4

Saat sedang berbincang bersama, ada seorang teman arisan yang sejak tadi memperhatikan Cahaya, ia nampak tersenyum licik ketika menatap Cahaya yang sudah tidak seperti dulu lagi, banyak gaya dan sombong saat bicara. Namun, hari ini Cahaya nampak banyak diam dan hanya mengikuti alur pembicaraan yang mereka ciptakan.

"Emm, Jeng Cahaya sekarang ini lagi banyak diem, ya," ucap Arumi, wanita yang sebenarnya tidak suka dengan gabungnya Cahaya dalam kelompok geng arisan.

"Iya ya, kok aku baru sadar ya, kalau dari tadi Jeng Cahaya tidak seperti biasanya," sahut Ratih menatap Cahaya.

"Oh, atau jangan-jangan isu yang tersebar itu benar ya Jeng, kalau suami Jeng itu bangkrut?"

Tiba-tiba kalimat yang tak terduga memecah gendang telinga Cahaya, betapa merah wajah Cahaya saat itu ketika mendapatkan pertanyaan dari teman satu arisan dengannya, ia tidak tahu jika hari ini ia benar-benar terjebak dalam pertanyaan para teman-teman nya yang sudah mendengar kabar tersebut.

"Jeng, kenapa diem aja Jeng, beneran ya kalau suami Jeng itu bangkrut? Terus gimana dong kelanjutan arisan kita?" tanya Ratih mendesak Cahaya untuk bicara.

"Ya ampun kalian ini kok percaya banget sama isu, ya enggak lah, suami saya itu nggak bangkrut," ucap Cahaya bersuara.

"Oh, syukur lah kalau memang nggak bangkrut Jeng, seneng aku dengernya." jawab Ratih merasa senang.

Cahaya membenarkan apa yang ia katakan, ia tidak mungkin mengaku bahwa dirinya memang bangkrut, tentu saja hal itu akan sangat memalukan jika sampai semua geng arisan mengetahui, bisa-bisa mereka semua meminta Ratih untuk mengeluarkan dirinya, karena Ratih adalah adminnya.

Arumi merasa ganjal dengan jawaban Cahaya, ia masih tidak percaya hingga berusaha mencari-cari celah untuk membuat Cahaya tidak berkutik saat itu.

"Jeng, kalau memang suami Jeng itu nggak bangkrut, kenapa hari ini Jeng nggak pakai perhiasan? Bahkan sama sekali tidak ada perhiasan apapun yang Jeng pakai hari ini," ucap Arumi yang ingin membuat Cahaya mati kutu.

Benar, apa yang Arumi inginkan memang membuat Cahaya terdiam. Cahaya bukanlah wanita yang tidak suka memamerkan barang-barang yang ia punya selama ini, dan hal itulah yang membuat Arumi tidak suka dengan kesombongan nya. Untuk itulah Arumi terus mencari kesalahan Cahaya hingga membuatnya tak bersuara.

Semua mata memandangi Cahaya dengan teliti, dan apa yang dikatakan oleh Arumi memang ada benarnya. Selama ini yang mereka tahu bahwa Cahaya adalah sosok wanita yang angkuh dan bermulut pedas.

"Jeng, apa Jeng bisa menjawab pertanyaan Jeng Arumi?" bisik Ratih pada Cahaya.

Cahaya masih diam, ia masih bingung harus menjawab apa saat itu, hingga membuatnya tak tahan karena mereka mendesak Cahaya. Cahaya bangkit dari tempat duduk nya dalam keadaan marah.

"Kalau memang benar suami saya bangkrut, kalian mau apa? Apa kalian mau menertawakan saya, ha?" bentak Cahaya marah.

"Atau jangan-jangan kalian mau mengeluarkan saya dari grup arisan ini? Mengira bahwa saya tidak sanggup membayarnya setiap bulan? Kalau memang iya, silahkan, saya akan keluar dari grup ini." sambung Cahaya dengan nada tertahan.

Semua orang yang duduk di meja itu terkejut mendengar pengakuan Cahaya, Cahaya seperti terkena tamparan hebat di depan khalayak ramai, hingga membuatnya terasa tidak berani menunjukkan wajahnya.

"Ya, tentu saja kami akan mengeluarkan kamu dari grup ini Jeng, karena pastinya kamu tidak akan sanggup membayar setiap bulannya," ucap Arumi dengan nada cetusnya.

"Oh, baik, saya akan keluar sekarang juga." jawab Cahaya setuju.

Saat itu juga Cahaya keluar dari grup tersebut dan pergi meninggalkan tempat itu, ia sangat malu sekali saat itu karena semua orang sudah mengetahui keadaan dirinya, Arumi merasa menang ketika orang yang tidak ia sukai sudah keluar dari grup itu.

"Emm, semuanya, kita lanjut aja makannya ya, mungkin jeng Cahaya itu malu karena kita semua sudah mengetahui keadaan keluarganya sekarang ini," ucap Arumi membujuk geng arisannya untuk melanjutkan acara.

"Iya si, tapi kasihan juga Jeng, keadaan jeng Cahaya pasti sekarang sangat memperihatinkan," ucap Ratih, selaku kepala admin di sana.

"Udah lah Jeng, toh selama ini jeng Cahaya itu sudah sangat sering menyakiti hati kita semua, saat dia berada di atas dia selalu meninggikan kata-kata dan sombong, saya saja tidak dari awal." celetuk Arumi berkata jujur.

Ratih menggelengkan kepala, rupanya grup yang ia bangun selama ini tidak memiliki pandangan baik pada satu sama lain, melainkan ada beberapa yang justru menertawakan musibah yang menimpa Cahaya dan keluarga.

Saat itu Cahaya pulang ke rumah dalam keadaan marah, ia sangat marah hingga melemparkan hills yang ia pakai, juga tas mahal yang sudah tidak ada artinya lagi baginya itu.

Saat itu Arka baru saja pulang, sejak pagi ia berkeliling mencari pekerjaan di sebuah kantor, namun tidak ada satu pun yang mau menerima dirinya meskipun hanya sebagai karyawan biasa, Arka menghampiri Cahaya yang nampaknya sangat marah dan kesal itu.

"Cahaya, ada apa, kenapa kamu datang marah-marah kayak gini?" tanya Arka menghentikan amukan Cahaya.

"Ada apa kamu bilang? Kamu lihat kalau aku lagi marah Mas, aku lagi marah sama kamu dan nasib pernikahan kita, kamu bangkrut dan sampai sekarang kamu nggak dapet kerja. Mas, aku capek kayak gini," marah Cahaya meluapkan kemarahannya.

"Apa yang membuat kamu capek Cahaya. Seharusnya sebagai istri kamu ada untuk aku, kamu kasih aku semangat dan kamu jangan hardik aku terus, minimal kamu bantu doa, sebagai seorang suami, aku juga lagi mengusahakannya," seru Arka menatap Cahaya.

"Doa kamu bilang, kamu pikir dengan berdoa terus Tuhan akan langsung kasih aku uang? Enggak Mas, enggak!" maki Cahaya memutuskan untuk berlalu pergi.

Cahaya masuk ke kamar dan membanting pintu, ia berteriak sekenceng-kencang nya dan menangis seorang diri, Wulandari datang dan menepuk pundak Arka. Memberikan semangat pada Arka yang sedang menghadapi ujian rumah tangga nya.

"Arka, kamu sudah makan siang belum?" tanya Wulandari.

"Belum Bu, Arka masih nggak nafsu makan," ucap Arka memilih duduk di sofa dan memijat keningnya sendiri.

"Arka sudah berusaha Bu, mencari pekerjaan ke sana ke mari, tapi tidak ada hasilnya Bu, Arka belum dapat kerja," sambung Arka mengeluh.

"Arka, Allah tidak akan menguji di luar batas kemampuan hamba-Nya, percaya lah bahwa apapun ujian yang Allah berikan, asal kamu sabar dan kamu tetap menjalankan sholat, Insya Allah, Nak." jelas Wulandari memijit pundak putranya yang sedang banyak beban itu.

Arka merasa damai ketika mendengar nasehat baik dan menyentuh dari sang ibu, ia menyentuh salah satu tangan Wulandari lalu mengecupnya dengan penuh hormat. Saat ini Arka hanya bisa bersandar dan berbagai keluh dengan ibunya, sementara sang istri yang sampai saat ini belum bisa menerima kenyataan itu semakin menjauh dari Arka. Bahkan tidak mau tidur satu kamar dengannya.

"Sekarang kita makan dulu, Ibu akan temani kamu makan, ya," ajak Wulandari.

"Ya Bu, terima kasih banyak." jawab Arka melempar senyum.

Wulandari mengangguk kecil lalu membawa Arka ke meja makan, dengan setia Wulandari menemani putranya itu menghabiskan makanan sederhana yang ada di meja. Dan dengan lahap Arka menikmati makanan itu di hadapan ibunya.

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

Lanjut baca di sini dulu.

2024-04-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!