9. Merasa tidak berarti

"Kalian sudah pulang, Mama kira masih mau menginap di sana. Lagian 'kan hotelnya juga sudah di booking selama tiga hari. Kenapa buru-buru pulang," ucap Mama Sekar saat melihat anak dan menantunya pulang.

"Gimana nggak mau buru-buru pulang. Mama nggak bawain baju buat kita, kalau lama-lama di sana bisa-bisa kami berdua masuk angin," sahut Calvin dengan ketus.

Mama Sekar pun jadi merasa bersalah, dia memang melakukan semuanya demi anak-anaknya tanpa memikirkan nasib mereka. "Maafin Mama, ya! Mama hanya ingin yang terbaik untuk kalian."

"Terbaik apanya, yang ada semalaman kedinginan."

Zakira hanya diam, dia merasa segan jika ikut pembicaraan suami dan mertuanya. Mama Sekar memang baik, tetapi bukan berarti dirinya bisa berbuat seenaknya. Apalagi ada Tuan Gunawan dengan ekspresi datarnya.

"Kalian 'kan bisa saling menghangatkan."

"Hah ... ngomong sama Mama, tambah bikin pusing. Mama juga nggak akan ngerti. Sudahlah, aku mau ke kamar." Calvin akan berlalu. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar seruan dari mananya.

"Hei! Kenapa kamu ke kamar sendiri! Sekarang kamu sudah ada istri, ajak istrimu ke kamar. Kemarin Mama sudah minta Bibi untuk membawa pakaian Zakira ke kamar kamu dan sudah menatanya juga di lemari, jadi kalian tidak perlu repot-repot mengurusnya."

"Mama kok seenaknya saja melakukan sesuatu!" cetus Calvin yang tidak suka dengan apa yang mamanya lakukan.

"Memangnya kenapa? Zakira sekarang itu istri kamu jadi wajar kalau dia pindah ke kamar kamu."

"Iya, tapi 'kan bisa beli lemari sendiri, nggak harus satu lemari dengan aku."

"Kamu ini kenapa, sih? Gara-gara pakaian saja ribut. Nanti kalau pakaian kamu nggak muat, kamu bisa beli lagi nggak usah direbutin sesuatu yang nggak penting."

Mama Sekar bisa melihat raut wajah sedih Zakira saat mendengar ucapan Calvin. Putranya memang suka bicara seenaknya tanpa memikirkan perasaan orang lain. Sekarang pria itu sudah memiliki istri, tetapi kenapa tidak peka sama sekali.

Calvin pun menghela napas dan meneruskan langkahnya menuju kamar. Zakira hanya diam mengikuti langkah sang suami. Hatinya terluka mendengar ucapan pria itu yang tidak bisa berkata lembut.

"Biar aku bereskan kembali pakaianku ke dalam koper, Mas tidak perlu marah-marah," ucap Zakira begitu keduanya sampai di dalam kamar.

Wanita itu segera membuka lemari sang suami dan memasukkan pakaiannya kembali ke dalam koper. Hal itu tentu saja membuat Calvin merasa bersalah, dia bukan bermaksud untuk merendahkan Zakira. Pria itu hanya tidak suka barangnya diusik oleh orang lain, apalagi Zakira termasuk orang baru dalam hidupnya. Meskipun statusnya jauh lebih dekat dari orang lain.

Setelah Zakira selesai memasukkan pakaiannya ke dalam koper, dia mengambil pakaian santainya dan menuju kamar mandi. Begitu menutup pintu, wanita itu akhirnya bisa menumpahkan air matanya. Jujur dia merasa terluka dengan kata-kata Calvin. Seolah dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak berarti.

Memang itu benar adanya, hanya saja kenapa pria itu tidak bisa menghormati dirinya sebagai seorang istri. Zakira juga tidak mencintai Calvin, tetapi setidaknya dia berusaha bersikap baik. Wanita itu tidak ingin sang suami curiga, Zakira pun mencoba mempercepat gerakannya dan mengganti baju yang dipakai dengan bajunya sendiri. Dia harus mengembalikan yang dipakai. Namun, sebelum itu dirinya harus mencucinya lebih dulu di belakang.

***

"Mama kenapa terlihat lesu begitu?" tanya Gunawan pada sang istri.

"Pa, apa keputusan kita sudah benar dengan menikahkan Calvin dengan Zakira? Mama merasa mereka tidak bahagia," ucap Sekar dengan lesu.

Dalam hati dia merasa senang melihat putranya menikah, tetapi juga sedih karena sikap Calvin sama sekali tidak berubah. Wanita itu jadi merasa bersalah pada Zakira karena sikap datar putranya.

"Mama percaya saja sama Papa. Papa yakin seiring berjalannya waktu, mereka akan mulai membiasakan diri satu sama lain. Ini baru satu hari, tapi Mama sudah menyerah, bagaimana nanti menghadapi hari-hari selanjutnya, yang pastinya akan lebih menguras tenaga dan pikiran. Mama sekarang harus membiasakan diri melihat ini semua."

Benar apa yang dikatakan sang suami, Sekar harus kuat untuk melihat bagaimana nanti. Dia juga bukan orang yang mudah menyerah begitu saja. Wanita itu percaya kalau Zakira mampu meluluhkan hati putranya. Tidak berapa lama, Sekar melihat sang menantu turun dengan membawa baju di tangan.

"Zakira, mau ke mana?" tanya Sekar dengan mengerutkan keningnya.

Zakira terlihat bingung harus menjawab apa. Dia pun melihat ke kiri dan ke kanan, mencoba untuk mencari alasan yang tepat agar sang mertua mengerti. Wanita itu tidak pandai berbohong, jadi cukup lama dirinya terdiam.

"Ma–mau ke belakang, Ma. Mau cuci baju," jawab Zakira pada akhirnya. Percuma juga berbohong, jadi lebih baik berkata jujur saja.

"Kamu baru sampai, kenapa repot-repot cuci baju? Kamu pasti masih lelah, biar nanti bibi saja yang cuci, kamu sebaiknya istirahat saja sana!"

"Tidak apa-apa, Ma. Ini hanya satu baju saja, aku ke belakang dulu, ya!" Zakira segera berlalu agar sang mertua tidak bertanya lagi.

Sekar pun akhirnya hanya bisa memandangi punggung menantunya dari jauh saja. Zakira memang gadis yang tekun, dia sangat rajin dalam melakukan apa pun. Bahkan saat dirinya sudah menjadi istri pemilik rumah ini pun masih mau melakukan pekerjaan.

"Sudah, Ma. Biarkan saja Zakira melakukan apa yang dia inginkan. Jangan sampai dia merasa tertekan, suaminya sudah seperti itu, Mama juga mau ikut-ikutan, itu bisa membuatnya tidak nyaman."

"Bukan begitu, Pa. Mama cuma nggak mau dia capek saja."

"Iya, Papa mengerti, Ayo istirahat saja! Papa juga capek ini."

Sekar pun mengikuti sang suami ke kamar untuk beristirahat. Sementara itu, Zakira yang berada di belakang mencuci pakaian yang tadi dia pakai. Bik Sumi—ART di rumah ini—sebenarnya sudah meminta kepada Zakira agar dirinya saja yang mencuci, tetapi majikannya itu menolak dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Wanita paruh baya itu pun tidak bisa memaksa, biarlah untuk kali ini saja.

Di saat seperti ini, Zakira tiba-tiba saja teringat dengan kedua orang tuanya. Entah bagaimana keadaan mereka saat ini, padahal kemarin mereka sudah bertemu saat acara pernikahan, tetapi sama sekali tidak bisa berbicara. Padahal dirinya sudah sangat merindukan kedua orang. Teringat kembali lagi kenangan sebelum menikah, dia sadar jika tubuhnya sudah dibeli dan bukan lagi milik kedua orang tuanya. Zakira berharap agar suatu hari nanti ada kesempatan bisa bertemu dengan mereka.

"Kenapa kamu cuci baju?" tanya Calvin yang tanpa sengaja melihat Zakira saat dirinya akan lewat menuju taman belakang.

.

Terpopuler

Comments

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

hadeh baru nikah sehari gini amat Zakira

2023-02-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!