Ternyata betul kata Ruby, di tengah malam itu Jovanka merasakan perutnya melilit sakit karena kelaparan. Hanya makan cemilan coklat dan keripik ternyata tidak mempan untuk memenuhi nutrisi cacing di dalam perutnya.
Malam ini ia sedang begadang mengerjakan tugas yang harus dikirimkan lewat email pada Dr. Rizal untuk mata kuliah pengantar manajemen dan juga tugas dari Dr. Radith Aditya sang dosen paling rese' di seluruh jagat.
"Selesai!" ujarnya dengan wajah gembira seraya menekan tombol tanda panah untuk mengirim pada alamat email yang ia tuju.
Huffft
Jovanka meregangkan otot-ototnya yang terasa sangat lelah. Ia pun memandang tubuh Ruby yang sedang tertidur dengan sangat pulas diatas ranjangnya.
"Anak manis, sayangnya papanya pahit banget kayak kopi hitam tanpa gula hem," gumamnya dengan bibir mencebik kesal. Sekali lagi ia mengingat bagaimana pria itu mempermalukannya dengan cara fisik dan verbal.
"Katanya tidak tergoda tapi sudah berhasil menyentuh tubuhku yang masih perawan ini, sebel!" Jovanka menggerutu lagi mengingat bagaimana tangan besar itu menyentuhnya dengan sangat berhasrat.
"Awas kamu Pak duren rese' akan ku buktikan perkataan dan tuduhan mu padaku! Dan kita lihat siapa yang akan kalah."
"Tapi, aduh lapar... Setelah makan dan kuat kembali Aku akan bisa berpikir dengan baik." Ia pun berjalan ke luar kamar yang ia tempati sekarang meninggalkan Ruby sendirian.
"Pukul 11, oh ya ampun ini sudah sangat larut hem, ternyata lama juga ya Aku kerjakan tugasnya," ujarnya pelan seraya melihat jam dinding besar yang terdapat di depan kamar Ruby.
Ia pun melangkahkan kakinya ke arah dapur. Tangannya mulai menyalakan lampu di ruangan itu dan mulai mencari makanan yang mungkin disimpan Bik Mina di suatu tempat.
"Peduli amat sama bentuk tubuh. Kalau mau melar ya melar aja. Itung-itung bisa tampak empuk kalau dilihat. Soalnya Aku lapar banget." Ia tak berhenti berbicara sendiri karena mulai merasa takut berada di dalam dapur yang sepi dan sunyi itu sendirian.
Lemari pendingin ia buka dan mendapati banyak minuman dan juga makanan yang siap dipanaskan di dalam benda berbentuk kotak itu.
Satu botol susu cair dingin pun ia teguk dengan sangat rakus sampai habis. Selanjutnya ia meraih satu bungkus mie instan dan sebutir telur untuk ia masak.
"Hummm Mamamia lezatos, ini pasti sangat nikmat," ujarnya lagi seraya memasukkan perasan air jeruk nipis dan juga bawang goreng dalam hidangan mie instan mix kocokan telur.
Gadis itu langsung menarik kursi dan bersiap menikmati makanan cepat saji itu dengan air liur yang sudah hampir menetes.
"Bismillahirrahmanirrahim, Hum nyam, nyam." Jovanka mengunyah dengan sangat nikmat. Bulir keringat pada dahinya menunjukkan ia sangat menikmati mie instan mix kocokan telur dengan campuran cabe hijau didalamnya.
"Kayaknya enak banget, boleh minta sedikit Jo." Jovanka tersentak kaget mendengar sebuah suara dari arah depannya. Ia pun mengangkat kepalanya dan melihat Radith Aditya sedang berdiri dihadapannya dengan tangan ia masukkan kedalam saku celana bahannya.
Jovanka cepat-cepat meraih tissue untuk membersihkan bibirnya. Ia memandang pria itu bergantian dengan sisa mie instan yang ada dihadapannya.
Menit berikutnya, ia merasa tak rela melihat pria yang ia segani sekaligus ia sukai dan benci itu meraih mangkuk mie instannya dan menghabiskan sisanya di depan matanya sendiri. Bahkan sendok dan garpu yang ia gunakan sebelumnya digunakan oleh pria itu tanpa ada rasa jijik sama sekali.
"Kamu pintar masak Jo, ini enak sekali. Lain kali Aku ingin makan dari hasil masakan mu lagi," ujar Radith Aditya kemudian meninggalkan gadis itu yang nampak terlongo tidak percaya dengan apa yang sudah dilakukannya.
Jovanka mengucek matanya berkali-kali kemudian mencubit lengannya dengan sangat keras.
"Aaaaaw! sakit. Ini bukan mimpi. Tapi itu tadi Aku masih lapar huaaaaa," ujar Jovanka dengan hati kembali kesal.
"Ih dasar duren rese' masak menghabiskan makananku padahal Aku belum kenyang. Ih benar-benar bikin kesal aja!" Jovanka terus menggerutu kemudian mencuci semua alat yang sudah dipakainya di dalam dapur itu. Ia tak mau kalau Bik Mina akan curiga ia telah mengacaukan dapurnya malam ini.
Satu cake coklat ia ambil dari dalam lemari pendingin untuk ia jadikan makanan penutup kemudian kembali ke kamarnya untuk tidur.
Sementara itu Radith Aditya hanya bisa tersenyum samar melihat kekesalan gadis centil itu. Ia cukup senang karena gadis itu tidak melemparinya pisau dapur karena telah membuatnya marah dan malah menghabiskan makanannya.
"Kamu kan bilang kalau tidak ingin gemuk, jadi Aku bantu menghabiskan mie instan itu Jo," ujar pria itu dengan suara pelan. Ia pun kembali ke kamarnya dan berharap bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
🌺
Keesokan harinya Jovanka yang masih menyimpan rasa kesal dan marah pada pria pemilik rumah itu belum juga mau bertemu dengan Radith Aditya. Ia hanya menunggu di depan rumah saat Ruby berpamitan pada Papanya.
"Papa gak pelgi kelja? Kok belum belpakaian?"
"Papa akan berangkat kok. Tapi Papa lagi gak enak badan dan sedih sekali," jawab pria itu dengan tatapan ke arah pintu depan. Ia tahu kalau gadis pengasuh putrinya itu ada disana dan ia harap apa yang ia katakan di dengar olehnya.
"Kalau Papa sakit, Luby juga gak mau belangkat ke sekolah."
"Papa sakit apa?" Ruby langsung meraba dahi pria yang sangat disayanginya itu dengan penuh perhatian.
"Papa sakit perut. Mungkin karena Papa makan makanannya Kakak Jo, dan dia tidak rela."
Deg
Jovanka yang berada di balik pintu langsung bergerak gelisah. Ia jadi khawatir kalau dosennya itu benar-benar sakit karena makanan yang sudah ia buat.
"Hah? makanan kakak Jo? Jadi Papa mengambil makanan olang tidak minta izin?"
"Iya sayang. Soalnya makanan itu enak sekali," jawab Radith Aditya dengan wajah dibuat tampak sangat bersalah.
"Ish ish ish. Itu memang salah Papa. Kata Miss Susi itu gak benal. Papa nakal. Sekalang Papa halus minta maaf dan mengganti apa yang papa ambil Dali kakak Jo," jelas Ruby seraya menggoyang-goyangkan jari telunjuknya di depan wajahnya sendiri. Ia jadi nampak seperti seorang dewasa yang menasehati Papanya yang sudah melakukan kesalahan.
"Apakah Kakak Jo mau memaafkan Papa Ruby?"
"Tentu saja Papa. Kakak Jo kan Kakak baik. Asalkan Papa tidak ambil makanannya lagi." Radith Aditya tersenyum. Ia tahu kalau Jovanka pasti mendengarnya kalau ia sebenarnya ingin meminta maaf.
Lain halnya dengan Jovanka. Ia justru tersenyum mencibir. Ia tetap bertekad untuk membuktikan tuduhan pria itu padanya. Bendera perang akan tetap ia kibarkan.
🌺🌺🌺
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Dewi Zahra
lanjut
2023-07-14
0
shebina putri
jangan di maaf kan ya joooo💪💪💪
2023-05-01
0
Uya Suriya
asal bukan bendera putih..
2023-03-06
0