Cici Dewangga dan juga Naomi memandang Jovanka Baron dengan tatapan tanya. Entah kenapa sahabatnya itu hanya sibuk mengaduk-aduk minumannya dengan sebuah sedotan tetapi tidak juga meminumnya.
"Ada apa sih Jo? kok gak semangat gitu?" tanya Naomi dengan wajah penasarannya. Cici pun membuka suara menimpali pertanyaan Naomi.
"Iya nih, padahal tadi nilai final test udah langsung diumumkan sama pak Doktor Rizal kalau yang tertinggi itu nilainya Jovanka Baron tapi kok orangnya sedih sih?"
"Tauk tuh, harusnya kan seneng, apa jangan-jangan?" Mini Geraldine ikutan menambahkan dengan wajah yang nampak tak nyaman dipandang. Bibirnya terangkat mencibir.
"Jangan-jangan apa Min? Kamu Kok suka banget bikin kita penasaran!" ujar Cici Dewangga dengan tatapan lurus ke arah sahabatnya itu.
"Tauk ah. Biar Jojoba aja yang jelasin ke kita semua. Ia sudah terlalu banyak menyimpan rahasia sama kita-kita lho." Mini Geraldine semakin memanas-manasi suasana di meja mereka berempat.
Jovanka hanya tersenyum tipis. Ia tahu betul kalau Mini Geraldine masih menyimpan rasa tak suka padanya karena masalah senior mereka yaitu Zion Sakti sang ketua BEM yang telah menolak cintanya karena masih mengharapkan dirinya.
"Jo, katakan saja ada apa sih sebenarnya, kalau kita bisa bantu kenapa tidak iyya gak?" Naomi meraih tangan sahabatnya itu dengan penuh perhatian.
"Ah ini bukan masalah besar sebenarnya. Aku aja yang terlalu baper."
"Gak apa-apa Jo. Katakan saja. Siapa tahu bisa bikin hatimu tenang 'kan?" Naomi masih saja memaksa karena ia ingin Jovanka kembali ceria seperti biasanya.
"Aku cuma sedih aja sih karena ini hari terakhir Aku jadi pengasuhnya Ruby. Anak itu udah dekat banget sama Aku. Rasanya gak tega banget berpisah dengannya," ujar Jovanka dengan wajah murung.
"Ah iya ya. Sekarang kan tgl 28 jadi itu artinya kamu udah bebas dong. Asyik, kita bisa hanging out lagi sama-sama." Cici Dewangga tersenyum lebar dengan wajah yang sangat gembira. Ia tidak menyadari bahwa gara-gara itulah Jovanka jadi merasa sedih dan juga murung.
"Kamu sedih karena Ruby atau karena Papanya anak itu Jo?" tanya Mini Geraldine dengan nada menyindir. Bibirnya pun ikut mencebik karena perasaan kesalnya pada Jovanka.
"Min, kamu itu kenapa sih? sahabat lagi sedih kok disindir-sindir kayak gitu." Naomi mulai tampak kesal gara-gara Mini yang sepertinya suka sekali menyudutkan Jovanka.
"Lah emang benar kan. Kamu gak rela keluar dari rumah itu bukan karena Ruby tapi karena Papanya yang bisa memberimu apa yang kamu mau!" Mini Geraldine menatap Jovanka dengan mata berkilat marah.
"Terserah kamu Min. Mau ngomong apa," jawab Jovanka dengan perasaan kacau. Ia tidak ingin membantah perkataan sahabatnya itu karena sesungguhnya ia memang berat berpisah dengan keduanya. Dua orang itu sama-sama memiliki tempat yang sangat khusus di hatinya.
"Nah tuh. Kalau Jojoba tak menyangkal berarti emang benar 'kan apa yang Aku katakan." Mini Geraldine semakin diatas angin. Ia tersenyum miring karena dengan apa yang dirasakan oleh temannya itu.
"Iya. Apa yang kamu katakan emang benar Min. Lalu apa masalahmu hah?" Jovanka sudah tidak bisa lagi menahan perasaannya. Ia menatap gadis dihadapannya dengan wajah kesal.
Sungguh hatinya sekarang ini sangat tidak baik-baik saja. Sejak semalam ia sudah merasa sangat gelisah dilanjutkan esok paginya Radith Aditya mengabaikannya seolah-olah mereka berdua tidak saling kenal.
Dan sekarang saat perasaan galaunya menumpuk sahabatnya sendiri pun mengatakan hal yang sangat menyinggung perasaannya.
"Kamu sengaja menyembunyikan identitas Papanya Ruby karena apa Jo?" Wajah Jovanka berubah warna. Ia nampak sangat terpengaruh dengan pertanyaan Mini Geraldine.
"Karena kamu ingin mengambil keuntungan sendiri. Kamu ingin jadi mahasiswi kesayangan dengan menggadaikan keindahan tubuhmu itu untuk mendapatkan nilai yang terbaik!" Jovanka merasakan darahnya mendidih. Ia mencengkram gelas jus dihadapannya dengan sangat keras.
"Cukup! Kamu sudah terlalu banyak bicara Mini Geraldine!" Jovanka merasakan airmatanya susah siap untuk merebak dari kelopak matanya. Hatinya sangat sakit dengan tuduhan semua orang padanya. Ia pun berdiri dari duduknya dan meraih tasnya. Ia pergi dari sana dengan tangis pecah.
"Mini, kamu kok kayak gitu sih?" Naomi memandang wajah sahabatnya itu dengan perasaan kesal. Ia tidak menyangka kalau hubungan persahabatan diantara mereka akan hancur seperti ini.
"Kenapa? Apa aku salah? kalian lihat sendiri nilai-nilai yang diperoleh Jovanka sangat luar biasa. Bisa-bisa dia dapat predikat Cumlaude."
"Lalu kenapa Min? Bukankah Jovanka memang cerdas dan rajin." Cici Dewangga menimpali dengan wajah yang masih tampak kesal.
"Karena ia tinggal bersama dengan Pak Radith Aditya.!"
"Apa?!" teriak Naomi dan Cici Dewangga dengan suara tertahan.
"Kalian belum tahu 'kan? Jadi kalian masih percaya kalau nilai yang didapatkan Jovanka itu murni karena usahanya. Padahal...?" Cici dan Naomi saling berpandangan. Mereka kini tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
🌺
Jovanka menyusut airmatanya dengan menggunakan punggung tangannya. Ia pergi dari kampusnya dengan tangis sesenggukan. Beberapa mahasiswa yang melihatnya menangis seperti itu menjadikannya bahan gosip yang tidak jelas.
Gadis itu langsung naik ke sebuah ojek yang kebetulan lewat. Ia tidak ingin lagi menunggu Kang Udin untuk sama-sama menjemput Ruby di sekolahnya.
Gadis itu sudah memutuskan untuk pergi dari Rumah Radith Aditya hari itu juga. Taruhannya sudah ia lakukan sesuai dengan kesepakatan dengan sahabat-sahabatnya.
Dan sekarang ia berjanji tidak akan menjalin hubungan khusus dengan dosen duda itu lagi untuk menghindari persangkaan buruk sahabat-sahabatnya.
"Kamu siapa?" tanya seorang perempuan paruh baya dengan tampilan glamour ketika ia tiba di rumah Radith Aditya.
"Eh, maaf Bu. Saya pengasuhnya Ruby."
"Pengasuh?" tanya perempuan itu lagi dengan tatapan menilai. Ia memandang Jovanka dari atas kebawah dengan wajah tanpa ekspresi.
"Iya Bu. Tapi hari ini saya sudah selesai. Jadi saya kesini hanya untuk mengambil pakaian saya saja. Permisi," jawab Jovanka seraya melanjutkan langkahnya ke arah kamar Ruby.
Rania pun memanggil Bik Mina untuk menjelaskan kebingungannya dengan keberadaan gadis cantik yang nampak tidak seperti seorang pengasuh itu.
Setelah mengambil semua pakaiannya, Jovanka pun keluar dari kamar itu kemudian menuju ke dapur untuk bertemu dengan Bik Mina. Ia ingin berpamitan pada perempuan baik hati itu yang selama ini melayaninya dengan sangat baik.
"Bik, Aku permisi ya, mau pulang ke rumah. Titip Ruby ya," ujar Jovanka seraya meraih tangan Asisten Rumah Tangga itu untuk bersalaman. Kesedihannya berusaha ia tutupi agar tidak nampak.
"Lho Non, kok mau pergi sih? gimana dengan Non Ruby kalau nyari. Pasti dia nangis."
"Gak apa-apa Bik. Bentar lagi kan Ruby udah punya Mama, jadi Ruby pasti tidak akan butuh pengasuh lagi." Rania tiba-tiba muncul dihadapan dua orang itu dengan senyum diwajahnya.
Deg
Jovanka merasakan kupingnya memanas. Hatinya bagaikan diremas dengan sangat keras sampai ia merasakan sangat sakit.
Jadi karena itu Pak Radith tidak lagi menyapaku tadi pagi? Rupanya ia sudah mempunyai calon istri.
Bodoh kamu Jo! Radith Aditya sama saja dengan Randy Jaya dan semua pria brengsek di Dunia ini.
"Mari Bu. Saya permisi. Assalamualaikum." Ia pun pergi dari rumah itu dengan menahan agar cairan bening dari kelopak matanya tidak juga tumpah saat itu juga. Sungguh ia ingin sekali memeluk bundanya di Rumah dan mengadukan rasa sedihnya.
🌺🌺🌺
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Dewi Zahra
semangat jojoba
2023-07-14
0
Susilawati Rela
apa maksud ibu itu? dia itu neneknya Ruby ya???
2023-02-12
2
🍁🦂⃟Fᷤiᷤqᷫrie N𝐀⃝🥀CA☠ᵏᵋᶜᶟ🦂
cepat pulang.... ayooo buruan pulang
2023-02-12
1