6

Cahaya terlihat menghempas-hempaskan kedua kakinya ke tanah, ia masih dalam keadaan marah dan hilang arah hendak pergi ke mana, karena untuk kembali ke rumah ia tidak mungkin melakukan itu.

Saat Cahaya sedang berdiri seorang diri di pinggir jalan, Ratih tidak sengaja menyadari Cahaya saat ia sedang menaiki mobil nya, Ratih pun berhenti di pinggir jalan dan menemui Cahaya.

"Jeng Cahaya, kok di sini sendirian?" tanya Ratih menyapa Cahaya.

Cahaya terkejut, ia menatap Ratih dengan tatapan bingung, ia juga tidak enak hati karena terakhir ia bertemu dengan Ratih dalam keadaan marah besar lantaran kejadian di restoran itu, nampaknya Cahaya juga merasa ragu saat ia ingin membalas sapaan dari Ratih.

"Jeng, kok nggak jawab si? Apa Jeng sedang ada masalah, kalau memang itu benar, sekarang Jeng ikut aku yuk, ngobrol sama aku sambil minum kopi," ajak Ratih memberikan penawaran pada Cahaya.

Saat itu Cahaya mengangguk pelan, dan akhirnya ikut naik ke mobil Ratih. Mereka tiba di sebuah kedai dan Ratih memesankan minuman untuk mereka berdua.

"Jeng, sebenarnya Jeng lagi mikirin apa? Jeng Cahaya nggak usah khawatir, aku nggak berpihak ke siapa-siapa kok, aku bertanya seperti ini atas dasar kemanusiaan aja," ucap Ratih menatap Cahaya.

"Terima kasih banyak Jeng, sebenarnya banyak sekali yang aku pikirkan ini, tapi karena tidak ada satu pun teman yang datang ketika aku kesulitan, yang membuat kepercayaan ku runtuh pada siapapun," seru Cahaya yang minim akan kepercayaan.

"Ya, aku mengerti apa yang kamu rasakan, mungkin ucapan Arumi tempo hari sudah membuat hatimu sangat sakit, tapi sungguh, aku datang dan mengajak kamu minum kopi di sini, bukan karena aku ingin menghina dirimu, atau justru mengejek keadaan yang saat ini menimpamu, aku hanya ingin tahu apa masalah mu, karena sebelumnya aku belum sempat mendengar berita itu." jelas Ratih penasaran pada saat itu.

Cahaya pun tersentuh dengan ucapan Ratih, ia merasa bahwa saat itu yang bisa dijadikan teman hanyalah Ratih, karena terlihat dari bahasa ia berbicara sama sekali tidak menunjukan bahwa ia sedang mengejek dirinya, Cahaya pun akhirnya menceritakan semua masalahnya, saat itu ia sambil menangis karena meratapi nasibnya yang sekarang.

Ratih menyentuh pundaknya, memberikan semangat dan membujuknya untuk diam, dan kala itu Ratih mengajak Cahaya pulang ke rumahnya, menginap dan bertempat tinggal di sana untuk sementara waktu. Karena Ratih adalah seorang janda, ia pun mempersilahkan Cahaya untuk tinggal di rumahnya selama apapun yang ia inginkan.

"Cahaya, jika seperti itu nasib rumah tanggamu bersama dengan Arka, aku mau kok kasih tempat tinggal buat kamu di sini, kamu tinggal sama aku," ucap Ratih melempar senyum, dan mengajak Cahaya duduk.

"Kamu serius? Aku berpikir kalau setelah mendengar masalah ku ini, kalian semua akan menjauhi aku, tapi ternyata kamu enggak," seru Cahaya tersenyum senang.

"Nggak semua Cahaya, nggak semua orang membenci dan tidak menyukai kamu di balik senyum palsu mereka, aku prihatin dan kasihan sama kamu, tapi bukan berarti aku mengecilkan kamu, kamu bisa membangun semangat baru setelah ini, sama aku." jelas Ratih tersenyum tulus.

Cahaya mengangguk pelan, ia sangat senang karena telah mendapatkan semangat dari teman yang begitu baik padanya. Hingga Cahaya melupakan tanggung jawabnya pada anak dan suami, juga menantu di rumah. Ia nampak tidak perduli betapa cemasnya Arka pada saat itu.

Siang sudah berganti malam, namun Cahaya masih juga tak kunjung kembali ke rumah, Arka mondar mandir di depan pintu menanti kepulangan istrinya itu. Arka menyesal sekali karena telah berdebat hebat dengan Cahaya, hingga membuat dirinya pergi dan tak kunjung kembali.

Wulandari menyadari kegundahan yang dirasakan oleh Arka, lalu ia mendekati Arka dan menyapanya dengan nada lirihnya.

"Arka, kenapa kamu mondar mandir di sini sendiri seperti ini?" tanya Wulandari.

"Bu, ini sudah jam sembilan malam, apa anak-anak sudah tidur? Bu, Cahaya ke mana ya, kenapa dia belum pulang juga," ucap Arka kebingungan.

"Udah, anak-anak udah tidur. Iya Arka, Ibu juga bingung, di mana Cahaya, kenapa sampai sekarang dia nggak pulang-pulang," seru Wulandari yang saat itu juga merasa tidak tenang.

"Bu, apa aku harus cari Cahaya, ya," sambung Arka semakin cemas.

"Kamu mau mencari Cahaya di mana, Arka?" tanya Wulandari.

"Entah lah, Bu. Aku juga bingung."

Arka menoleh ke jalanan, ia masih berharap bahwa Cahaya bisa pulang dan menemui dirinya. Meksipun dirinya yang harus meminta maaf lebih dulu pada Cahaya, ia akan melakukan hal itu. Karena ia sangat ingin sekali melihat istrinya itu kembali.

Sementara di tempat lain, Cahaya dan Ratih justru sedang berpesta kecil di rumah, Ratih menyediakan berbagai alkohol di lemari penyimpanan, karena ia sering melakukan itu saat sendirian di rumah.

"Ayo di minum Cahaya, ini sangat nikmat," ucap Ratih membujuk Cahaya.

"Aku tidak pernah meminum ini sebelumnya, dan selama aku mengenal dirimu, aku tidak tahu kalau kau adalah seorang pemabuk berat," seru Cahaya menggelengkan kepala.

"Hahaha, aku ini seorang diri Cahaya, untuk apa uang yang aku miliki kalau tidak untuk bersenang-senang." jawab Ratih tertawa kecil.

Cahaya merasa bingung, benar kata Ratih. Bahwa ia selama ini hidup sendiri, dan hal menarik yang ingin sekali ia tahu, dari mana Ratih bisa mendapatkan banyak uang hingga membuatnya sangat royal demi kebahagiaannya sendiri itu.

"Ratih, kamu tidak ada yang mencarikan uang, dan yang aku tahu kamu juga tidak memiliki usaha apapun, dari mana kamu mendapatkan uang?" tanya Cahaya penasaran.

"Emmm, rupanya kamu penasaran dengan uang yang aku peroleh ini, Cahaya? Baik lah, aku akan menjelaskannya padamu," ucap Ratih dengan senyuman lebar.

"Ya, tentu saja kamu harus mengatakan itu, Ratih." jawab Cahaya siap untuk mendengarkan.

Ratih pun berkata jujur pada Cahaya, ia mengatakan uang yang ia dapatkan itu dari hasil dirinya menjual diri, dan saat itu Cahaya terkejut. Lantaran ia tidak pernah tahu pekerjaan bandar arisan itu selama ini.

"Ssst, aku hanya memberitahu mu saja Cahaya, jadi kalau sampai ada yang tahu selain dirimu tentang hal ini, aku pastikan bahwa kau lah yang telah membocorkannya," ucap Ratih pada Cahaya.

"Baik lah, aku akan membungkam mulutku ini, Ratih," seru Cahaya menatap penuh senyum.

"Terima kasih Cahaya, kalau kau mau, kau bisa seperti diriku, kau tidak akan kekurangan apapun, bahkan kau bisa saja membeli apapun yang kau inginkan, di saat suamimu tidak bisa memberikan nya untukmu." jelas Ratih membujuk Cahaya.

Cahaya tersenyum ngeri, ia tak menyangka jika penawaran itu diberikan oleh Ratih untuk nya, di saat dirinya sama sekali tidak memiliki apapun. Bahkan untuk membeli make up saja, ia tidak bisa. Cahaya berpikir beberapa saat hingga akhirnya ia memutuskan untuk setuju dengan penawaran yang telah di ajukan oleh Ratih.

"Oke, aku mau kerja sama kamu, Ratih," ucap Cahaya dengan yakin.

"Sudah kau pikirkan baik-baik?" tanya Ratih memastikan.

Cahaya diam, entah apa yang saat ini ia pikirkan hingga membuat dirinya berdiam di tempat cukup lama. Ratih pun tak memaksa ia membiarkan temannya itu untuk memikirkan semua nya terlebih dahulu, sebelum akhirnya memilih apa yang ia anggap pas di hatinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!