Menggendong untuk pertama kali

Sarah kembali ke rumah William dengan mengendarai ojek online dan tangan menenteng kantung plastik berisi susu, popok bayi dan pakaian untuk Belle.

"Willi mana?" Kepala Mama celingak celinguk mencari sosok putra sulungnya.

"Langsung ke kantor, katanya ada tamu," ujar Sarah sedikit membual.

"Aduh, anak itu baru jadi suami satu hari tidak ada romantis-romantisnya," keluh Mama dengan kening berkerut, tapi bukan karena tingkah William melainkan matanya tertuju pada barang bawaan di tangan menantunya, "Apa itu?"

"Eh, belanjaan punya Belle, Ma," ucap Sarah sembari beringsut cepat menuju kamarnya.

"Kantong plastiknya kok hitam kayak di pasar?" gumam Mama curiga.

Di dalam kamar, Sarah secepat kilat membongkar barang belanjaannya. Popok bayi tanpa merk, ia pindahkan ke kotak penyimpanan yang ia beli di pasar.

Lalu dengan cepat juga ia menyelinap ke dapur setelah memastikan tak ada seorangpun yang melihatnya. Sarah mengambil wadah plastik berwarna dan segera kembali ke kamar. Ia mulai membuka kemasan susu dan menuangkannya ke dalam wadah plastik itu.

"Kalau seperti ini, tidak ada yang tahu harga susu dan popok untuk Belle." Sarah mengamati hasil rekayasanya dengan bangga.

"Mama!" Saat akan keluar membawa kotak susu ke dapur, Sarah terkejut mendapati mertuanya ada di depan pintu kamarnya.

"Kok kaget, Mama cuman mau tanya susu Belle sudah dibeli? dia rewel sepertinya lapar."

"I-ini baru mau bawa ke dapur." Sarah menunjukan wadah berisi susu yang dia bawa dari dalam kamar.

"Kenapa ditaruh di sini, Sarah? Nanti ga steril loh."

"Tadi kardusnya sobek, Ma."

"Mmm." Mama hanya menggumam tak jelas. Sarah segera berjalan ke dapur dan membuatkan Belle susu, karena gumaman Mama seperti mengandung arti yang lebih dari sekedar 'baiklah'.

"Sarah, kenapa kamu ASI-mu tidak keluar?" tanya Mama saat ia mengambil alih Belle dari gendongan mertuanya.

"ASI? Oh, iya ... Kurang tahu juga, Ma." Kepala Sarah terus tertunduk memandangi Belle di pelukannya. Ia berusaha menghindari tatapan mertuanya yang seakan memindai seluruh anggota tubuhnya.

"Pasti kamu sedih sekali ya, melahirkan tanpa ada yang mendampingi. Maafkan William ya, Sarah." Bukannya keluar dari kamarnya, mertuanya itu malah duduk di tepi ranjang.

"Tidak apa, Ma. Kami memang sudah berbuat salah, tapi teman kos saya baik dia sudah bantu selama ini."

"Syukurlah. Kamu melahirkan normal atau caesar?"

"Normal, Ma," ucap Sarah setelah berpikir sebentar.

"Oh ya, Belle ini usia berapa sebenarnya? Dia lahir tanggal berapa?"

Inginnya Sarah berteriak 'Stop! Jangan tanyakan apapun.' Ia takut, karena satu kebohongan yang keluar dari dalam mulutnya, mengalir kebohongan lainnya untuk menutupi segala cerita yang ia buat.

"Sarah?"

"Eh, tanggal 10, Ma," jawab Sarah cepat. Kebetulan matanya tertumbuk pada angka 10 di kaos William yang tersampir di sandaran kursi.

"Tanggal 10 bulan November?" tebak Mama. Sarah mengangguk ragu, karena ia tidak pernah menghitung dan tak peduli usia berapa bayi yang ia gendong sekarang ini, "Waah, lahir di hari pahlawan nih." Mama mencium gemas kaki Belle yang menendang-nendang udara.

'Andaikan benar kamu lahir di hari pahlawan, aku sangat berharap kamu menjadi pahlawan bagi papaku, Belle.'

"Mama ke dapur dulu ya, mau siapkan makan siang. Kamu istirahat ya. Eh, masa nifas kamu sudah selesai, Sarah?" Tiba-tiba Mama berbalik sebelum mencapai pintu kamar.

"Nifas?" Kedua alis Sarah tertaut, seisi otaknya berusaha mencari-cari apa yang dimaksud dengan kata nifas.

"Itu, darah yang keluar setelah melahirkan seperti datang bulan."

"Ow, sudah, Ma." Dalam hati Sarah berharap jawabannya tepat.

"Mmm, kalau begitu hati-hati biasa kamu langsung subur, bisa jadi adiknya Belle nanti." Mama mengerling menggoda sebelum celah pintu tertutup seluruhnya.

Sarah bergidik begitu paham apa yang mama mertuanya itu maksudkan.

"Jangan sampai si rambut coklat itu menyentuh aku. Kalau sebelumnya aku terlalu gegabah mau menjual diri, tapi tidak sekarang. Selama suami angkat itu bisa memberikanku uang, sejauh ini aman."

Sarah kembali menghitung sisa uang yang diberikan William tadi pagi. Ia menyimpannya rapat-rapat di bawah lipatan baju dalam tas kainnya.

Malam hari sepulang dari kantor, William berdecak kesal mendapati Sarah sedang bercanda dengan si bayi di atas ranjangnya.

"Eh, Papa sudah pulang." Suara Sarah yang dimiripkan seperti anak kecil, membuat William mual.

"Berhenti bersuara seperti itu, tak pantas dengan wajahmu yang tua," sergah William sembari masuk ke dalam kamar mandi.

Suara kucuran air dari dalam kamar mandi membuat pikiran Sarah melayang kemana-mana. Dada yang bidang itu melintas lagi di ingatannya.

'Fokus Sarah, tujuanmu hanya uang!'

"Naah, itu Papa sudah selesai mandi," ucap Sarah pada Belle begitu pintu kamar mandi terbuka.

"Jangan sebut aku Papa, aku bukan orangtua bayi itu!"

"Belle sama Papa dulu ya, Mama mau mandi." Tak mempedulikan ungkapan protes dari mulut William, Sarah malah menyerahkan Belle ke pelukan pria itu.

"Hei! Ambil dia lagi, aku tidak bisa menggendongnya!" William membelalak kebingungan. Kedua tangannya menggendong Belle dengan hanya mengangkatnya di bawah ketiak bayi itu.

"Ssstt, jangan teriak. Kamu membuatnya takut, lihat dia sudah akan menangis mendengar suara kerasmu."

Ujung bibir Belle sudah tertarik ke bawah. Kedua matanya jernih itu tampak berkaca penuh dengan air mata.

"Dia mau nangis, Sarah!" William semakin panik ketika bibir Belle tampak bergetar diiringi dengan suara isakan tertahan.

"Makanya jangan teriak, dia takut. Bicara yang lembut, ajak bicara dan gendong yang nyaman." Sarah berjalan santai masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya meninggalkan William hanya berdua dengan Belle.

"Saraaahhh." William menggeram marah. Ia tidak berani berteriak lagi, bayi itu sudah bergerak gelisah di tangannya.

"Sssttt, jangan banyak bergerak nanti jatuuh!" William menggerakan tubuh Belle layaknya boneka.

"Taruh di atas ranjang aja kalau kamu tidak bisa menggendongnyaaa." Sarah berteriak dari dalam kamar mandi.

"Wanita pembawa masalah!" umpat William.

"Hik .. Hik .. Huuhuuu." Belle mulai menangis, bayi itu mengira ia sedang dimarahi oleh pria bermata coklat itu.

"Cup, cup, cup. Jangan nangis ya." William membaringan tubuh kecil itu di atas ranjang, tapi Belle tetap bergerak resah.

"Dia masih menangis, Saraaah!" William kembali berteriak.

"Beri mainan atau susu." Sarah balas berteriak dari dalam kamar mandi.

"Oke, ini susunya." William mengambil susu yang masih tersisa separuh botol dan memberikannya pada Belle.

Bayi itu mulai diam dan menyedot susu yang diberikan William. Mata jernihnya membuat William terpesona. Tanpa sadar bibirnya mengurai senyum dan jemarinya mengusap pipi Belle yang bulat bagaikan apel merah.

Tiba-tiba mata William membesar, ketika tangannya merasakan ada cairan hangat keluar dari celana bayi itu.

"Saraaaahh!"

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Red Velvet

Red Velvet

William pasti luluh, bayi itu lucu banget loh. 😊😊😊

2023-03-19

1

Nengah Oka

Nengah Oka

willi bukan ank kandung mama lea,
jd ank siapa

2023-03-19

2

snowAngel_Ra2

snowAngel_Ra2

hahaha, sabar abang willi, ntar lagi juga bakalan doyan jd papa 🤭🤣

2023-02-24

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!