"Luby ngantuk Kakak Jo, pengen bobok," rajuk gadis kecil berusia 4 tahun itu saat Kang Udin menghentikan mobilnya di depan Rumah. Jovanka tersenyum kemudian mengelus lembut kepala gadis cilik itu.
"Kita udah sampai Rumah sayang, Kakak juga ngantuk jadi kita berdua akan tidur siang setelah makan, okey?"
"Hum iya kak. Hoammm," Ruby mengangguk kemudian menguap. Anak itu benar-benar nampak sangat ngantuk dan lelah. Ia pun turun dari mobil saat Kang Udin membuka pintu kendaraan roda empat itu. Jovanka mengikutinya seraya membawakan tas dan perlengkapan belajarnya.
"Assalamualaikum!" salam Ruby dengan suara nyaring saat Bik Mina menjemputnya di depan pintu.
"Waalaikumussalam cantik. Alhamdulillah udah pulang ya." Bik Mina menjawab dengan senyum diwajahnya.
"Iya Bik. Tapi Luby mau capek sekali, sekalang mau bobok," ujar Ruby kemudian berlalu dari hadapan Asisten Rumah Tangga itu.
"Aku bawa Ruby ke kamarnya ya Bik," timpal Jovanka yang ikut dibelakang gadis cilik itu.
"Iya Non," jawab perempuan paruh baya itu tersenyum. Ia memandang dua gadis itu dengan tatapan senang.
Rumah ini kembali ramai setelah sekian lama, semoga saja Pak Radith mau menjadikan gadis itu sebagai Mama sambung untuk Ruby. ujarnya dalam hati.
"Eh, ya ampun, saya kok mikirnya kejauhan gitu sih? tadi kan orang tua gadis cantik itu meminta saya untuk mengawasi putrinya agar ia tidak terlalu dekat dengan Tuan Radith, aduh," gumamnya seraya memukul dahinya pelan.
"Ah sudahlah. Saya mau menyiapkan makan untuk mereka berdua. Mereka pasti lapar." Ia pun pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang untuk dua gadis beda usia itu.
"Nah, sekarang kita makan dulu ya, kakak udah lapar banget," ujar Jovanka saat ia sudah mengganti pakaian sekolah Ruby dengan pakaian santai.
"Luby udah makan bekal di sekolah Kakak. Sekalang mau bobok aja, hoaamm," jawab gadis cilik itu seraya menguap. Jovanka jadi yakin kalau gadis kecil ini pasti ini memang rutin untuk tidur siang pada jam seperti sekarang ini.
"Hem, baiklah sayang. Sekarang Kakak temani kamu bobok ya." Jovanka pun membawa gadis cilik itu ke ranjangnya dan menemaninya tidur.
Ia pikir setelah gadis kecil itu tertidur maka ia akan ke ruang makan untuk makan siang tetapi ternyata ia juga ikut tertidur.
🌺
Jam 5 Sore, Radith Aditya tiba di rumah itu dan langsung menuju kamarnya untuk mandi. Cuaca panas siang itu cukup membuat semua orang merasa gerah berada di luar ruangan.
Setelah mandi dan merasa sudah cukup segar. Ia pun keluar dari kamarnya dan mencari keberadaan putrinya yang sudah sangat ia rindukan.
"Bik, Ruby mana?" tanyanya pada Bik Mina.
"Sepertinya masih di kamarnya Tuan."
"Jovanka juga udah pulang 'kan?"
"Iya Tuan. Setelah makan siang mereka berdua tidak pernah keluar-keluar lagi dari kamar."
"Oh gitu? Saya akan melihat mereka kalau begitu." Pria itu pun melangkahkan kakinya ke arah kamar putrinya.
Ia pun mendorong pintu kamar itu dengan pelan kemudian memasuki kamar putri kecilnya yang bernuansa merah muda itu.
Sebuah pemandangan yang sangat menarik perhatiannya ia saksikan tak berkedip. Ada rasa hangat yang menjalar dari dalam hatinya.
Jovanka dan Ruby sedang asyik mewarnai gambar di lantai kamar itu. Mereka berdua nampak sangat menikmati kegiatan itu sampai-sampai tidak menyadari keberadaannya.
"Kakak Jo, untuk kuping kelincinya Luby mau kasih walna ini boleh gak?" Ruby menunjukkan pewarna di tangannya pada Jovanka yang juga sedang menghadapi satu buah gambar.
"Coklat ya? hum boleh kok." jawab Jovanka seraya melihat sekilas pada gadis kecil itu kemudian melanjutkan memainkan pensil warnanya diatas gambarnya sendiri.
"Asyik, Luby suka walna coklat kayak Papa." ujar Ruby dengan sangat gembira. Ia pun bangun dan segera melompat pada pria yang sedang berdiri dihadapannya.
Gadis kecil itu baru melihat kalau Papanya sudah lama berada di tempat itu.
"Papa, liat gambalnya Luby, cantik 'kan?" Ia memperlihatkan satu gambar yang sudah berhasil ia warnai.
"Cantik banget sayang," jawab Radith Aditya dengan senyum lebar di wajahnya.
Mendengar ada suara pemilik rumah itu Jovanka pun langsung bangun dari posisinya yang sedang tengkurap di atas lantai dengan sebuah bantal yang mengganjal dadanya.
Tangannya ia gunakan untuk memperbaiki letak rok mini yang pastinya sudah tidak menutupi tubuhnya yang seharusnya.
"Eh Pak Radith, udah lama ya, maaf saya tidak lihat," ujar Jovanka yang berubah lebih sopan dan segan dari biasanya. Karena ia baru tahu kalau pria tampan dihadapannya ini adalah seorang dosen yang mengajarnya di kelas.
Ia pun segera mencari kain untuk menutupi bagian atasnya yang hanya menggunakan tank top mini. Sebuah kebiasaannya menggunakan pakaian mini yang pastinya mengganggu mata pria normal seperti Radith Aditya.
Pria tampan yang sejak tadi mendapatkan asupan gizi dan vitamin pada matanya itu hanya tersenyum kemudian menundukkan pandangannya.
Ya Tuhan, Apakah ini rezeki atau musibah buatku?
Kenapa gadis ini selalu saja Aku dapati dalam keadaan yang sangat menggoda seperti itu?
Radith Aditya merutuki dirinya sendiri yang sejak tadi merasakan sesuatu dari dalam dirinya bergejolak dan meminta hal yang tidak boleh dilakukannya.
"Papa, kakak Jo pintal banget mewalnai kayak Miss. Susi di sekolah," ujar Ruby dengan suara nyaring nya. Radith Aditya langsung tersenyum kemudian menjawab.
"Oh ya? Apa Papa boleh belajar mewarnai juga sama Kakak Jo?"
"Kak Jo, Papa juga mau belajal sama kakak, boleh gak?" Ruby langsung meninggalkan Papanya kemudian lari menubruk Jovanka yang berdiri tak nyaman di dalam kamar itu.
"Eh, siapa bilang kakak pintar. Itu gambar Kakak belum selesai sayang, nanti deh kakak lanjutin ya, Kakak mau kerja PeEr dulu."
"Eh Kakak punya Pe El juga?"
"Iya, dan gurunya galak. Jadi kakak mau kerja sekarang ya, kamu lanjutkan saja mewarnainya sayang," ujar Jovanka seraya membawa Ruby kembali ke tempatnya semula. Setelah melihat Radith Aditya yang memandangnya seperti itu, ia jadi teringat kalau ia mempunyai tugas yang harus dikerjakan dan harus dikirimkannya lewat email.
Gadis itu berjalan ke arah Radith Aditya kemudian menengadahkan kedua tangannya di depan pria tampan itu.
"Bisa saya minta handphone saya Pak?" pintanya dengan tatapan memohon. Berjam-jam tidak bersentuhan dengan benda pipih elektronik itu rasanya hidupnya begitu hambar. Ia juga ingin mengerjakan tugasnya lewat handphone itu.
"Untuk apa? Kamu temani saja Ruby mewarnai dan tidak perlu bermain handphone," jawab Radith Aditya dengan wajah berubah serius.
"Aku tidak mau kalau kamu bermain handphone pada saat bersama dengan putriku. Ruby sendiri tidak Aku biarkan menggunakan benda itu."
"Tapi tugas saya Pak? Bagaimana?" Jovanka menatap mata elang dosennya itu dengan wajah yang mulai kesal.
"Kamu kerjakan di kamarku saja. Handphonenya ada di sana!" titah pria itu dan langsung keluar dari kamar itu tanpa mau menerima alasan lagi.
Jovanka merasakan mulutnya terbuka karena kaget dengan kata-kata pria itu barusan.
Mengerjakan tugas di dalam kamar seorang dosen tampan? Tugas macam mana yang bisa ia lakukan?
"Ruby sayang. Kakak ke kamar Papa dulu ya, kamu lanjutkan mewarnainya saja," ujar Jovanka meminta izin.
"Iya Kakak. Jangan lama-lama ya," jawab Ruby tanpa mengalihkan pandangannya pada gambar kelincinya.
🌺🌺🌺
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Dewi Zahra
semangat kak
2023-07-14
0
💝🦂⃟Fᷤiᷤqᷫrie MSFR🥀⃞Cinta 🦂
jngan lama ea akak.... uby angen
2023-03-14
0
Uya Suriya
pak dosennya mulai jahat...
2023-03-06
0