Menikah

"Mungkin bayinya dijual, Bro buat bayar hutang."

"Waahh, parah! Sama-sama bajingan seperti Papanya."

Keduanya tertawa keras seolah apa yang mereka ucapkan itu sangatlah lucu.

"Gila! cicilan hutang bulan ini sudah kalian terima, sekarang pergi dari sini!" usir Sarah. Ia merasa tidak enak dengan penghuni kos lainnya karena jika orang suruhan sindikat itu datang, semua tetangganya tidak ada satupun yang berani keluar dari kamarnya. Selain itu, ia khawatir sopir keluarga William akan datang karena tak sabar menunggunya.

"Baiklah cantik, kami pergi dulu. Oh ya, rawat baik-baik bayi itu, karena waktu kami mengambilnya tidak mudah," ujar pria yang berambut jabrik.

"Apa maksudnya? Jadi kalian yang menaruh bayi itu di depan pintu?" Mata Sarah membesar. Sebenarnya ia pun sempat merasa aneh akan kehadiran bayi itu, tapi ia belum sempat berpikir terlalu jauh, "Untuk apa kalian taruh bayi itu di sini? Bayi milik siapa itu?" Sarah hampir menjerit frustasi.

Jika bayi itu milik pasangan yang tak bertanggungjawab dan kebetulan ditaruh depan kamarnya, mungkin ia tidak terlalu mempermasalahkan dan ikhlas merawatnya. Tapi kenyataan yang sebenarnya, bayi itu ternyata masuk dalam rencana sindikat yang menahan Papanya.

"Nanti juga kamu tahu, pesan Bos besar rawatlah bayi itu baik-baik seperti kamu menjaga detak jantung Papamu." Dua pria itu pergi setelah sebelumnya menjawil dagu Sarah.

"Sialan!" Sarah mengusap kasar kulit wajahnya yang terkena tangan pria itu. Ia lalu menutup pintu kamar dan menangis tertelungkup di atas meja.

"Paaaa ... apa Papa baik-baik saja di sana? Papa yang sabar ya, Sarah pasti akan bebaskan Papa." Masih dengan bersimbah air mata, Sarah mengambil kertas dan pena lalu menuliskan ucapan maaf dan terima kasih pada Mona. Tak lupa ia menyelipkan beberapa lembar uang untuk teman yang sudah menampungnya itu.

"Noon ... Noon ...." Suara sopir keluarga William terdengar memanggil dari ujung lorong. Sarah menghapus airmatanya lalu bergegas membuka pintu kamar, sebelum kehadiran sopir keluarga William membuat kehebohan penghuni kos lainnya.

"Saya di sini, Pak. Maaf lama menunggu."

"Maaf, Bapak belum tahu namanya jadi panggil Non aja. Mari Bapak bantu mana yang mau di bawa."

"Nama saya Sarah, Pak. Barang bawaan saya tidak banyak hanya ini saja." Sarah menenteng sebuah tas kain berisi beberapa lembar baju yang diberikan Mona untuknya.

"Biar Bapak bawakan. Non Sarah bisa panggil saya Pak Umar." Sopir berkumis itu mengambil tas Sarah lalu membawanya masuk ke dalam mobil.

Sampai di rumah William, Sarah langsung dipersiapkan menjadi pengantin dadakan. Tanpa dekor, tanpa catering, tanpa gaun pengantin serta tanpa riasan indah, pernikahannya dengan William tetap berlangsung.

Sarah hanya menggunakan kebaya milik Mama William dan dirias oleh adik perempuan William. Suasana pernikahan yang dihadiri keluarga inti dan sedikit karyawan kepercayaan keluarga William, berlangsung seperti pemakaman. Sedih dan tegang.

Tak ada yang berani tersenyum, tak ada pula kamera profesional yang mengabadikan pernikahan itu. Hanya kamera ponsel milik adik William yang mengambil beberapa gambar guna pembuktian jika ada yang usil pada keluarga mereka.

"Kak ...." Adik bungsu William menangis saat menyalami kakaknya.

"Jangan nangis, nanti Papa marah lagi. Yang penting kalian berdua percaya 'kan kalau Kakak tidak melakukan hal bodoh seperti itu?" William berusaha menenangkan kedua adik perempuannya. Dua gadis cantik itu mengangguk sembari melirik ke arah wanita yang duduk di sisi kakaknya.

Sarah yang mendapat lirikan pedas dari dua adik iparnya, memalingkan wajahnya. Ia tahu, di mata mereka dirinya tak lebih wanita haus harta yang berusaha menjebak William.

"Maaf, Bu biar saya gendong." Sarah meminta Belle yang digendong oleh Mama William sepanjang hari.

"Tidak usah, kamu makan dulu lalu istirahat. Sejak datang tadi kamu belum makan." Sarah tersenyum, setidaknya di dalam rumah ini ada satu orang yang bersikap manis padanya.

Meskipun makanan enak tersaji di depan matanya, tapi semuanya terasa hambar. Saat ia menyuapkan sendok ke dalam mulut yang ada di dalam kepala hanyalah, apakah Papa malam ini sudah makan? Apakah Papa kenyang dan sehat?

Ia menerima permintaan Papa William untuk menikah, karena butuh seseorang untuk membiayai kehidupannya dengan Belle dan ia bisa fokus mencari tambahan untuk menbayar hutang. Setidaknya ia tidak harus mengemis hanya untuk sekedar mencari sesuap nasi.

Sambil menyuapkan nasi ke dalam mulut, ia teringat dengan ucapan pria berambut jabrik Beragam pertanyaan melintas di kepalanya, apa tujuan bayi itu diberikan kepadanya? Jika mereka yang menaruh bayi itu, berarti selama ini mereka tahu bagaimana ia dan bayi itu tiap harinya. Itu berarti juga mereka tahu di mana bayi itu sekarang berada.

"Makan jangan dienak-enakkan, cepat urus anakmu. Mamaku bukan pengasuh!" Walaupun diucapkan dengan berbisik, nada ketus tetap terdengar dari mulut William.

'Penderitaan pertama, sabar Sarah lebih dari ini saja kamu pernah melewatinya.' Sambil menarik nafas panjang, Sarah meletakan alat makannya dan membawanya ke dapur meski masih cukup banyak tersisa nasi dipiringnya.

"Jangan, Non biar kami saja," tolak pekerja rumah tangga William saat ia akan mencuci piringnya.

"Terima kasih." Sarah mencuci tangan lalu keluar dari dapur. Sampai di ruang keluarga, ia bingung akan kemana dan berbuat apa di rumah besar yang asing ini.

Belle tak terlihat, bayi kecil itu sudah dibawa Mama William masuk ke dalam kamarnya. Satu orang adik William sedang menonton televisi bersama Papanya, sedangkan satu lagi ada di dalam kamar. Sedangkan pria yang baru saja ia nikahi, menghilang begitu saja setelah menyindirnya.

"Kamar kalian ada di atas. Ganti bajumu lalu ajaklah William turun, saya mau bicara," titah Papa William sembari menunjuk sebuah pintu di lantai dua.

Sarah mengangguk lalu menaiki tangga yang melingkar. Sebenarnya ia tidak merasa canggung di rumah mewah ini, karena rumahnya pun tidak kalah besarnya dari rumah William.

'Apa kata Papa William tadi, kamar kalian? Apa pemuda itu ada di dalam?'

Pintu kamar itu tak tertutup dengan sempurna, masih ada celah kecil terbuka. Sarah menimbang-nimbang apakah mengintip lalu langsung masuk, ataukah ia harus mengetuk dahulu.

Jika dulu saat menjadi nona muda yang kaya, tak ada kata dan sikap yang sopan terucap dari mulutnya, tapi semenjak malam kelam itu dunia Sarah terbalik. Di rumah besar ini, ia tak lebih dari seorang penumpang.

"Permisi." Sarah mengetuk pintu seraya berusaha mengintip dari celah yang terbuka sedikit.

'Waaah ...." Mata Sarah membulat, mulutnya terbuka kagum. Dari celah kecil itu, ia dapat melihat punggung William yang terbuka.

Pria itu baru saja membuka kemejanya dan melemparkannya ke atas ranjang. Hanya sekali Sarah mengetuk pintu, selebihnya ia harus puas menikmati pemandangan dari celah yang sempit.

"Mmm, tampan juga." Sarah menggiggit bibir bawahnya. Ingatannya melayang kala malam William menjadi pelanggan pertamanya.

Dada bidang itu pernah berada sangat dekat, tapi tak sempat ia sentuh karena saat itu terlalu gugup. Sekarang ia menyesal telah kehilangan kesempatan merasakan kerasnya dada William di jarinya.

"Perempuan mesum!"

Braakkk!

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Red Velvet

Red Velvet

Sedih tp agak kocak juga ini sih😁

2023-03-19

2

Mina Rasi

Mina Rasi

😂🤣🤣🤣

2023-02-19

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!