"Astaga, aku pikir ada apa. Tolong buatkan susu, dia haus." Sarah menghela nafas lega, tapi sejurus kemudian matanya melotot saat mendapati mata William mengarah ke dadanya, "Mesum!" Sarah menutup dadanya dengan tangan lalu kembali masuk ke dalam kamar mandi.
"Kamu itu yang mesum! Keluar dari kamar mandi ga pake baju. Memang kerjaannya seperti itu aja, belagu sekali!" Di dalam kamar mandi, Sarah masih dapat mendengar suara hinaan William. Ia duduk di atas closet lalu menangis karena menahan marah dan rasa terhina.
"Aku bukan pelacur! Aku bukan pelacur! Jangan sebut aku pelacur! Aku tak sehina itu." Sarah memukul-mukul dadanya. Ia merasa kecewa dan marah pada dirinya sendiri. Namun sesaat ia sadar, jika label itu melekat padanya di mata William. Sarah hanya bisa pasrah dan bertahan sampai tujuannya tercapai.
Sementara di luar kamar mandi, William kebingungan dengan bayi yang menangis semakin kencang. Ia berlari ke arah pintu kamar lalu berteriak memanggil Mamanya, dengan mata terus mengawasi Belle yang berada di atas ranjang.
"Ada apa, Wil?" Mama datang dengan wajah panik.
"Ma, tolong bantu buatkan susu, bayi itu lapar. Sarah lagi mandi."
"Kamu Papanya, belajar buat susu untuk anakmu."
"Aku buk ... baiklah, tolong ajarkan aku." William mendesah pasrah saat mata Mamanya kembali membesar.
Mama hanya mengarahkan William membuat susu botol, tanpa mau membantunya sedikitpun. Sementara Belle memandangnya tak sabar dengan kedua ujung bibir melengkung ke bawah.
"Sudah jadi!" William bersorak senang menunjukan susu buatannya pada Mama dan Belle.
"Ayo sudah berikan susunya, lihat dia sudah tidak sabar." Mama tersenyum geli melihat Belle yang merengek dengan mata membesar melihat botol susu yang dipegang putranya, "Eehh, jangan di kasih langsung, bisa tersedak. Kamu gendong dulu, Wil."
"Gimana?" William semakin panik saat Belle menggeliat tak sabar.
"Kamu duduk dulu, lalu angkat Belle dan peluk dia. Baru kasih susunya."
Dengan gerakan kaku, William berusaha mengangkat Belle dan menggendongnya. Mama tersenyum melihat reaksi puas dari William setelah berhasil menenangkan Belle di pelukannya.
"Mama turun dulu, ya. Mau siapkan sarapan untuk Papa. Kamu sama Sarah kalau sudah selesai, segera turun."
William tak seberapa menghiraukan ucapan Mamanya, ia sedang asyik saling bertatapan dengan Belle yang sedang menyusu dari tangannya. Jari mungil itu sesekali terangkat meraba hidung dan pipinya.
Keluar dari kamar mandi, Sarah dibuat tertegun dengan pemandangan di depannya. William tertawa kecil menggoda Belle yang sedang menyusu digendongannya.
"Sudah luwes rupanya," ucap Sarah. Wajah William yang semula ceria sekejap berubah ketus.
"Mandi atau berenang sih kamu? Lama sekali!"
"Ssttt! Jangan bersuara keras di depan Belle, coba lihat dia mau nangis lagi tuh." Sarah menunjuk Belle yang terkejut mendengar suara keras William.
"Cup, cup, cup." William menepuk-nepuk pantat Belle dengan wajah dibuat jenaka. Melihat wajah William seperti badut, Sarah ingin tertawa tapi ia tahan.
"Habis minum susu, badannya jangan digoncang-goncang seperti itu, nanti dia muntah. Coba sandarkan di bahu, biar bisa bersendawa." Sarah membantu William mengangkat Belle bersandar di bahunya, "Nah, tepuk-tepuk pelan punggungnya seperti ini." Sarah mengambil tangan William dan mengarahkannya ke punggung Belle.
"Sampai kapan seperti ini?" tanya William. Tangannya sudah terasa pegal menahan Belle yang aktif terus ingin bergerak.
"Sampai kel---"
Huek. Suara Belle bersendawa diiringi oleh basahnya pundak William.
"Apa itu, dia muntah?" Wajah William mengkerut jijik.
"Bukan muntah, hanya sebagian susu yang keluar karena kenyang." Sarah mengambil Belle dari gendongan William dan membersihkan tubuh bayi itu, "Loh, kenapa ga dibuka kaosnya? Sekalian mandi aja, susu bayi lengket loh." Sarah memandang heran pada William yang masih duduk tak bergerak di tempatnya.
"Bau, lengket." William berusaha membuka kaosnya, tapi ia merasa jijik ketika cairan lengket itu hampir mengenai rambutnya.
"Sini aku bantu," ucap Sarah gemas. Tanpa menunggu persetujuan, Sarah mengangkat kaos William hingga terlepas.
Posisi mereka sekarang berhadapan dengan William bertelanjang dada, persis saat pertama kali mereka bertemu di dalam kamar. Wangi sabun dan shampo Sarah yang baru selesai mandi, menguar sesaat membuat William terbuai.
"Bau amis, sana mandi!" Sarah mendorong dada William dengan jarinya. Ia langsung berbalik menyembunyikan wajahnya yang memerah.
Terdengar suara pintu kamar mandi yang terkunci, Sarah menghembuskan nafasnya yang sejak tadi ia tahan.
"Eh, kamu ketawain aku ya, Belle. Nakal ya kamu." Sarah mencium gemas seluruh wajah Belle. Bayi itu tertangkap basah menyengir seolah sedang menertawai mereka berdua.
Ponsel Sarah berbunyi dengan nada khusus yang sengaja ia pasang untuk rentenir. Wajahnya seketika menegang. Ia melirik ke arah pintu kamar mandi dan memastikan kalau William masih lama di dalam.
Sarah segera membuka pesan singkat yang masuk, walaupun ia sudah tahu apa isinya. Ia hanya takut, jika diabaikan renternir itu akan menerornya dengan panggilan telepon dan akhirnya membuat William beserta keluarganya curiga.
'Hanya mengingatkan saja, jatuh temponya seminggu lagi, Cantik. Jangan pura-pura lupa, apalagi mencoba lari ya, Manis.'
Salma segera menghapus pesan setelah membalas pesan singkat itu dengan kata 'Ya'
"Bagaimana ini, uang kita masih kurang. Aku harus mencari di mana lagi?" keluh Sarah pada Belle.
"Apa yang mau kamu cari?" Tiba-tiba William sudah berdiri di belakangnya dengan pakaian lengkap. Rupanya pria itu berganti baju langsung di dalam kamar mandi.
"Ah, anu mm ... susunya Belle. Sepertinya dia kurang cocok minum susu yang aku beli kemarin, kotorannya kurang bagus sedikit berair dan bau sekali." Sarah melirik ke arah Belle yang seperti memprotesnya karena sudah berbohong menggunakannya sebagai alasan.
"Ganti saja susunya," ujar William dengan wajah mengernyit jijik.
"Tapi sepertinya agak sedikit mahal," keluh Sarah lirih.
"Nih. Aku tidak sempat ambil tunai. Kamu bawa aja ATM ku." William memberikan sebuah kartu berwarna kuning.
"Terima kasih." Sarah tersenyum samar.
"Hmmm." William menanggapi dengan gumaman, "Kalau sudah selesai turun, kamu ditunggu Mama untuk sarapan," lanjutnya.
"Iya, kita turun sama-sama aja." Sarah mendekati William lalu membantu pria itu memasang dasi.
"Mau apa kamu?" William mematung waspada.
"Mau membantumu memakai dasi," ujar Sarah dengan senyum manisnya.
"Ciih! Bilang aja karena sudah dikasih uang," ejek William.
"Aku bersikap baik, kamu tidak bisa menghargai. Lebih baik aku jahat sekalian, kalau itu yang kamu suka." Sarah menggeser tubuh William lalu menggendong Belle dan turun ke lantai satu.
"Sarapan dulu, Sarah. Biar Belle duduk di stroller," ujar Mama ketika ia masuk ke ruang makan. Tak berapa lama, William menyusulnya turun dan duduk di sampingnya.
"Sarah, Belle sudah imunisasi belum?" tanya Mama.
"Imunisasi?"
"Iya, belum ya? Sudah bawa aja ke dokter anak siang ini," putus Mama.
"Baik, Ma tadi Willi sudah kasih uang untuk beli susu, nanti aku bawa Belle sekalian imunisasi."
"Mmm, sudah belajar tanggung jawab kamu, Wil?" celetuk Papa dari balik surat kabar yang dibentangkan menutupi wajahnya. William malas menjawab, ia tekun dengan sarapan yang terhidang di depannya.
"Tapi, kalau harus meminta uang terus seperti ini tanpa melakukan apa-apa, saya merasa ga enak. Apa boleh kalau aku ikut kerja di kantormu, Wil?" tanya Sarah penuh harap.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Red Velvet
Sarah kamu itu cerdas selalu bisa membaca peluang, sangat cocok dlm bisnis karena intuisimu tajam😁
2023-03-19
1