"Ma, Aku tidak mau," tolak Zakira yang sma sekali tidak dipedulikan oleh Mita.
"Ma," tegur Fadli yang lagi-lagi tidak dipedulikan oleh istrinya.
Meskipun Fadli tidak mau kehilangan rumah ini, tetapi pria itu tidak rela jika harus menjual putrinya. Jika dipikirkan kembali, Gunawan memang orang yang baik. Pasti nanti akan memperlakukan Zakira dengan baik juga. Meskipun harus menjadi istri kedua.
"Pak Gunawan tenang saja, Zakira pasti akan mau menerima besok. Saya akan pastikan hal itu," ucap Mita tanpa memedulikan suami dan putrinya.
"Baguslah, kalau begitu besok anak buahku akan menjemput putrimu. Kalian juga harus menandatangani perjanjian kalau kalian tidak akan mengurusi kehidupan Zakira. Setelah itu rumah ini akan menjadi milik kalian. Anggap saja aku membelinya," sahut Tuan Gunawan.
"Tapi, Tuan Gunawan, bukankah Anda sudah memiliki istri. Kenapa masih menginginkan putriku?" tanya Fadli yang sebenarnya tidak rela jika Gunawan membawa putrinya.
"Itu bukan urusanmu. Aku hanya menginginkan putrimu, mau aku apakan itu terserah padaku. Termasuk jika aku menginginkan dia jadi istriku."
"Apa! Istri? Aku tidak mau, pokoknya aku tidak mau ikut aku dengan Tuan Gunawan," tolak Zakira dengan air mata yang menetes.
"Kamu diam saja," sela Mita dengan geram.
"Tapi, Ma."
"Diam!" bentak Mita dengan melototkan matanya.
Zakira hanya bisa menggelengkan kepala tanpa bersuara. Dia tidak ingin masa depannya hancur begitu saja. Masih banyak sekali keinginannya yang belum tercapai, apalagi setelah kebangkrutan usaha papanya.
"Jadi bagaimana? Kalian setuju atau tidak? Saya tidak punya waktu berdebat dengan kalian."
"Biar saya nanti yang bicara dengan putri saya."
"Baiklah, kalian tunggu saja besok. Kalian persiapkan saja putri kalian dengan baik." Gunawan segera berlalu dari sana, diikuti oleh para pengawal. Seperti ini saja, sangat terlihat jika pria itu memiliki kharisma yang luar biasa.
"Ma, aku tidak mau ikut Pak Gunawan. Dia sudah tua, lebih pantas menjadi papaku, bagaimana mungkin Mama menyerahkan aku kepada dia!" Zakira begitu marah pada mamanya, yang dengan teganya menjual dia. Tidakkah wanita itu memiliki hati sebagai seorang ibu.
"Cuma ini jalan satu-satunya Zakira agar rumah ini tetap menjadi milik kita!"
"Ma, kita bisa cari kontrakan, kita juga bisa mencari pekerjaan lain dan kita nabung sama-sama. Nanti kita beli rumah, bahkan yang lebih bagus dari ini."
"Apa kamu bilang? Menabung? Sebelum itu terjadi Pak Gunawan sudah menjebloskan Papa dan Mama ke dalam penjara. Mama tidak mau itu terjadi, rumah ini adalah rumah yang penuh dengan kenangan Mama dan Papa. Kami memulai semuanya dari sini, pabrik sudah terjual. Mama tidak ingin kehilangan kenangan yang hanya tinggal satu-satunya ini. Mama juga yakin kalau Pak Gunawan akan memperlakukan kamu dengan baik. Kamu pasti mengenalnya, dia tidak pernah menyakiti orang lain."
"Tidak pernah menyakiti orang lain? Lalu sekarang apa yang dia lakukan pada kita? Dia bahkan memaksaku untuk ikut bersamanya."
"Itu karena kita yang memiliki salah padanya, jadi kamu harus mengerti hal itu."
Zakira masih tidak bisa menerima keadaan ini. Dia yakin pasti ada sesuatu hal yang bisa membuatnya lepas dari pria itu. "Tidak, Ma. Sampai kapan pun aku tidak mau ikut dengan Pak Gunawan. Apalagi kalau sampai dijadikan istri, aku tidak mau."
"Zakira, benar kata ibumu. Hanya itu jalan satu-satunya agar kita bisa bertahan hidup. Papa sudah tua, tidak bisa bekerja lagi jadi, mana mungkin kita bisa memiliki rumah sebesar ini lagi," ujar Fadli yang sedari tadi diam saja.
Zakira memandang papanya dengan pandangan tidak percaya. Tadinya dia mengira bahwa sang papa akan membelanya. Namun, sekarang justru semuanya berbalik, tidak ada yang mendukung dirinya sama sekali. Sekarang bagaimana gadis itu bisa melawan Tuan Gunawan nantinya jika hanya seorang diri.
"Pa, kalau aku pergi bersama dengan Tuan Gunawan. Bagaimana dengan Papa dan Mama? Kalian saja tidak ada yang kerja."
"Mengenai itu kamu jangan terlalu pikirkan. Asalkan rumah ini masih menjadi milik kita, itu tidak masalah, kamu harus tetap mau menikah dengan Tuan Gunawan."
"Benar apa yang mamamu katakan, Zakira. Anggap saja ini sebagai balas budimu terhadap kami," sahut Fadli.
Zakira menggeleng. "Aku tidak mau menikah dengannya, Pa. Aku sudah memiliki kekasih."
"Putuskan saja hubunganmu dengannya. Nasib keluarga ini ada di tangan jika kamu menolak, maka Papa dan Mama pasti akan mendekam di penjara. Apa kamu tega melihat kami di balik jeruji besi?" tanya Fadli.
Zakira menggeleng, tetapi bukan berarti dirinya harus menikah dengan Tuan Gunawan. Tidakkah mereka berpikir jika perbedaan usia diantara mereka begitu jauh. Dia juga tidak mengenal sama sekali pria itu.
"Ini sudah menjadi keputusan kami, Zakira, kamu mengerti keadaan kami, kan? Jadi kamu mau tidak mau harus menerimanya," pungkas Mita.
"Tapi, Ma. Aku tidak mau, pokoknya aku tidak akan pernah menerimanya."
"Ini sudah menjadi keputusan Mama dan Papa. Kami tidak menerima penolakan, kecuali kalau kamu mau masuk penjara atau lebih buruknya kami akan kehilangan nyawa."
Zakira melebarkan matanya, dia tidak ingin kedua orang tuanya pergi begitu saja.
"Pikirkanlah baik-baik. Papa harap besok kamu sudah menemukan jawabannya." Fadli dan Mita masuk ke dalam kamar dan membiarkan putrinya untuk berpikir.
Sementara itu, Zakira berjalan gontai menuju kamar dan menumpahkan tangisnya di sana. Sebagai seorang anak gadis, tentu saja dia merasa sedih karena orang tuanya lebih memilih memberikan dirinya pada Pak Gunawan, daripada merelakan rumah ini. Padahal sudah jelas-jelas pria itu umurnya jauh di atasnya, bahkan seperti ayahnya sendiri, tetapi kedua orang tuanya seperti tidak mau tahu. Yang penting mereka tidak pergi dari rumah ini.
"Kenapa mama dan papa begitu tega padaku. Padahal selama ini aku sudah sangat berbakti pada mereka. Bahkan aku juga rela mencari pekerjaan agar mereka masih tetap bisa makan. Apa mereka sama sekali tidak memedulikan perasaanku? Padahal aku ini anak kandung mereka," gumam Zakira.
Terlalu larut dalam kesedihannya tanpa sadar membuat Zakira tertidur di lantai.
Pagi-pagi sekali Mita mendadani putrinya dan memilihkan gaun yang paling bagus yang Zakira miliki. Gadis itu sekarang sudah pasrah, setelah semalam dia berpikir. Mungkin ini memang takdir yang harus dijalaninya. Memaksa kedua orang tuanya untuk meninggalkan rumah ini juga tidak mungkin, pasti Tuan Gunawan juga akan melaporkan mereka karena hutang yang masih sangat banyak.
Zakira pasrah dengan apa yang akan Pak Gunawan lakukan padanya nanti. Tidak berapa lama, sebuah mobil masuk ke halaman rumah mereka. Tampak tiga orang memasuki rumah, dua pengawal dan satunya lagi pengacara keluarga Tuan Gunawan.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
baiq fathiyatirrohmi
lanjut 👌 seeeemangattttttt 💪💪💪
2023-02-07
0