13. Mencoba

Pagi-pagi sekali Zakira sudah membantu di dapur. Hampir tiap hari itulah pekerjaannya. Dia begitu lihai dalam memasak, apalagi dengan dibantu asisten rumah ini yang pastinya sudah sangat terlatih. Tidak mungkin keluarga kaya seperti Tuan Gunawan memperkerjakan tukang masak sembarangan, Pastinya chef yang hebat.

"Neng Zakira, kenapa masih ikut masak saja? Sekarang Neng Zakira sudah sah jadi nyonya di rumah ini jadi, nggak usah ikut sibuk di dapur seperti ini," ucap Bik Sumi yang merasa tidak enak pada menantu majikannya itu.

"Mama Sekar juga nggak ngelarang aku, Bik. Justru beliau senang kalau lihat aku masakin." Sekar berusaha meyakinkan wanita paruh baya itu jika dirinya baik-baik saja."

"Iya, Neng, tapi saya jadi merasa bersalah jadinya," ucap Bik Sumi yang merasa tidak enak.

"Bibi nggak usah merasa bersalah. Saya senang kok ikut melakukan pekerjaan di rumah ini, daripada saya cuma bengong nggak ngapa-ngapain, malah jadi capek, Kan?"

"Neng bisa melakukan pekerjaan yang lain, bisa juga duduk di depan televisi sambil baca buku dan novel atau mungkin ke taman samping rumah. Biasanya Nyonya Sekar juga selalu melakukan hal itu."

"Aku nggak terbiasa melakukan kegiatan seperti itu lebih memasak dan melakukan pekerjaan rumah makanya itu yang harus membiasakan diri mulai hari ini Jangan melakukan kegiatan para pembantu seperti kamu, tapi jangan bicara seperti itu kita semua sama-sama manusia."

"Bibi bahagia, Tuan Calvin bisa memiliki istri sebaiknya Neng Zakira, mudah-mudahan pernikahan Tuan Calvin dan Neng Zakira bisa langgeng sampai tua nanti. Dua-duanya sama-sama orang baik, hanya saja memang Tuan Calvin terlihat lebih keras, tapi hatinya baik, kok, Neng. Dia selalu membantu bibi dan para pelayan di rumah ini."

"Iya, Bik. Saya mengerti, saya juga nggak pernah bilang kalau suami saya itu orang jahat," sela Zakira, keduanya pun tertawa dan kembali melanjutkan memasak makanan. Setelah itu, Zakira kembali ke kamar dan membangunkan sang suami.

"Mas, bangun! Ini sudah pagi, bukannya hari ini kamu sudah mulai kerja?" tanya Zakira sambil mengguncangkan tubuh sang suami.

Keduanya memang tidur di atas satu ranjang. Namun, terhalang bantal guling di tengahnya. Itu memang keinginan Calvin agar mereka sama-sama tidak merasa bersalah. Pria itu tidak ingin orang tuanya mengetahui jika rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja.

"Sudah jam berapa ini?" tanya Calvin dengan suara seraknya.

"Jam enam, Mas."

"Ini masih pagi, tapi kamu sudah bangunin aku," sahut pria itu dengan kesal.

"Mas 'kan bisa mandi dulu, habis itu baru santai, biar nanti kalau sudah waktunya berangkat tidak terburu-buru."

Calvin membuang napas, kemudian beranjak dari tempat tidurnya. Dia enggan berdebat dengan Zakira jadi, lebih baik dia melakukannya. Sekarang atau nanti juga sama saja. Namun, saat melewati meja rias pria itu melihat sebuah paper bag. Saat dilihat ternyata isinya baju yang Calvin belikan untuk Zakira kemarin.

"Kenapa baju ini kamu masukkan ke papper bag lagi?" tanya Calvin saat melihat baju yang dia beli saat di hotel kemarin.

"Aku ingin mengembalikannya padamu, Mas. Aku sudah mencuci dan juga sudah menyetrikanya."

"Aku membelikannya untukmu, bukan meminjaminya. Kamu pikir aku dapat dari mana baju itu, sampai aku meminjamkannya untukmu," ucapnya dengan nada ketus, membuat Zakira hanya bisa menundukkan kepala.

Calvin pun segera masuk ke kamar mandi dengan wajah kesal. Zakira hanya tidak suka dengan kata-kata yang dikatakan sang suami kemarin. Seperti yang Mama Sekar katakan jika dirinya harus mulai membiasakan diri dengan pria kasar itu. Tidak mau terlalu berpikir, wanita itu pun berjalan menuju lemari milik sang suami dan menyiapkan pakaian kerja.

Setelah dirasa semua sudah siap, barulah dia kembali keluar. Zakira tidak mungkin menunggu sang suami di sana dan membiarkan pria itu berganti baju di depannya. Calvin yang baru saja selesai mandi melihat ke sekeliling kamar, ternyata tidak ada Zakira dan dia melihat pakaian kerjanya yang sudah ada di atas ranjang. Pria itu mengabaikannya dan mencoba memilih baju sendiri di lemari. Memang dia sudah terbiasa tanpa bantuan orang lain.

Namun, hati kecilnya menolak dan selalu melirik ke arah baju yang di atas ranjang. Calvin tidak memedulikannya dan terus mengambil baju yang ada di lemari dan memakainya. Terserah apa yang dipikirkan Zakira, dia tidak peduli. Setelah selesai, pria itu barulah turun ke lantai bawah.

Zakira yang melihat sang suami dan tidak memakai pakaian yang dia ambil tadi merasa kecewa. Namun, dia tidak ingin terlalu memasukkannya dalam hati. Wanita itu tahu jika Calvin orang yang keras kepala jadi, sebaiknya tidak terlalu diambil pusing. Seperti janjinya pada sang mertua jika dia akan membuat Calvin perlahan menyukainya.

"Selamat pagi!" sapa Calvin dengan nada datar.

"Selamat pagi, kamu duduk sana! Biar istrimu yang melayanimu. Mama mau panggil Papa dulu," ucap Mama Sekar yang segera berlalu dari sana.

"Aku tungguin saja, Ma. Nggak enak cuma makan berdua, lebih enak rame-rame," sahut Calvin yang diangguki Mama Sekar.

Di ruang makan hanya tinggal Calvin dan Zakira, keduanya terlihat canggung. Bik Sumi yang ada di daur melihat itu pun hanya bisa menggelengkan kepala. Padahal mereka adalah suami istri, tetapi tampak seperti orang lain. Namun, dia memaklumi karena mereka juga orang yang baru saling mengenal.

Tidak berapa lama, Mama Sekar turun bersama dengan Papa Gunawan. Mereka duduk melingkar di meja makan dan menikmati makan siang bersama. Zakira mengambilkan makanan untuk sang suami. Namun, mendapat penolakan.

"Tidak usah, aku bisa mengambilnya sendiri."

"Tidak apa-apa, Mas. Ini tugasku sebagai seorang istri," ucap Zakira dengan menekan kata tugas seorang istri. Akhirnya Calvin membiarkan saja karena memang sebelumnya dia berjanji, untuk membiarkan Zakira melakukan tugas seorang istri.

Mama Sekar dan Papa Gunawan saling lirik. Sepertinya Zakira sudah mulai berani bergerak agar tidak selalu kalah dengan Calvin. Keduanya pun diam-diam tersenyum tanpa putranya ketahui.

"Silakan dinikmati," Mas," ucap Zakira dengan meletakkan piring sang suami.

Calvin hanya mengangguk dan menikmati sarapannya. Dalam hati pria itu merasakan jika makanan yang dimakan rasanya begitu nikmat. Namun, dia enggan untuk memuji Zakira. Calvin tidak ingin sang istri menjadi besar kepala dan malah nantinya akan meminta yang lebih. Pria itu tidak sanggup untuk memberikannya. Mungkin lebih tepatnya tidak mau mengabulkannya.

"Bagaimana rasanya, Pa? Ini masakan menantu Papa, lo!" tanya Mama Sekar pada suaminya.

"Oh ya! Ini buatan menantu Papa? Enak sekali!"

"Papa terlalu memuji, masakan saya biasa saja."

"Tidak, Za. Masakan kamu memang benar-benar enak," timpal Mama Sekar.

Terpopuler

Comments

Melki

Melki

next Thor.....

2023-02-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!