Nadin begitu marah dengan sikap Calvin. Namun, sebisa mungkin dia menahan kekesalannya. Wanita itu tidak ingin pria itu lepas dari genggamannya. Nadin tidak ingin kehilangan ATM berjalannya lagi. Dulu saat mereka masih bersama, Calvin memang selalu memanjakan wanita itu dengan segala kemewahan.
Apa pun yang diinginkan Nadin, Calvin selalu berusaha untuk mewujudkannya tanpa memikirkan yang lainnya. Kini setelah perselingkuhan Nadin terbongkar, wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa. Sumber keuangannya pun berhenti begitu saja dan sekarang dia ingin semuanya kembali seperti dulu. Namun, sepertinya tidak akan mudah. Nadin melirik ke arah Irfan, sepertinya dia harus mengusir asisten itu.
"Sayang, bolehkah aku berbicara berdua saja denganmu tanpa ada orang lain di ruangan ini," ucap Nadin dengan nada yang dibuat semanja mungkin. "Aku hanya ingin bicara dari hati Ke hati bersama dengan kamu."
Calvin yang mengerti arah pembicaraan Nadin pun hanya diam tidak menanggapi. Begitu juga dengan Irfan yang sama sekali tidak melihat ke arah wanita itu. Seperti janjinya tadi, dia akan menemani atasannya di ruangan ini, kecuali jika Calvin sendiri yang memintanya keluar maka dia akan pergi. Tapi selama masih atasannya hanya diam, maka dirinya pun hanya akan berdiam, mengikuti ke mana pun pria itu pergi.
"Sayang, kenapa diam!" seru Nadin yang kemudian beralih menatap asisten Calvin. "Irfan, sebaiknya kamu keluar saja. Kamu mengganggu pembicaraan kami. Aku ingin berbicara serius dengan Calvin, sebaiknya kamu pergi!"
"Maaf, Bu Nadin, saya bukan bekerja dengan Anda jadi, Anda tidak berhak mengusir saya. Saya hanya akan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Tuan Calvin."
Mendengar jawaban dari Irfan membuat Nadin mencebikkan bibirnya dan menatap Calvin berharap pria itu mau membelanya. Namun, ternyata mantan kekasihnya itu hanya diam saja. Dia mencoba untuk terlihat baik-baik saja dan menatap Calvin dengan pandangan lembut.
"Baiklah kalau begitu, aku akan mengatakan sesuatu di sini. Kamu sendiri yang ingin aku mengatakan semuanya di depanmu. Sekarang aku hamil dan aku ingin kamu bertanggung jawab."
Calvin tertawa terbahak-bahak, membuat suasana begitu tegang, sementara Nadin hanya diam memperhatikan mantan kekasihnya. Dia menunggu pria itu berbicara, pasti Calvin juga tidak akan tinggal diam begitu saja dengan apa yang terjadi.
"Kamu hamil, lalu meminta pertanggungjawaban dariku? Kenapa kamu tidak meminta pertanggungjawaban dari selingkuhanmu itu! Bukankah dia yang selama ini bersenang-senang denganmu? Kenapa harus aku yang bertanggung jawab?"
"Bagaimanapun juga kamu orang pertama yang mengambil mahkotaku. Bagaimana bisa kamu bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa di antara kita."
"Oh ya! Bagaimana mungkin kamu bisa begitu percaya diri, kalau aku yang mengambil mahkota kamu. Aku saja tidak sadar saat itu," sahut Calvin dengan santai.
Pria itu memang pernah tidur satu kamar dengan Nadin di sebuah hotel. Namun, dirinya sedang tidak sadarkan diri. Saat itu keduanya baru selesai pesta yang berada di hotel tersebut karena keadaan Calvin yang tidak memungkinkan, mereka memutuskan untuk menginap di hotel itu saja. Irfan juga tidak bersamanya karena sedang bersama sang kekasih.
Tanpa sepengetahuan Calvin, Nadin hanya menyewa satu kamar, padahal pria itu sudah memintanya untuk menyewa dua kamar. Dikarenakan saat itu memang Nadin yang mengurus segalanya, sedangkan Calvin merasa kepalanya pusing dan tidak kuat untuk melakukan apa pun. Begitu sampai di kamar pria itu merebahkan tubuhnya dan tidak ingat apa-apa lagi.
Saat paginya, Calvin terbangun dan mendapati dirinya satu ranjang dengan Nadin dalam keadaan tanpa memakai apa pun. Hanya ada selimut yang menempel di tubuh mereka. Tentu saja hal itu membuat pria itu terkejut karena merasa tidak melakukan apa pun. Nadin sendiri merasa biasa saja, padahal Calvin mengira wanita itu akan marah.
Dia meminta Irfan untuk menyelidiki semua yang terjadi. Sampai akhirnya pria itu tahu jika dirinya dan Nadine tidak melakukan apa pun. Itu semua hanya jebakan wanita itu, entah karena tujuan apa, Calvin juga tidak mempermasalahkannya. Selama ini Nadin juga tidak membuat ulah, tetapi kini dia mengerti tujuannya.
"Mana mungkin kamu sadar, kamu sendiri dalam pengaruh alkohol," kilah Nadin membela diri.
"Memang kamu kira aku seperti kamu, yang selalu mabuk-mabukan. Aku sama sekali tidak pernah menyentuh minuman itu. Aku memang selalu menghadiri jamuan para klienku, tapi tidak setetes pun aku mau minum minuman tersebut. Sekarang aku yakin jika kamu telah memasukkan sesuatu ke dalam minumanku saat itu, hingga semuanya terjadi begitu saja."
Nadin melototkan matanya ke arah Calvin, dia tidak suka dengan apa yang dikatakan pria itu. "Kamu itu sudah bersalah, seharusnya kamu bertanggung jawab padaku, bukan mencari Alasan yang tidak jelas."
"Alasan yang tidak jelas seperti apa menurut kamu?"
"Sudah jelas-jelas kamu sudah membuatku hamil jadi, kamu harus bertanggung jawab."
"Seperti yang aku katakan tadi, sampai kapan pun aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa yang sama sekali tidak aku lakukan. Selama ini aku sudah sangat berusaha untuk menjagamu, tapi kamu sendiri yang sudah merusaknya bersama dengan orang lain. Sekarang seenaknya saja menuduhku yang tidak-tidak."
"Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus bertanggung jawab padaku."
"Susah bicara dengan orang pikirannya pendek seperti kamu. Sebaiknya kamu sekarang keluar, kalau tidak aku akan memanggil security untuk mengusirmu."
"Aku tidak akan pergi ke mana pun, sebelum kamu bertanggung jawab padaku."
"Sampai kapan pun aku juga tidak akan pernah bertanggung jawab padamu. Aku tidak pernah merasa melakukan kesalahan, seenaknya saja kamu memintaku untuk bertanggung jawab."
"Tapi, Calvin, yang di kandunganku ini anak kamu."
Keduanya tetap kekeh mempertahankan pendapat masing-masing. Keyakinan mereka sungguh sangat kuat, hal itu tentu membuat Nadin merasa was-was. Dia takut jika Calvin tidak akan pernah percaya padanya.
"Aku tidak peduli. Lebih baik sekarang juga kamu pergi."
"Calvin, tolong jangan seperti ini. Aku harus bagaimana agar kamu yakin bahwa ini benar-benar anak kamu." Mata Nadin berkaca-kaca, ia mencoba meluluhkan hati Calvin. Semoga saja pria itu mau bertanggungjawab.
"Sampai kapan pun aku tidak akan pernah percaya karena memang begitulah kenyataannya. Sebaiknya kamu cari selingkuhan kamu dan segera pergi dari sini."
Melihat keteguhan Nadin yang tidak mau pergi, membuat Calvin sudah tidak bisa menahan kesabarannya lagi. Dia pun menghubungi resepsionis yang ada di lantai bawah dan meminta untuk mengirim dua satpam ke ruangannya. Resepsionis itu sempat bingung. Namun, tidak berani bertanya.
Sudah dipastikan bahwa ada sesuatu yang penting, hingga atasannya sendiri yang memberi perintah. Biasanya asisten Irfan yang telepon atau turun langsung.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Melki
next Thor.....
2023-02-20
0
Nany Setyarsi
enak aja minta tanggungjwab sama Calvin
2023-02-18
0