"Aku sudah selesai, Pa, Ma. Aku mau berangkat dulu," pamit Calvin pada kedua orang tuanya.
"Iya, hati-hati," sahut Mama Sekar.
Calvin pun segera beranjak dari tempat duduknya. Zakira mengikutinya dari belakang, dia ingin mengantar sang suami sampai di depan.
"Kenapa kamu mengikutiku?"
"Aku ingin mengantarmu sampai depan, Mas. Wajar 'kan kalau aku melakukannya?"
"Tidak perlu, kamu lanjutkan saja sarapanmu."
"Aku sudah selesai."
Zakira tahu jika sang suami merasa risih dengan keberadaannya. Itu memang tujuannya, terserah pria itu suka atau tidak. Yang penting dia akan berusaha sebaik mungkin meraih hati Calvin.
"Tidak apa-apa, Calvin. Apa salahnya kalau seorang istri mengantar suaminya ke depan saat akan pergi kerja. Mama juga melakukan hal itu pada Papa," sela Mama Sekar yang mendengar perdebatan mereka.
"Iya, Calvin. Seharusnya kamu itu bangga punya istri seperti Zakira yang berbakti pada suami dan mengerti akan tugasnya. Tidak seperti wanita-wanita di luar sana, yang suka seenaknya dan tidak menghormati suaminya," timpal Papa Gunawan.
"Iya, Pa, paham. Ya sudah, aku berangkat kerja daripada nanti di sini malah akan mendapat ceramah yang semakin panjang." Calvin segera berjalan keluar dengan perasaan kesal. Zakira yang melihat itu pun jadi merasa bersalah.
"Maaf, Mas. Aku tidak bermaksud untuk membuat Mas di pojokkan sama Papa dan Mama. Aku hanya ingin melakukan tugasku sebagai seorang istri."
"Sudahlah, tidak usah dibahas lagi, kamu membuat mood-ku semakin buruk saja." Calvin terus melangkahkan kakinya menuju teras dengan perasaan kesal.
Zakira pun terdiam, dia tidak bermaksud seperti itu. Seperti janjinya wanita itu hanya ingin yang terbaik untuk rumah tangganya. Begitu sampai di teras, Zakira menadahkan tangannya. Calvin yang mengerti pun mengulurkan tangannya juga, segera wanita itu mencium punggung tangannya.
Setelah itu, Calvin pergi begitu saja tanpa mengucapkan satu kata pun. Zakira melihat hal tersebut hanya bisa menghela napas, entah sampai kapan sang suami bisa bersikap hangat seperti pasangan suami istri lainnya. Namun, dia juga tidak ingin terlalu berharap di saat seperti ini. Dirinya saja sedang berjuang, semoga saja nanti usahanya membuahkan hasil. Zakira tidak akan mudah menyerah, pasti suatu hari nanti akan ada mukjizat untuknya.
"Calvin sudah berangkat, Za?" tanya Papa Gunawan.
"Sudah, Pa, baru saja. Papa juga mau langsung berangkat ke kantor?"
"Iya, kamu hati-hati di rumah sama Mama. Kalau kamu bosan bisa ajak mamamu belanjaan atau shopping di mall. Dia paling jago ngabisin duit."
"Papa, apa-apaan, sih! Kenapa Papa bilang begitu? Memangnya Papa kerja buat siapa lagi kalau bukan buat Mama?" tanya Mama Sekar dengan nada ketus.
"Iya, Ma. Papa 'kan cuma memberitahu pada Zakira saja, jangan diambil hati."
Papa Gunawan segera mencium kening sang istri sebelum dia berangkat. Pria itu pun berbisik pada sang menantu. "Kamu hati-hati di rumah sama mertuamu, nanti bisa-bisa kamu ditelan sama dia." Papa Gunawan segera berlari sebelum sang istri marah besar.
"Papa, apa-apaan bilang seperti itu! Mama ini mertua yang baik, mana ada Mama seperti itu." Papa Gunawan hanya tersenyum lalu melajukan mobilnya.
Zakira yang melihat tingkah kedua mertuanya juga ikut tersenyum. Dia berharap rumah tangganya kelak bisa sehangat kedua mertuanya. Meskipun mereka sering berdebat dan bertengkar, tetapi di dalamnya terasa cinta dan kasih sayang yang begitu besar.
"Kenapa kamu juga ikutan senyum? Kamu mau mengejek Mama?" tanya Mama Sekar pada menantunya.
Zakira tersenyum dan menggeleng. "Tidak, Ma. Justru aku senang melihat kebersamaan Papa dan Mama begitu hangat. Aku jadi iri melihatnya. Aku berharap suatu hari nanti Mas Calvin bisa memperlakukan aku seperti itu."
"Papamu itu mengejek Mama, kenapa kamu malah senang?"
"Justru itu, Ma. Meskipun Papa mengejek Mama, tapi aku tahu di dalam setiap katanya itu ada perasaan cinta yang besar. Aku tidak pernah melihat itu di dalam keluargaku. Sekarang saat melihat Papa dan Mama, aku jadi bisa merasakan apa itu kasih sayang dan cinta yang sesungguhnya."
Mama Sekar tersenyum. "Mama yakin, suatu hari nanti kamu pasti bisa merasakannya. Calvin pasti bisa memberikan kasih sayang yang sepenuhnya padamu. Mama tidak bisa menjanjikan apa-apa, tapi Mama percaya bahwa anak Mama memiliki cinta yang tulus padamu."
"Amin, mudah-mudahan seperti itu." Mama Sekar pun mengajak menantunya untuk masuk ke dalam rumah. Zakira ingin membantu Bik Sumi membereskan meja makan. Namun, sang mertua melarang dan mengajak yang ke taman belakang untuk bercocok tanam Saya kira tidak terlalu menyukai kegiatan itu, tetapi dia tidak mungkin menolak ajakan sang mertua jadi, terpaksa wanita itu mengikutinya.
"Kamu lebih suka bunga apa, Za?"tanya Mama Sekar begitu mereka sampai di taman.
"Semua bunga aku suka."
"Dari jawabanmu, sepertinya kamu tidak suka bercocok tanam, ya?"
"Iya, Ma, tapi bukan berarti tidak suka sekali. Aku suka saat melihat rumah terlihat asri, banyak ditumbuhi pepohonan yang terawat, tapi kalau aku sendiri disuruh merawatnya kayaknya aku nggak bisa." Zakira menunjukkan deretan giginya. Dia merasa tidak enak sekaligus malu.
"Iya, Mama mengerti, tapi kalau sekarang kamu nggak suka juga nggak apa-apa, sebaiknya kamu masuk saja."
"Nggaklah, Ma. Di rumah juga aku nggak ada kegiatan apa-apa. Aku ikut Mama saja, daripada bengong di rumah. Mungkin dengan begini, seiring berjalannya waktu aku bisa suka menanam tanaman seperti Mama."
"Terserah kamu, tapi Mama beneran nggak maksa kamu."
"Iya, Ma. Aku juga nggak merasa terpaksa, aku senang-senang saja daripada di dalam rumah tidak melakukan apa-apa."
"Ya sudah, ayo ke sana! Mama mau menanam bunga yang kemarin baru Mama beli bibitnya. Nanti kita pindahin bunga yang besar ke pot yang besar juga. Pot yang kecil untuk bunga yang kecil. Kamu bisa, kan?" Mama Sekar mengajak Zakira ke taman bunga yang selama ini dia rawat.
"Mama duluanlah, nanti aku ikutin. Aku takut caranya salah, nanti malah bunganya mati."
"Ya sudah, ayo sini Mama tunjukin."
Mama Sekar pun menunjukkan keahliannya pada sang menantu. Zakira memperhatikan dengan saksama. Dia tidak ingin membuat kesalahan, yang nantinya malah akan membuat tanaman itu mati. Sang mertua mempraktekkannya dengan begitu lihai, membuat Zakira begitu terpukau dan mengikutinya. Ternyata tidak seburuk yang saya kira pikirkan.
"Bercocok tanam seru juga, ya, Ma."
"Iya, dong. Apalagi kalau kamu melakukannya dengan hati, pasti akan lebih menyenangkan lagi." Mama Sekar kembali fokus pada tanamannya.
"Kalau Mama sukanya bunga apa?"
"Kalau Mama, sukanya melati karena bunga melati baunya harum dan tahan lama."
"Bunga anggrek ini juga cantik, rapi tidak ada baunya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments