"Danial" Airin menekan suaranya
"tadi aku....hanya mimpi bun" Danial menjawab dengan gugup
"mimpi apa sampai manggil nama Jin...?"
"emm itu...itu..." Danial menggaruk kepala, bingung harus menjawab apa. sementara teman-temannya yang lain penasaran dengan jawaban yang akan dia berikan
"lama banget sih kak, itu itu apa...?" Alea mencebik karena Danial kembali tidak bersuara
"aku juga nggak tau, refleks aja gitu mulut aku manggil nama Jin" Danial menunduk takut karena Airin menatapnya dengan lekat
Danial takut kelepasan dan mengatakan yang sebenarnya tentang siapa Jin, maka dari itu ia menundukkan kepala dan tidak ingin menjawab lagi.
"ya sudah, masuk ke dalam sana bunda sudah membuatkan kalian es buah" Airin akhirnya tidak lagi menginterogasi putranya
Airin lebih dulu melangkah, namun diambang pintu ia berhenti dan melihat sekitar, perasaannya sama seperti saat dirinya mendengar Danial berbicara sendiri di dalam kamar, dia begitu yakin kalau waktu itu Danial tidak seorang diri, namun ia juga tidak tau siapa yang bercerita dengan putranya sebab tidak ada seorangpun yang ia lihat waktu itu.
"tante Airin kenapa tuh...?" tanya Kirana sebab Airin masih berdiri di tempatnya
"entah" yang lain mengangkat bahu
"kita minum es buah di sini saja ya, aku ambilin dulu di dalam. di sini lebih segar dan adem" Alea berjalan ke arah rumah, Kirana mengikutinya untuk membantu sahabatnya itu
Danial mencari sosok keberadaan Jin namun hantu itu tidak ada lagi di sekitar itu, bahkan di atas pohon pun matanya memeriksa, tetap saja Jin tidak ada.
"kamu sebenarnya mimpi apa sih Dan, sampai teriak kayak orang kesurupan" Zain bersandar di tiang gazebo
"aku juga lupa tadi mimpi apaan" Danial berbohong
"baru juga beberapa menit yang lalu loh Dan, udah lupa aja kamu. kamu nggak amnesia kan" Satria menimpali
"nggak lah, buktinya aku ingat kalian semua"
"tapi ya aku penasaran loh, nggak mungkinlah kamu manggil nama Jin jika kamu tidak memimpikan sesuatu. kita ngigau saja pasti dari awalnya kita mimpi sesuatu" Ayunda masih belum percaya apa yang dikatakan oleh Danial kalau remaja itu tidak mengingat mimpinya
"tau ah...gelap" Danial membaringkan kembali tubuhnya dan menutup mata
Alea dan Kirana datang membawa satu tempat berisi es buah lengkap dengan gelas cantik yang di pegang oleh Kirana.
di gazebo halaman belakang rumah, mereka menikmati dinginnya minuman yang membasahi tenggorokan mereka, bahkan Danial sudah menambah beberapa gelas begitu juga yang lain.
"aah seger banget" Zain meneguk habis es buahnya
mereka menikmati hari itu seperti biasanya jika mereka semua berkumpul. tepat jam 17.00, semuanya pamit untuk pulang. El-Syakir dan Adam pun baru saja pulang tidak lama setelah anak-anak itu pulang.
"ayah" Danial memanggil Adam saat ayahnya itu keluar dari mobil bersama dengan El-Syakir
seperti biasanya, Airin dan Seil akan membawa anak-anak mereka di halaman rumah sambil menunggu kepulangan suami mereka. Ragel berlari kecil dengan begitu senang saat melihat Adam turun dari mobil.
Adam menangkap tubuh montok Ragel dan mengangkatnya ke atas membuat Ragel tertawa riang. sementara El-Syakir langsung mengambil alih Samudera yang berada di gendongan ibunya.
"ayo masuk" ajak Adam
"emm yah...aku mau ke luar sebentar bersama Satria" ucap Danial
"loh aku kan...aaw" Satria meringis sakit saat Danial mencubit pinggangnya agar tidak komplen dengan rencananya
"kenapa Sat...?" El-Syakir mengernyitkan dahi melihat putranya itu
"nggak apa-apa pah" Satria menjawab menahan rasa sakit
"memangnya kalian mau kemana, sebentar lagi magrib" Adam bertanya
"mau mengambil buku di rumah teman yah" jawab Danial, maksudnya adalah dia akan mengambil buku yang ada di rumah Jin
"jadi kalian sudah mempunyai teman baru...? baguslah, kalau begitu cepat pergi dan lekaslah pulang. tidak baik waktu magrib masih keluyuran di luar" Adam mengizinkan
"tapi diantar sopir, kalian belum mempunyai SIM untuk mengendarai mobil" ucap El-Syakir
"tentu pah" Danial menjawab senang sementara Satria diam dengan beragam pertanyaan di kepalanya
kini keduanya telah berada di dalam mobil, kebetulan Galang yang menyopiri mereka.
"kamu sebenarnya mau kemana sih Dan, tadi aku nggak pernah bilang sama kamu kalau aku mau keluar, udah pintar bohong kamu sama ayah dan papa" Satria masih memasang wajah kesal karena dirinya dijadikan alasan oleh Danial
"nggak usah manyun gitu kali Sat, kamu yakin selama ini nggak pernah bohong sama mereka. waktu SMP kamu berbohong sama papa kalau kamu dapat puisi dari teman cewek sebab kamu mau ikut lomba padahal itu surat cinta"
"nggak cuman aku ya, kamu juga pernah tuh ditembak cewek lewat telepon tapi ngakunya yang nelpon adalah Alea saat bunda dengar kamu"
"nah kan berarti kita sama-sama pernah bohong. oke aku minta maaf untuk kali ini, maaf ya" Danial memutar kepala dan mengatupkan tangan di depan dada "lain kali aku deh yang akan berkorban untuk kamu" lanjut Danial
"cih... berkorban, emang kamu mau dijadikan tumbal"
"ya nggak juga sampai jadi tumbal kali Sat, ngeri kali kamu mau bunuh aku"
"hei kok malah ribut sih" Galang menengahi sementara Satria membuang muka ke luar jendela, Danial diam dan kembali melihat ke depan
"kalau nggak mau saling memaafkan, kakak nggak akan antar kalian ya, kita berhenti di sini saja" Galang menepikan mobil di pinggir jalan
Satria menghela nafas, sedang Danial turun dari mobil dan membuka pintu kabin tengah. ia duduk di samping Satria yang enggan untuk berbalik ke arahnya.
"maaf Sat" ucap Danial
"hmm" jawaban Satria membuat Danial menggaruk kepala
"Satria" panggil Galang penuh penekanan
akhirnya Satria memutar kepala dan duduk menghadap ke arah Danial yang kini sedang tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang putih. Satria memutar bola mata sebab memang dirinya tidak akan bisa berlama-lama marah dengan sepupunya itu.
"iya aku maafin"
"yeeeii... thanks my brother" Danial memeluk Satria
"nah gitu dong, sekarang kita lanjut" Galang tersenyum dan kembali menjalankan mobil
karena Danial tidak ingin Galang tau kemana sebenarnya dia pergi, maka ia pun beralasan untuk singgah di minimarket yang sudah tidak jauh lagi dengan rumah Jin. ketiganya keluar dan masuk ke dalam, Danial beralasan untuk ke toilet padahal sebenarnya ia keluar lewat pintu belakang dan berlari ke arah rumah Jin. masih lumayan jauh namun Danial menghentikan ojek yang hendak lewat. hanya sekitar beberapa menit ia sampai di depan rumah Jin.
"loh, aden tinggal di sini...?" tanya tukang ojek
"emmm...iya pak" Danial terpaksa berbohong
"lah sejak kapan, kemarin-kemarin kok aku nggak lihat kamu. rumah itu sejak sepuluh tahun yang lalu sudah kosong sampai sekarang, sejak kapan kamu pindah ke sini...?" tukang ojek itu begitu penasaran. mungkin karena rumahnya berada di sekitar itu makanya saat mengetahui rumah itu ada yang tinggali dia kaget dan penasaran
"ceritanya panjang pak, saya masuk dulu" Danial membuka helmnya dan memberikannya kepada tukang ojek, setelahnya ia membuka pagar dan tergesa-gesa masuk ke dalam
meskipun sebenarnya dia bingung dan masih belum percaya namun tukang ojek itu tidak peduli dan meninggalkan tempat itu.
waktu magrib hampir menjelang, mungkin hanya sekitar beberapa menit lagi. sebelum kembali ke minimarket tadi, Danial harus sudah mengambil apa yang dikatakan oleh Jin tadi siang. kakinya kini sudah menginjak teras, pelan dan pasti ia mendekati handle pintu dan berniat untuk membukanya, sayangnya nyalinya seketika menciut saat dirinya mendengar suara seseorang yang bersiul di dalam sana.
"bismillahirrahmanirrahim"
Danial menarik nafas dalam-dalam, ia memutar handle pintu hingga bunyi khas pintu itu terdengar jelas seperti pertama kali dirinya membuka pintu rumah itu. meskipun sebenarnya itu adalah rumah Jin, namun Danial tetap takut karena rumah itu sudah lama tidak berpenghuni dan hanya dibiarkan begitu saja. penampakan di luar sama persis dengan rumah di film horor yang terbengkalai dan dihuni oleh makhluk gaib.
"assalamualaikum"
Danial membuka pintu dengan lebar dan masuk ke dalam. hampir saja jantungnya copot saat melihat penampakan di atas langit-langit rumah, sosok yang begitu menakutkan bergelantungan seperti kelelawar di atas sana.
"astagfirullahaladzim" Danial lemas dan jatuh ke lantai, sebab sosok itu memasang senyum menyeringai dengan wajah yang menyeramkan
"hai" sapanya, darah kental mengalir dari balik bajunya dimana sebuah pisau tertancap di dadanya
"innalilahi wainnailaihi Raji'un, woi itu muka serem banget, ya Allah" Danial hendak kabur namun seketika pintu tertutup rapat dan tentu saja dirinya tidak bisa keluar
"huwaaaa.... ayaaaaaaah.... bundaaaa, ada setaaaaaaan"
hap
satu tangan mendarat di bahu Danial, remaja itu semakin belingsatan dan semakin teriak kencang.
"woi diam nggak kamu, kupingku sakit tau dengar suara cemprengmu"
mendengar suara yang familiar baginya, Danial memutar badan dan melihat Jin sudah berada di depannya. refleks Danial melompat dan memeluk Jin dan hampir saja mereka terjungkal ke belakang jika saja Jin tidak menahan tubuh Danial.
"kamu kemana saja, tadi di sana ada setan"
"itu aku bego"
"hah...?" Danial melepas pelukannya, matanya berkedip berulang kali seperti lampu disko "tadi itu kamu...?" lanjutnya lagi
"hmmm, kamu kan sudah pernah melihat wujud asliku yang sebenarnya, kenapa malah nggak kenal sekarang"
"yaelah...siapa yang mau memperhatikan wajah menakutkan seperti tadi, kalau orang lain sudah pasti ngompol di celana" Danial mencebik sebab dirinya dikerjain oleh Jin
"baru begitu saja kamu sudah mati ketakutan bagaimana jika nanti kamu melihat mereka" Jin melayang ke arah kamarnya
"mereka siapa...?" Danial mengikutinya
Jin tidak menjawab, dia langsung menembus pintu kamar sementara Danial harus membuka pintu kamar terlebih dahulu. lampu kamar ia nyalakan agar matanya dapat melihat dengan jelas.
"ambil kalung di bawah lemari itu" Jin menunjuk lemari pakaian
"aneh banget kamu ini, kenapa malah menyimpan sesuatu di bawah lemari, bagaimana cara mengambilnya" Danial menggerutu dan mendekati lemari, ia berjongkok melihat ke bawah. sebuah kalung berada di bawah lemari itu namun jaraknya sangat jauh darinya.
"susah ini Jin" Danial bangkit dan mencari sesuatu
"ya cari caralah bagaimana supaya kamu bisa mengambilnya" Jin duduk di atas meja belajarnya
Danial keluar kamar mencari kayu panjang di luar rumah, sementara Jin tanpa berniat membantu, ia hanya bersiul santai di dalam kamar. tidak lama Danial kembali sudah dengan kayu kecil yang panjang yang ia temukan. dirinya kembali berjongkok bahkan berbaring di lantai dan menjulurkan satu tangannya ke bawah lemari bersama dengan kayu yang ia pegang.
"ayo Dan kamu pasti bisa...ayo semangat" Jin bersorak seperti suporter yang menyaksikan pertandingan bola
"aduh...susah banget" Danial semakin memasukkan lengannya
"Danial... Danial... Danial"
"hei... berisik banget sih, tolongin kek apa kek"
"nggak bisa, kamu harus berusia sendiri agar kalung itu memilih kamu"
"macam pemilihan calon menantu saja" cebik Danial "yes dapat Jin...aku berhasil" sorak Danial
Danial semakin menarik kalung itu dan mengambilnya. ia bangkit dan berjingkrak-jingkrak senang setelah mendapatkan kalung itu seperti seseorang yang mendapatkan hadiah besar dari cemilan yang bisanya berhadiah uang.
"kalung terompet...?" Danial mengernyitkan dahi
kalung itu seketika melayang dan mengelilingi kamar, Danial terkejut dan menganga tidak percaya rupanya kalung itu adalah kalung sakti, itulah yang ada di dalam pikirannya.
kalung itu berhenti tepat di depan wajah Danial. Danial mengadahkan tangannya dan saat itu juga kalung itu jatuh di telapak tangannya.
"dia memilihmu, pilihanku ternyata pilihannya juga" ucap Jin tersenyum
"boleh aku pakai...?"
"pakailah... kalung itu akan membantumu nanti"
"aku tidak tau apa yang sebenarnya kamu bicarakan dan kamu tidak ingin memberitahuku tapi satu hal yang harus kamu tau, jika itu berbahaya maka aku ingin kamu tidak akan meninggalkanku" Danial menatap lekat ke arah Jin
"aku memang akan selalu bersamamu tapi harus kamu ingat, ada saat dimana kamu akan berusaha sendiri"
Danial mengangguk kemudian mendekati lukisan yang ada di kamar itu.
"apakah kamu yang melukisnya...?"
"bukan...aku hanya memberikan gambarannya saja dan seseorang yang melukisnya"
"tapi ya, bisakah aku tau apa alasannya aku harus mengambil lukisan ini...?"
"tidak ada alasan, aku hanya ingin menghadiahkan ini untukmu. ambillah dan itu juga buku harian ku, kamu harus pulang...ini sudah masuk magrib"
Danial patuh dan tanpa banyak tanya ia mengambil lukisan itu dan juga buku harian Jin. mereka berdua keluar dan di ruang tengah, Danial menoleh ke arah dinding dimana bingkai foto besar masih terpajang di dinding.
"apakah keluargamu masih ada...?"
Jin ikut berhenti dan menatap sendu bingkai foto itu. ia begitu merindukan keluarganya apalagi saudaranya.
"ayo pulang"
Jin melayang keluar rumah, Danial tau Jin tidak ingin membahas keluarganya makanya itu dirinya enggan untuk menjawab pertanyaannya.
di depan minimarket, Satria sampai menghubungi Danial berulang kali sebab mereka tidak menemukannya di toilet. Galang sampai menekan pelipisnya, adiknya itu benar-benar membuat mereka khawatir.
"sampai dia kembali, aku laporin sama ayah" gerutu Satria
dari kejauhan Satria melihat orang yang mereka cari berjalan ke arah mereka. sejak tadi menahan kesal, ia pun menghampiri Danial.
"kemana aja sih lu, mau gue hajar sampai babak belur" emosi Satria sudah hampir sampai di ubun-ubun, untungnya Galang datang dan menengahi
"maaf" tidak ada alasan yang Danial berikan, ia hanya menunduk sebab dirinya pun tidak mempunyai alasan untuk kepergiannya. Jin hanya menatap mereka bertiga
"kamu darimana sih Dan, kamu tau sejak tadi kami khawatir kamu kenapa-kenapa. ini sudah magrib dan kamu keluyuran tidak jelas" Galang menekan suaranya, sebenarnya ia pun juga ikut emosi
"aku... pergi mengambil ini" Danial memperlihatkan lukisan yang ia bawa
"elu tadi izinnya ke toilet, kenapa sekarang malah dari arah sana. nggak bisa gitu elu jujur saja mau kemana" saking kesalnya sampai Satria memanggil Danial dengan panggilan elu bukan aku kamu seperti yang mereka ucapkan
Jin yang berada di dekat Danial hanya membisikkan sesuatu "sabarkan hatimu keraskan kentutmu"
Broooot....
baru juga selesai Jin berbisik, ucapan Jin menjadi kenyataan. Danial langsung mengeluarkan gas beracun.
"astoge.... busuk sekali" Jin menjauh sambil menutup hidung
"ya ampun Dan, bisa-bisanya ya kamu malah kentut" Galang menutup hidung, Satria yang gemas pada akhirnya memukul pantat Danial yang dirinya hanya cengengesan dan menggaruk kepala
"hehehe...maap, aku mules" Danial berlari mencari toilet sementara Galang dan Satria geleng kepala
pulang dari luar, setelah membersihkan diri dan makan malam, Danial dan Satria langsung tepar di atas kasur. kali ini mereka berdua satu kamar, sebab sejak tadi mereka bercerita apa saja sampai tertidur pulas. menjelang larut malam tiba-tiba kalung yang dipakai Danial bergetar hebat, bukan hanya itu ia yang sedang tidur pulas langsung bangun saat itu juga sebab dirinya merasakan panas yang luar biasa dari kalung yang dipakainya.
"aaaggghh...panas" Danial teriak dan bahkan dirinya jatuh dari ranjang
Satria kaget mendengar suara teriakan Danial, ia bangun dan turun di lantai kemudian memeluk Danial yang memegang lehernya karena kepanasan. karena begitu panik, Satria keluar kamar dan mengetuk kamar Adam dan Airin. suaranya yang menggema di dalam rumah membangunkan penghuni rumah saat itu juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
evi
kok GK cerita sih ke bunda Airin pasti dibantu lah dan
2024-10-18
0
V3
kira-kira itu kalung apaan yaa ,, masa mpe panas bgtu sih ❓ 🤔
2023-03-22
1