pun merasa sangat risih, dia merasa pasti akan ada sesuatu nantinya.

"Baiklah, aku akan melupakan hutangmu dan juga mengikhlaskan rumah ini, tapi dengan syarat."

"Syarat apa, Tuan? Pasti sebisa mungkin saya akan memenuhinya. Sekalipun itu tidak mungkin, tapi demi Anda, saya akan melakukannya," sahut Fadli dengan begitu yakin, entah setelah ini apa dia masih bisa berkata seperti itu.

"Bagus! Kalau kamu memang sadar posisimu. Syarat yang aku minta hanyalah satu, serahkan putrimu padaku, setelah itu hutangmu aku anggap lunas dan rumah ini menjadi milikmu," ucap Tuan Gunawan dengan tersenyum, sementara Zakira yang mendengar itu sempat terkejut.

Gadis itu hanya menggeleng, dia sangat mengerti apa maksud dari tuan Gunawan. Zakira tidak mau hidup bersama dengan pria itu, yang usianya sama seperti papanya dia akui jika Tuan Gunawan mempunyai kharisma tersendiri. Bahkan penampilannya juga lebih muda, tetapi tetap saja Zakira tidak mau selain karena Pak Gunawan sudah tua, juga tidak ada cinta di antara mereka. Mana mungkin Zakira bisa bersama dengan Pak Gunawan.

Fadli dan Mita sendiri saling pandang, seolah bertanya apakah keduanya setuju atau tidak. Akan tetapi, sudah tidak ada pilihan lain. Jika mereka menolak mereka akan diusir dan entah akan tidur di mana. Kalau menerima, maka harus rela melihat putrinya bersanding dengan pria seusia dirinya.

"Saya setuju, Tuan Gunawan," sahut Mita yang membuat suami dan putrinya menoleh ke arah wanita itu.

Bagaimana mungkin Mita yang seorang ibu rela melihat putrinya menikah dengan pria seperti Tuhan Gunawan. Apakah dia tidak memikirkan perasaan putrinya? Bagaimana jika Zakira tidak bahagia nanti? Apa Mita bisa melihat itu semua?

2. Pasrah

"Ma, Aku tidak mau," tolak Zakira yang sma sekali tidak dipedulikan oleh Mita.

"Ma," tegur Fadli yang lagi-lagi tidak dipedulikan oleh istrinya.

Meskipun Fadli tidak mau kehilangan rumah ini, tetapi pria itu tidak rela jika harus menjual putrinya. Jika dipikirkan kembali, Gunawan memang orang yang baik. Pasti nanti akan memperlakukan Zakira dengan baik juga. Meskipun harus menjadi istri kedua.

"Pak Gunawan tenang saja, Zakira pasti akan mau menerima besok. Saya akan pastikan hal itu," ucap Mita tanpa memedulikan suami dan putrinya.

"Baguslah, kalau begitu besok anak buahku akan menjemput putrimu. Kalian juga harus menandatangani perjanjian kalau kalian tidak akan mengurusi kehidupan Zakira. Setelah itu rumah ini akan menjadi milik kalian. Anggap saja aku membelinya," sahut Tuan Gunawan.

"Tapi, Tuan Gunawan, bukankah Anda sudah memiliki istri. Kenapa masih menginginkan putriku?" tanya Fadli yang sebenarnya tidak rela jika Gunawan membawa putrinya.

"Itu bukan urusanmu. Aku hanya menginginkan putrimu, mau aku apakan itu terserah padaku. Termasuk jika aku menginginkan dia jadi istriku."

"Apa! Istri? Aku tidak mau, pokoknya aku tidak mau ikut aku dengan Tuan Gunawan," tolak Zakira dengan air mata yang menetes.

"Kamu diam saja," sela Mita dengan geram.

"Tapi, Ma."

"Diam!" bentak Mita dengan melototkan matanya.

Zakira hanya bisa menggelengkan kepala tanpa bersuara. Dia tidak ingin masa depannya hancur begitu saja. Masih banyak sekali keinginannya yang belum tercapai, apalagi setelah kebangkrutan usaha papanya.

"Jadi bagaimana? Kalian setuju atau tidak? Saya tidak punya waktu berdebat dengan kalian."

"Biar saya nanti yang bicara dengan putri saya."

"Baiklah, kalian tunggu saja besok. Kalian persiapkan saja putri kalian dengan baik." Gunawan segera berlalu dari sana, diikuti oleh para pengawal. Seperti ini saja, sangat terlihat jika pria itu memiliki kharisma yang luar biasa.

"Ma, aku tidak mau ikut Pak Gunawan. Dia sudah tua, lebih pantas menjadi papaku, bagaimana mungkin Mama menyerahkan aku kepada dia!" Zakira begitu marah pada mamanya, yang dengan teganya menjual dia. Tidakkah wanita itu memiliki hati sebagai seorang ibu.

"Cuma ini jalan satu-satunya Zakira agar rumah ini tetap menjadi milik kita!"

"Ma, kita bisa cari kontrakan, kita juga bisa mencari pekerjaan lain dan kita nabung sama-sama. Nanti kita beli rumah, bahkan yang lebih bagus dari ini."

"Apa kamu bilang? Menabung? Sebelum itu terjadi Pak Gunawan sudah menjebloskan Papa dan Mama ke dalam penjara. Mama tidak mau itu terjadi, rumah ini adalah rumah yang penuh dengan kenangan Mama dan Papa. Kami memulai semuanya dari sini, pabrik sudah terjual. Mama tidak ingin kehilangan kenangan yang hanya tinggal satu-satunya ini. Mama juga yakin kalau Pak Gunawan akan memperlakukan kamu dengan baik. Kamu pasti mengenalnya, dia tidak pernah menyakiti orang lain."

"Tidak pernah menyakiti orang lain? Lalu sekarang apa yang dia lakukan pada kita? Dia bahkan memaksaku untuk ikut bersamanya."

"Itu karena kita yang memiliki salah padanya, jadi kamu harus mengerti hal itu."

Zakira masih tidak bisa menerima keadaan ini. Dia yakin pasti ada sesuatu hal yang bisa membuatnya lepas dari pria itu. "Tidak, Ma. Sampai kapan pun aku tidak mau ikut dengan Pak Gunawan. Apalagi kalau sampai dijadikan istri, aku tidak mau."

"Zakira, benar kata ibumu. Hanya itu jalan satu-satunya agar kita bisa bertahan hidup. Papa sudah tua, tidak bisa bekerja lagi jadi, mana mungkin kita bisa memiliki rumah sebesar ini lagi," ujar Fadli yang sedari tadi diam saja.

Zakira memandang papanya dengan pandangan tidak percaya. Tadinya dia mengira bahwa sang papa akan membelanya. Namun, sekarang justru semuanya berbalik, tidak ada yang mendukung dirinya sama sekali. Sekarang bagaimana gadis itu bisa melawan Tuan Gunawan nantinya jika hanya seorang diri.

"Pa, kalau aku pergi bersama dengan Tuan Gunawan. Bagaimana dengan Papa dan Mama? Kalian saja tidak ada yang kerja."

"Mengenai itu kamu jangan terlalu pikirkan. Asalkan rumah ini masih menjadi milik kita, itu tidak masalah, kamu harus tetap mau menikah dengan Tuan Gunawan."

"Benar apa yang mamamu katakan, Zakira. Anggap saja ini sebagai balas budimu terhadap kami," sahut Fadli.

Zakira menggeleng. "Aku tidak mau menikah dengannya, Pa. Aku sudah memiliki kekasih."

"Putuskan saja hubunganmu dengannya. Nasib keluarga ini ada di tangan jika kamu menolak, maka Papa dan Mama pasti akan mendekam di penjara. Apa kamu tega melihat kami di balik jeruji besi?" tanya Fadli.

Zakira menggeleng, tetapi bukan berarti dirinya harus menikah dengan Tuan Gunawan. Tidakkah mereka berpikir jika perbedaan usia diantara mereka begitu jauh. Dia juga tidak mengenal sama sekali pria itu.

"Ini sudah menjadi keputusan kami, Zakira, kamu mengerti keadaan kami, kan? Jadi kamu mau tidak mau harus menerimanya," pungkas Mita.

"Tapi, Ma. Aku tidak mau, pokoknya aku tidak akan pernah menerimanya."

"Ini sudah menjadi keputusan Mama dan Papa. Kami tidak menerima penolakan, kecuali kalau kamu mau masuk penjara atau lebih buruknya kami akan kehilangan nyawa."

Zakira melebarkan matanya, dia tidak ingin kedua orang tuanya pergi begitu saja.

"Pikirkanlah baik-baik. Papa harap besok kamu sudah menemukan jawabannya." Fadli dan Mita masuk ke dalam kamar dan membiarkan putrinya untuk berpikir.

Sementara itu, Zakira berjalan gontai menuju kamar dan menumpahkan tangisnya di sana. Sebagai seorang anak gadis, tentu saja dia merasa sedih karena orang tuanya lebih memilih memberikan dirinya pada Pak Gunawan, daripada merelakan rumah ini. Padahal sudah jelas-jelas pria itu umurnya jauh di atasnya, bahkan seperti ayahnya sendiri, tetapi kedua orang tuanya seperti tidak mau tahu. Yang penting mereka tidak pergi dari rumah ini.

"Kenapa mama dan papa begitu tega padaku. Padahal selama ini aku sudah sangat berbakti pada mereka. Bahkan aku juga rela mencari pekerjaan agar mereka masih tetap bisa makan. Apa mereka sama sekali tidak memedulikan perasaanku? Padahal aku ini anak kandung mereka," gumam Zakira.

Terlalu larut dalam kesedihannya tanpa sadar membuat Zakira tertidur di lantai.

Pagi-pagi sekali Mita mendadani putrinya dan memilihkan gaun yang paling bagus yang Zakira miliki. Gadis itu sekarang sudah pasrah, setelah semalam dia berpikir. Mungkin ini memang takdir yang harus dijalaninya. Memaksa kedua orang tuanya untuk meninggalkan rumah ini juga tidak mungkin, pasti Tuan Gunawan juga akan melaporkan mereka karena hutang yang masih sangat banyak.

Zakira pasrah dengan apa yang akan Pak Gunawan lakukan padanya nanti. Tidak berapa lama, sebuah mobil masuk ke halaman rumah mereka. Tampak tiga orang memasuki rumah, dua pengawal dan satunya lagi pengacara keluarga Tuan Gunawan.

.

3. Rumah keluarga Gunawan

"Ini surat perjanjian yang diminta oleh Tuan Gunawan. Silakan Anda pelajari terlebih dahulu, sebelum mendatangani. Jangan sampai ada yang tertinggal karena Tuan Gunawan tidak ingin Anda menuntutnya di kemudian hari," ucap seorang pengacara pada Fadli.

Pria itu pun segera membaca surat yang ada di tangannya. Mita yang ada di samping pun ikut membaca juga, sementara Zakira yang ada di sana hanya bisa berdoa agar kedua orang tuanya mau berbaik hati dan menolak semua yang diinginkan oleh Tuhan Gunawan. Namun, sepertinya itu hanya angan semata karena kedua orang tuanya, akhirnya setuju dengan permintaan Tuhan Gunawan.

Setelah dirasa semuanya cukup, Fadli pun mengiyakan dan menandatanganinya begitu saja. Tidak lupa juga pengacara memberikan sertifikat rumah dan juga bukti pembayaran hutang mereka yang sudah lunas. Fadli dan Mita merasa senang karena akhirnya mereka bisa bebas dari hutang dan penjara. Meskipun dalam hati ada rasa bersalah terhadap putrinya.

Setelah semuanya selesai, orang kepercayaan Tuhan Gunawan membawa Zakira pergi dari rumah itu. Tidak ada kata perpisahan antara gadis itu dan kedua orang tuanya. Orang-orang suruhan Tuan Gunawan segera membawa pergi Zakira. Gadis itu hanya mengikuti dan tidak lagi mempertanyakan dirinya akan dibawa ke mana.

Hal itu karena dia sudah cukup sakit hati dengan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Mungkin memang jalan yang terbaik yang harus Zakira lalui. Perjalanan yang ditempuh cukup lama, hingga akhirnya mobil memasuki sebuah halaman yang sangat luas. Rumahnya pun begitu besar. Untuk sejenak Zakira begitu kagum dengan bangunan itu.

Rumah yang begitu besar dan begitu asri dengan banyak tanaman yang ada di sekitar. Dia yakin penghuninya pasti betah tinggal di tempat ini. Apalagi tamannya begitu luas, bisa melakukan apa pun di sini.

"Silahkan masuk, Nona," ucap pengawal membuyarkan lamunan Zakira.

Gadis itu pun mulai melangkahkan kaki, dia mencoba untuk berdamai dengan hatinya dan akan menerima apa pun nanti yang akan terjadi. Kalaupun dirinya memang harus menjadi istri kedua, tidak pa-pa karena Tuan Gunawan sendiri sudah menepati janjinya dengan memberikan rumah, serta melunasi hutang-hutang papanya. Zakira teringat kata papanya mengenai Tuan Gunawan yang sudah memiliki istri. Entah apa yang akan dilakukan oleh istri Pak Gunawan nanti saat melihat dirinya.

"Selamat pagi, Tuan. Saya sudah membawa Nona Zakira," sapa pengawal yang datang bersama dengan Zakira.

Ucapan pengawal tadi seketika membuat Zakira menegakkan kepalanya. Terlihat Tuan Gunawan duduk di sofa ruang tamu bersama dengan seorang wanita yang seusia mamanya, terlihat lebih cantik dan elegan. Gadis itu menundukkan sedikit kepalanya ke arah Tuan Gunawan dan istrinya. Tiba-tiba saja tubuhnya mengeluarkan keringat dingin, dia takut jika istri Tuan Gunawan akan marah padanya karena tahu jika sang suami akan menikahinya.

"Oh, jadi ini gadis pilihan Papa?" tanya Sekar—istri Gunawan—yang diangguki oleh Tuan Gunawan.

Wanita itu pun mendekati Zakira yang berdiri sedikit jauh dari mereka. Dilihatnya gadis di depannya dari ujung kepala hingga ujung kaki, ternyata suaminya memang tidak salah pilih. Dia pun menyunggingkan senyum, yang justru semakin membuat Zakira ketakutan.

"Selamat siang, kamu yang namanya Zakira?" tanya Sekar yang diangguki oleh Zakira. "Kamu cantik sekali, saya yakin kalau kamu pasti bisa menjadi istri Calvin dan kamu pasti bisa menaklukkan dia."

"Istri Calvin?" ulang Zakira yang tidak tahu siapa itu Calvin.

"Dia anak saya, nanti kamu juga akan mengenalnya," jawab Sekar dengan tersenyum.

"Jadi saya akan dinikahkan dengan anak Anda? Bukan dengan Tuan Gunawan?" tanya Zakira yang terlihat seperti orang b***h.

Sekar melongo, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Zakira. Mana mungkin dia membiarkan wanita lain menikah dengan suaminya. Saat wanita itu akan menyela ucapan Zakira, Tuan Gunawan yang masih duduk di sofa tertawa terbahak-bahak Mendengar hal itu. Tentu saja Sekar menatap sama suami dengan pandangan intens. Pasti pria itu mengerjai calon menantunya.

"Papa nggak bilang sama mereka kalau Zakira akan menikah dengan Calvin?" tanya Sekar.

"Aku mana sempat bicara seperti itu, Ma. Aku cuma bilang kalau Zakira harus diserahkan padaku karena memang seperti itu kenyatannya. Aku tidak mengatakan apa-apa tentang pernikahan. Mereka saja yang berpikir terlalu jauh, berpikir jika Zakira akan kunikahi," jawab Gunawan setelah tawanya reda.

Dalam hati Zakira merasa lega karena dirinya tidak harus menikah adalah seorang yang lebih tua dari dirinya. Akan tetapi, masih ada ketakutan lain dalam dirinya. Bagaimanakah rupa dari calon suaminya yang ternyata anak dari Tuan Gunawan. Dilihat dari kedua orang tuanya, pasti pria itu tampan lalu, bagaimana kepribadiannya.

"Zakira, maafkan suami saya. Dia memang orang yang suka usil. Nanti saya akan memperkenalkan kamu dengan Calvin, semoga kalian nanti cocok. Pesta pernikahan akan dilakukan satu minggu lagi jadi, kamu juga harus mempersiapkan diri."

"Satu minggu lagi? Cepat sekali!"

"Semakin cepat semakin baik kalau tidak, anak saya itu pasti akan melarikan diri jadi, lebih baik disegerakan."

Zakira hanya bisa mengangguk, ternyata anak dari Tuan Gunawan juga sama seperti dirinya, menolak pernikahan ini. Bedanya anak Tuan Gunawan memiliki kekuatan untuk menolak, sementara dirinya yang sudah dibeli tidak berhak melakukan apa pun. Dia hanya bisa menuruti saja. Dalam hati gadis itu berdoa agar anaknya Tuan Gunawan benar-benar pergi sebelum acara pernikahan itu dilangsungkan. Sekar memanggil asisten rumah tangga dan memintanya mengantarkan Zakira ke kamar.

"Terima kasih," ucap Zakira begitu sampai di kamarnya.

"Sama-sama, Neng. Nanti kalau butuh sesuatu, panggil saja Bibi."

Zakira mengangguk dan memasuki kamar tersebut, sementara ART tadi kembali ke belakang.

"Bagaimana menurut Mama?" tanya Gunawan pada sang istri, saat Zakira sudah tidak terlihat.

"Mama masih belum tahu karakternya, Pa. Mama mana bisa menilai begitu saja."

"Bukankah Kemarin Papa sudah memberitahu semuanya? Mama juga sudah membaca biodata dan yang lainnya tentang Zakira, apa masih ada yang kurang?"

"Meskipun Papa sudah memberitahu semuanya, tetap saja Mama ingin melihat sendiri secara langsung. Mama tidak ingin salah memilih pasangan untuk Calvin."

Gunawan mengangguk, dia juga mengerti perasaan sang istri dan tidak memaksa lagi. "Terserah Mama saja, kalau memang Mama tidak setuju, kita bisa mengembalikan dia pada keluarganya."

"Kita tunggu saja sampai satu minggu kedepan, mudah-mudahan dia tidak mengecewakan."

"Papa yakin dia tidak akan mengecewakan," sahut Gunawan dengan begitu yakin.

"Iya, asal jangan Papa yang menikahinya," sahut Sekar dengan cemberut.

Seketika membuat Gunawan kembali terkekeh, dia pun mencoba untuk membela diri. "Mama ini, tadi sudah Papa jelaskan kalau mereka saja yang salah paham, bukan Papa."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!