"Bu, bayinya ditaruh di sini ya, kita bawa ke ruang perawatan." Seorang perawat membawa ranjang kecil beroda yang dikhususkan untuk bayi.
Sarah meletakan Belle yang sudah lelap meski masih sedikit gelisah, di atas ranjang kecil itu. Tubuh kecil itu sudah lumayan merona dibanding saat datang di awal tadi. Sarah mengikuti dari arah belakang kemana perawat itu akan membawa bayi asuhnya.
William yang sudah menyelesaikan pembayaran, dengan langkah lebar menyusul Sarah serta Belle yang sudah keluar dari ruang IGD. Ia melambatkan langkahnya ketika Sarah serta perawat itu berdiri menunggu pintu lift terbuka. Matanya terpaku pada tubuh bagian bawah Sarah. Baru disadarinya, wanita itu tak memakai alas kaki. Telapak kaki menghitam serta banyak goresan merah di tumitnya.
"Suster, nanti ruangnya di lantai berapa?" tanya William.
"Lantai tiga, ruang perawatan ibu dan bayi di kamar Eldeweis" William mengucapkan terima kasih dengan anggukan kepala dan senyuman tipis.
"Kamu naik dulu, nanti aku susul." William mencolek bahu Sarah lalu berbalik menjauh.
Sarah tak mempedulikan pria itu mau kemana, ia hanya ingin melihat Belle mendapatkan perawatan yang baik. Langkah Sarah melambat saat perawat itu membuka pintu kamar yang dikhususkan untuk pasien VVIP.
Jelas ia tak asing dengan ruangan semacam itu di rumah sakit. Seringnya menjenguk teman serta kolega Papanya, tak satupun dari mereka dirawat di ruangan kelas biasa. Ia juga percaya jika sekelas William mampu membayar ruangan mahal ini. Namun yang mengejutkan baginya adalah, di saat suaminya itu mencurigai dirinya dan juga Belle, William masih mau memberikan yang terbaik.
"Silahkan istirahat, Bu mumpung bayinya juga lagi tidur." Perawat itu menunjuk sebuah ranjang yang tak kalah besar seperti yang ada di kamar William.
Isi kamar itu seperti hotel berbintang, lengkap dengan televisi layar datar dan lemari pendingin. Kamar mandi dalam yang luas serta sofa dan ranjang untuk penjaga yang empuk.
"Terima kasih." Sarah menunggu di sofa selama perawat menyiapkan Belle di ranjang khususnya.
"Ibu buru-buru ya tadi berangkatnya sampai tidak bawa apa-apa. Sandal pun lupa." Perawat itu tertawa kecil sembari memasangkan infus di tangan Belle yang mungil.
Sarah melongok ke arah bawah tubuhnya. Kaki mulusnya sudah menghitam sekaligus memerah karena gesekan aspal. Mengapa ia bisa tak merasakan apa-apa, berlari keluar tanpa alas kaki. Setelah menyadari kakinya telanjang, barulah ia merasakan nyeri dan perih di telapak kakinya.
"Jangan khawatir, Bu. Kami bisa sediakan susu, baju dan perlengkapan mandi untuk ibu dan anaknya. Ibu hebat sekali, terbang seperti super woman ke rumah sakit untuk anaknya." Perawat itu memuji dengan tulus, "Sebentar saya ambilkan obat untuk luka di kaki Ibu ya."
"Terima kasih, Sus." Kedua kalinya Sarah hanya dapat mengucapkan terima kasih. Setelah merasakan empuknya sofa, rasa lapar dan lelah mendera tubuhnya.
Selesai perawat itu meringkas peralatannya, lalu berjalan keluar kamar ia berpapasan dengan William yang baru akan masuk, "Loh ini suaminya sudah beli obat duluan. Mari saya bantu obati istrinya, Pak."
"Tidak apa, biar saya saja," tolak William saat perawat itu meminta obat merah yang ia bawa.
William langsung menutup pintu setelah perawat itu mengangguk lalu pamit undur diri. Masih dengan tatapannya yang dingin dan datar, ia berjalan menghampiri Sarah.
"Wil, please aku capek kita bahas besok saja. Aku berjanji akan menjelaskannya sama kamu." Sarah mengangkat kedua telapak tangannya menahan agar William tak mendekatinya. Ia sungguh tak punya kekuatan untuk berdebat malam ini.
Tak mempedulikan larangan Sarah, William tetap mendekatinya lalu menarik tangannya hingga berdiri dari sofa.
"Wil, ini rumah sakit tolong jangan buat keributan, Belle lagi sakit. Aku ingin istirahat sebentar saja." Sarah memohon. Tubuhnya sudah lemah tak bertenaga untuk melawan William yang memaksanya menjauh dari sofa yang nyaman.
Di luar sangkaannya, pria itu menggiringnya masuk ke kamar mandi. William menyalakan shower, lalu mengarahkannya ke kaki Sarah. Semua kotoran dan lumpur kering luruh bersama air yang mengalir. Sarah meringis saat William menggosok darah kering yang melekat di jarinya.
"Sisanya kau selesaikan sendiri. Aku hanya beli sepasang baju tidur untuk malam ini, besok kamu harus pulang untuk mengambil baju ganti," ujar William sembari menyerahkan shower yang masih menyala.
Sarah masih diam mematung saat William melemparkan satu kantung plastik ke atas wastafel. Pria itu keluar lalu menutup pintu kamar mandi dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.
Setelah memastikan suaminya keluar dan tidak akan masuk kembali, Sarah mengunci pintu kamar mandi lalu membongkar isi kantung plastik yang tadi dibawa William.
"Dia benar membelikan aku baju tidur." Sarah mengangkat kaos dan celana panjang berwarna kuning. Di dalam plastik itu juga terdapat alat mandi lengkap beserta handuknya. Sarah tersenyum haru dan merasa menyesal telah berprasangka buruk pada suaminya itu.
Selesai mandi Sarah semakin dibuat luluh melihat William berbaring di sisi Belle sembari membantu bayi itu memegangi botol susu.
"Wil," panggil Sarah pelan.
William menoleh lalu berdiri dari ranjang. Tanpa berbicara, pria itu memberi kode dengan tangannya agar Sarah duduk di sofa.
"Kamu mau apa?" Sarah menarik kakinya yang akan dipegang William.
"Jangan banyak gerak!" ucapnya ketus. Masih dengan setengah berlutut, William mengoleskan obat di kaki Sarah yang terluka dan menutupnya dengan plester penutup luka.
"Terima kasih," ujar Sarah lirih.
"Makan." Dengan ekor matanya, William menunjuk kotak makan siap saji yang diletakan di meja.
"Kamu sendiri sudah makan?" tanya Sarah pelan. William hanya menengok sebentar lalu naik ke atas ranjang Belle dan memunggungi Sarah.
Ayam beserta nasi dan kawan-kawannya terasa berat meluncur di kerongkongan Sarah. Rasa segan dan tak enak pada William, membuatnya berusaha meredam suara kecapan saat makan.
"Terima kasih makanan dan bajunya. Biar aku saja yang jaga Belle. Kamu pulanglah." Sarah berdiri di sisi ranjang Belle dengan William yang juga tidur diatasnya, "Wil ...."
Tak ada pergerakan dan suara yang menyahut, Sarah memanjangkan lehernya berusaha melihat wajah William dan Belle. Dua manusia beda usia itu tampak tenang dengan mata terpejam erat. Tangan mungil Belle menggenggam erat jari telunjuk William, seolah tak mengijinkan Papa asuhnya itu untuk pergi dari sisinya.
Tak mau mengganggu keduanya, Sarah beringsut naik ke atas ranjang yang disediakan untuk keluarga penjaga. Ia membaringkan tubuhnya miring menghadap William yang tidur meringkuk di ranjang Belle.
'Jangan terlalu sayang padanya, Wil. Aku khawatir Belle akan sulit berpisah denganmu nantinya. Akupun juga tak tahu kami nanti akan tetap bersama atau tidak.' Sarah bergumam dengan mata sayu hampir terpejam.
Hampir saja ia terlelap, ponsel di kantung celana yang dipakainya berangkat dari rumah berdering. Dengan sekali lompat, Sarah mengambil ponsel itu dan mematikan suaranya sebelum Belle dan William terbangun.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Red Velvet
Part yg bikin mewek, sedih dan haru bersatu padu🥺🥺
2023-03-19
0
Nayla Ujji ...
Terharu aku... Will.
kamu tulus sekali...
ga app².. kalo Belle di ambil sama orang tuanya, sbg ganti nya kalian punya banyak sendiri...
2023-03-18
1